02. TETES PERTAMA

60 3 0
                                    

Musim kemarau mulai datang.
seorang siswa dengan seragam SMP dengan kemeja yang terbuka lebar, memperlihatkan kaos army. siswa itu mendekati sebuah meja di barisan depan.

"Hai...(meletakan tangan di atas meja), gw Akvan, lo?" Akvan menegur seorang siswa berambut hitam pirang yang selalu tampak sendiri.

Hening, siswa itu tidak menjawab. Dia hanya sibuk melihat buku di hadapannya.

"Hallo...," Akvan menlambai - lambaikan tangan di depan wajah pria itu.

Tidak ada reaksi.

" Kamu tuli ya?, atau kamu bisu?, ehm sepertinya sulit," ucap Akvan

Akvan meletakan satu jarinya di kening. Dia berpikir.

"Aha, aku tau,"

Akvan mengambil buku di hadapan siswa itu. dia melambaikan buku itu di udara. Tidak ada reaksi. Dia membuka buku itu, dan mencoba merobek buku itu

" Kembalikan !" ucap siswa itu, dengan panik.

" Ho..., lo ternyata tidak tuli dan bisu, lalu kenapa tidak di jawab?," tanya Akvan mendekatkan wajahnya.

" Kembalikan," ulang siswa itu kembali, tapi kali ini dengan wajah serius menghadap Akvan.

Kali ini Akvan yang diam. Sebuah senyuman muncul.

" Mau kamu apa?" Siswa itu sudah merasa kesal dengan tingkah Akvan.

" Gw mau tau nama lo," jawab Akvan cepat.

" Dan satu lagi gw mau jadi teman lo, bule jutek," sambung Akvan dengan senyum lebar.

***
Seisi kelas terdiam. Tidak ada yang menyangka teman sekelas mereka yang baru kemarin bertemu, sudah harus pergi selamanya.

" Ntan! bukan mati tan kalimat yang benar, tapi me-ning-gal," celoteh seorang pria botak, berkulit putih bersih, dari belakang gadis pembawa berita.

INTAN, WARTAWAN kelas. ketua organisasi ghost story. Organisasi yang mencari berita kemana pun walaupun di luar sekolah sekalipun. anak kongomerat ternama.

" Tono! bukan itu masalahnya !" jawab intan dengan kesal.

Bletak...
intan memukul kepala tono.

Tono, cowok paling jelek seplanet bagi Intan. Botak, berkumis tipis, kulit putih bersih, dua tai lalat besar di dagu. Anak penjual bakso paling terkenal di kota. Cowok yang selalu mengejar intan. Selalu jadi sasaran pukulan Intan. Selalu bersama intan kemanapun juga. juru tulis, pembawa kamera, ajudan, pembantu, semua hal di lakukan Tono untuk Intan.

" Dengar..," belum selesai intan selesai berbicara. sebuah tangan menarik kerah Intan.

" Jangan sembarangan bicara lo!," bentak Akvan.

" Apaan sih lo van, lepasin gw ngak?,"
intan tampak terkejut, dia mencoba melepaskan cengkaraman akvan.

" Asal lo tau ya, Freedy bukan orang bodoh yang mudah mati, kemarin malam dia masih sama gw, dan lo dengarin gw baik - baik ( menunjuk muka intan) kalau lo sampai berani bilang itu sekali lagi lo...,"

" Akvan gw tau lagi syok, tapi gw cuma nyamperin kebenarannya aja,"
jawab intan dengan nada bergetar.

" Kebenaran apa?, lo itu cuma biang gosip, ngak cuma organisasi wartawan lo yang gila, mading dan berita lo.. itu semua cuma sampah," Amarah Akvan meledak.

" HEI... JANGAN BAWA - BAWA ORGANISASI GW YA...," ketakutan Intan hilang, amarah sekarang mengusainya

" Cukup kalian berdua!" ucap seorang pria tinggi berkacamata.

" Jangan ikut campur Chandra!" balas Akvan yang tidak suka dengan keterlibatan Chandra.

Chandra, Ketua kelas. selalu mendapat peringkat dua. Anak paling baik yang selalu tidak bisa menolak. berkulit sawo, berambut pendek hitam, berkacamata. Orang paling bijaksana di kelas

"Akvan tenangin diri lo, kami semua ngerti kalau, lo yang paling dekat dengan Freedy, tapi kami semua juga terpukul. kita tidak bisa ambil kesimpulan, sebelum intan menjelaskan semuanya, biarkan intan bicara," Chandra berusaha membujuk Akvan.

Akvan masih mecengkram kerah intan. Semua terdiam. Mereka hanya melihat intan dan Akvan. Intan menatap mata Akvan dengan tajam.

" Sial," Akvan mecengkram semakin keras. Akhirnya di lepaskan tanganya.

" lanjutkan ntan apa yang kau ingin katakan ? " ucap Chandra.

***
Seisi kelas menjadi heboh. Beberapa siswi menangis. Akvan terduduk lemas di lantai. Di gigitnya bibirnya. dia tertunduk tidak percaya. Chandra berusaha menepuk pundaknya berusaha menenangkannya. walaupun Chandra tau itu tidak gunanya.

Intan sudah menjelaskan dengan jelas. Di perlihatkanya bukti foto kematian Freedy. Sekujur Freedy terbakar, wajahnya tidak bisa di kenali. Awalnya Akvan tidak percaya tapi setelah di perlihatkan jaket biru yang selalu dipakai Freedy masih utuh, dan cicin emas yang dikalungkan Freedy. Akvan menyerah, dia mengakui itu Freedy.

Ayah intan adalah kongomerat serta tokoh politik penting di kota kecil ini. Tidak susah bagi intan mendapatkan foto dan kabar tentang berita kematiaan Freedy sebelum Koran dan setasiun tv lokal terbit.

" Polisi sedang menyelidiki masalah ini, daddy bilang, mungkin sebentar lagi akan dijelaskan di tv," lanjut intan, sesaat setelah dia  memperlihatkan foto Freedy.

Intan selalu bertanya kepada ayahnya tentang berita terbaru. Tapi biasanya ayah intan hanya diam, tapi kali ini ayahnya meberitahunya. Mungkin karna ini berhubungan dengan temannya.

Freedy masih tidak percaya, bahkan air matanya saja tidak mau percaya. Tidak ada setetes air matanya pun yang jatuh. Rasa kesal mengusainya, dia marah pada dirinya.

" Andai saja malam itu gw bersihkeras, andai saja gw ikut denganya," ucap Akvan dengan pelan, tetes air mata pertama pun jatuh, tidak lagi mampu bertahan.

Chandra yang mendengar hal itu, terkejut. Tapi dia hanya diam, duduk sambil melihat langit di luar jendela. membiarkan tangisan Akvan di sampingnya

***
Di saat seisi kelas menjadi gaduh. Hanya ada seorang siswa yang hanya duduk diam melihat buku novel bertuliskan The shadow.

HIDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang