H a p p y r e a d i n g
Laki-laki jangkung itu mencengkeram rambutku dan meciumi seluruh wajahku. Di tengah deru napas aku melihatnya tersenyum kecil. Seluruh tubuhku seolah dialiri energi yang membuatku bercahaya dan melangkah di udara.
Kemudian laki-laki itu dengan lembut membelai rambutku dan mendudukkanku di kursi. Disodorkannya gelas wineku yang sudah tidak lagi dingin. Tenang, ia memantikkan api untuk menyalakan rokok untukku. Dia kecup lembut kepalaku.
"Are you okey?“ tanya Joe sembari menghembuskan asap rokoknya. Aku hanya dapat mengangguk kecil. Kakiku bahkan tidak terasa menapak di lantai.
"Lihat apa yang telah kamu perbuat!“ katanya sambil menunjuk genangan kecil air yang berasal dari tubuhku.
Tiba-tiba aku merasa malu dan bahagia pada saat yang bersamaan. Aku menyembunyikan wajahku di dadanya yang bidang. Ia pun kemudian merengkuhku dan membelai rambutku. Kami pun terdiam dalam hening.
"Berdiri di pinggir pagar, Tara.“ perintahnya padaku.
Tanpa diperintah dua kali aku bergegas berdiri seperti yang ia katakan. Aku bersandar di pagar membelakanginya sambil menatap orang yang berlalu lalang di sepanjang sungai.
"Tunggingkan bokongmu.“ perintahnya lagi. Akupun menundukkan badanku dan memberikan pemandangan bagian belakang tubuhku untuknya.
Setelah puas memandang dari belakang, ia menghampiriku. Satu telapak tangannya melingkari leherku, sementara telapak tangan lainnya membelai pantatku.
Plak…suara telapak tangannya di bokongku. Refleks, pantatkupun bereaksi dan semakin menungging.
"Buka bajumu, Tara." perintah Joe lagi. Aku menarik napas dalam. Aku tidak yakin akan pilihan ini. aku tidak merasa nyaman bugil di teras, yang walaupun relatif tertutup, tapi masih dapat terlihat dari luar. Aku menolak permintaannya.
"Tidak, Joe. Aku tidak mau telanjang di luar." tolakku. Joe melepaskan cengkeramannya dari leherku. Ia mengajakku kembali duduk.
"Kamu tidak mau telanjang untukku?“ tanyanya bingung.
"Aku tidak mau telanjang di teras. Aku ngga mau ada tetangga yang lihat. Aku tidak merasa nyaman untuk melakukannya.“,? jawabku.
"Tapi tidak ada orang lain di sekitar sini selain kita saat ini.“ ucapnya. Aku menunjuk beberapa jendela tetangga yang ada di sekitar.
"Ada atau tidak ada orang lain, yang jelas aku saat ini tidak mau melakukannya." jawabku keras kepala. Laki-laki itu menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil.
"Okey.“ ucapnya singkat. Sontak kekagumanku padanya bertambah. Ia bisa saja memaksaku, tapi tidak ia lakukan. Ia mengerti rasa tidak nyamanku dan segera menghentikan apapun itu.
"Kenapa kamu tidak memaksaku, Joe?“ tanyaku penasaran.
"Kamu mau dipaksa?“ tanyanya balik.
"Tidak. Aku hanya penasaran dan ingin tau cara berpikirmu." ucapku.
"Subs draw the line, Tara. Kamu yang menentukan batas, aku hanya akan melakukan sejauh batasmu. Di luar itu, maka aku bukanlah seorang dom, tapi cuma bajingan yang mengaku sebagai dom.“ terangnya lebih lanjut.
"Jadi sub sebetulnya yang menentukan?“ tanyaku lagi.
"Ya. Dan kami para dom harus paham dan sangat sensitif tentang garis yang kalian buat. Bukan asal ikat, asal hajar. It’s nothing but violence.“ jawabnya lagi.
“Lalu bagaimana caranya kamu tau sampai mana batasku?” tanyaku penasaran.
“Salah satunya seperti yang baru saja kamu lakukan. Kamu bilang. Straight to the point. Kamu punya alasan yang jelas, dan aku harus menghormati garismu.” terangnya. Jawabannya membuatku tersenyum. Aku merasa aman dan nyaman dengan laki-laki ini.
"Aku boleh duduk di pangkuanmu?“ tanyaku padanya. Joe hanya tersenyum dan merengkuhku. Ia mendudukkanku di pangkuannya dan menciumi leherku.
Aku mengajaknya untuk masuk. Joe hanya tersenyum kecil mengikutiku dari belakang. Lalu ia melucuti pakaiannya dan pakaianku.
"Berdiri di sisi meja makan, Tara!“ perintahnya padaku. Aku berdiri di sisi meja makan dengan jatung yang berdebur. Penasaran, takut, gairah, bercampur jadi satu. Laki-laki itu kemudian memasang kondom dan bercinta denganku. Aku tidak tau berapa orgasme yang aku rasakan, karena semua terasa surreal.
Aku bahkan tidak mampu lagi untuk melangkahkan kakiku setelah selesai bercinta. Laki-laki itu merengkuh dan memapahku untuk beristirahat di sofa di dalam pelukannya. Di pelukannya, aku memahami makna hubungan yang ia maksud. Di pelukannya, aku paham bahwa aku terlahir sebagai seorang sub dan menginginkan seorang dom. Aku ingin dimiliki dan diinginkan dengan cara yang berbeda.
***
NEXT PART 6=>
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MASTER ✔
Romance(COMPLETED) WARNING! Mature content✔ Harap betul-betul sudah 17+✔ Typo bertebaran✔ Update tergantung mood✔ Readers bebas membayangkan siapa aja tokohnya✔ PLEASE READ AND VOTE #21092018 Written by PUANSYAHARANI