Manusia itu menyeramkan, lebih menyeramkan dari pada hantu. Manusia itu dapat melakukan apapun terhadap manusia lainnya, melecehkan, memaki, menghajar ataupun yang paling parah adalah membunuh. Manusia itu picik, mereka dibekali akal yang sangat pintar lebih dari makhluk ciptaan tuhan lainnya yang ada di bumi ini. Karena itulah aku membenci manusia. Manusia-manusia licik yang menyeramkan dan kejam.
"Aku membenci mereka, Hakyeon. Suruh mereka keluar dari kamarku!" teriakku merasa geram saat dua orang yang tidak kukenal masuk kedalam kamarku.
"Taekwoon tenanglah."
"Tidak, mereka pasti merencanakan sesuatu."
"Taekwoon, mereka asistenku, tidak apa hm?"
"Keluar!" Ujarku dingin. Kepalaku serasa panas, emosiku sepertinya sudah berada dipuncaknya saat ini. Hakyeon mengangguk kearah mereka, mengisyaratkan agar mereka mau keluar dari ruanganku. Aku menatap Hayeon tajam setelah kedua orang itu pergi. Ia tersenyum dan duduk di atas kasurku, memelukku dan mengusap punggungku untuk meredakan emosiku yang memuncak.
"Taekwoon, mereka tidak bermaksud buruk padamu. Mereka asisten dokter yang sedang magang disini dan ingin mendiskusikan tentang hal yang tidak mereka mengerti denganku." Jelasnya. Aku tidak perduli, aku sedang tidak ingin bertemu siapapun selain orang yang aku kenal. Aku tidak perduli orang menganggapku egois atau sombong. Toh aku tidak perduli pada siapapun dan tidak ada yang perduli padaku.
"Keluar."
"Tidak."
"Keluar!" aku sedikit membentaknya, mencoba melepaskan diriku dari pelukan eratnya. Kudengar ia sedikit terisak, mendekapku semakin erat.
"Keluarlah, aku tidak ingin melukaimu."
"Aku tidak perduli. Aku tidak akan keluar sampai emosimu benar-benar hilang. Maafkan aku, tidak akan kulakukan hal seperti itu lagi."
"Bukannya kalian memasang cctv di ruangan ini?"
"CCTV apa yang kau maksud?"
"CCTV, aku tahu kalian memasangnya diam-diam."
"Taekwoon.."
"Apa aku harus diawasi seperti itu? Apa aku sudah dangat gila sekarang sampai kalian harus mengamatiku seketat itu?"
"Taekwonn, tidak ada CCTV di ruangan ini."
"Kau berbohong lagi."
"Taekwoon, aku tidak berbohong, lihatlah sekelilingmu. Coba katakan padaku, kau kira dimana kami menyimpan CCTV selain di dinding atas hm?" Tidak mungkin, aku yakin mereka memasang CCTV itu dikamarku. Aku tahu mereka mengawasiku, aku selalu tau.
"Aku akan mencarinya sendiri."
"Baiklah, kau bisa mencarinya nanti, sekarang minum dulu obatmu, hm?" Hakyeon mengambil botol obat yang berada di nakas samping, mengeluarkan empat butir tablet yang berbeda. Aku benci meminum tablet-tablet itu, tapi aku membutuhkannya dan harus melakukannya. Aku meminum 8 butir tablet antipsikotik per hari. Aku harus mengkonsumsinya atau aku akan berada di Rumah Sakit ini selamanya.
Aku benci diriku sendiri, aku benci diriku yang seperti ini. Lemah dan dipermainkan oleh pikiranku sendiri. Mungkin kalian akan bertanya 'Apa sesakit itu?', 'apa tidak terlalu berlebihan?'. Persetan dengan pemikiran kalian, aku sendiri yang merasakan aku sendiri bagaimana rasanya. Orang tidak akan benar-benar merasakan bagaimana rasanya, sebelum dia sendiri mengalami hal yang terjadi padaku. Kadang orang berkata 'aku tau bagaimana rasanya' hanya sebuah kata-kata untuk menenangkan. Tidak ada yang pernah tau benar-benar bagaimana rasanya. Itulah kenapa manusia menyeramkan. Mereka penuh dengan kebohongan dan palsu.
======
Malam menjelang, suasana sedikit sepi, Hakyeon sedang pulang untuk mengambil beberapa pakaiannya. Dia bilang begitu tapi mungkin saja dia berbohong dan sedang mengamatiku di ruang monitor.
Klek
Pintu itu terbuka, Nampak seorang laki-laki dengan balutan jas hitam, topi dan celana dengan warna serupa. Ia masuk dan duduk di sofa kosong di dekat jendela, menyeringai padaku.
"Halo, Jung Taekwoon. Kita bertemu lagi."
"Keluar, apa yang kau inginkan dariku?"
"Kehancuranmu" jawabnya dingin. Aku terpaku mendengarnya, menatap lelaki itu tajam.
"Keluar"
"Oh ayolah, aku tidak akan keluar. Silahkan saja berteriak sesukamu, atau kau bisa meneriakkan nama kekasihmu itu. Agar dia kemari dan aku akan menghancurkannnya." Ujarnya dengan nada yang angkuh.
"Jangan ganggu Hakyeon!"
"Hahaha pacar yang sangat pengertian." Ujarnya sambil tertawa terbahak, hingga lagi-lagi suara pintu terbuka mengagetkanku. Seseorang masuk sambil tersenyum, menyapaku yang sedang menatapnya tajam.
"Tidak Hakyeon keluarlah, kenapa kau kemari, aku sama sekali tidak memanggilmu atau meneriakkan namamu!"
"Taekwoon apa yang kau maksud?" Tanya Hakyeon sembari melangkah menghampiriku. Aku panik, kulihat pria itu tertawa terbahak sembari mengunci arah bidikan pistolnya ke arah Hakyeon.
"Keluar!!" teriakku sekuat tenaga, sekencang yang kubisa agar Hakyeon keluar dari ruanganku.
"Taekwoon, tenanglah!"
"Apa kau tidak melihat orang itu? Dia akan membunuhmu dan menghancurkanku! Keluar dan lari lah!" Teriakkku kembali sembari terisak dan mengacak rambutku frustasi. Demi tuhan, kenapa Hakyeon tidak mendengarkan ucapanku!.
"1... 2.. 3.. Bang!" Ujar pria itu dan akupun langsung mendorong hakyeon dengan sedikit keras, membuatnya terpental dan menabrak tembok yang keras. Lelaki itu tertawa dan hilang, namun suara tawanya masih menggelegar disekelilingku. Aku terduduk di sudut ruangan, menyembunyikan wajahku diantara kaki yang kulipat dan kupeluk seerat yang kubisa. Aku takut, sangat takut. Dapat kurasakan tubuhku yang bergetar hebat.
"T-taekwoon.." Suara hakyeon sangat lirih seperti sedang menahan sakit. Aku menangis, menyebut nama Hakyeon dan meminta maaf berkali-kali.
"Hakyeon-ah, maafkan aku, aku tidak bermaksud mendorongmu."
"Taekwoon.."
"Hakyeon-ah, tolong maafkan aku, kumohon maafkan aku.."
"Taekwoon hentikan."
"Hakyeon, kau terluka..." racauku. Hakyeon berlari memeluk tubuhku yang masih bergetar setelah dia menelfon seseorang untuk segera kemari. Ia memelukku, erat sekali. Mengusap-usap punggungku dan menciumi puncak kepalaku. Aku masih meracau, aku tidak ta apa yang haru kulakukan, yang kutahu hanyalah jika aku bersalah, semua salahku, segalanya salahku.
Hakyeon sedikit terisak, ia menangis bersamaku. Aku memeluknya dengan erat, tidak ingin melepaskannya. Kudengar langkah kaki menghampiri kami, dua orang. Mungkin Hongbin dan asistennya. Aku sama sekali tidak sadar, yang kurasakan hanya saat sedikit perih menembus kulit saat Hongbin menyuntikan obat penenang. Aku berhenti terisak dan tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scattered | Leon
FanficJung Taekwoon yang menghilang dari jangkauan semua orang terkecuali orang yang ia butuhkan. Baginya, Orang-orang lebih menyeramkan dari pada hantu.