warn;full of explicit content
.
.
.
Bermimpi menginjak tanah basah, diterpa hamparan sinar matahari dan angin bertiup adalah hal yang tidak pernah dilakukan anak-anak pada umumnya. Jangankan bermimpi, sekedar menghiraukannya saja tidak. Tapi lihat yang dilakukan Bae Jinyoung sekarang.
Duduk bersila di balkon seorang diri sambil berharap sinar matahari menerpanya, atau setidaknya hilangkan atap penghalang itu agar hujan dan matahari bisa menemuinya.
Jinyoung jadi terpikir kapan terakhir kali dia terkena hujan atau berlari bebas saat hari terik. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melakukan itu. Mungkin minggu lalu? Entah dia tak lagi mengenal jangka waktu semenjak berada di sini. Hari apa sekarang pun dia tidak tahu, yang dia tahu saat Woojin berangkat kerja tandanya hari libur telah berakhir.
Akan tetapi, liburnya Woojin itu singkat sekali sampai Jinyoung lebih sering ditinggal seorang diri di rumah sebesar ini. Tanpa pernah menginjakkan kakinya keluar barang selangkah pun.
Woojin tak pernah membiarkannya keluar rumah. Pintu-pintu itu selalu terkunci mau ada atau tidaknya lelaki itu. Setiap kali Jinyoung bertanya, dia pasti akan mengalihkan pembicaraan atau menyuruh tidur.
Satu-satunya akses Jinyoung untuk menghirup udara luar atau melihat langit hanya dari balkon lantai dua. Pintunya tidak pernah terkunci, mungkin Woojin memang sengaja membiarkannya terbuka untuk Jinyoung. Untuknya melihat dunia luar seperti sekarang, Jinyoung menarif nafas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan.
Sejujurnya dia merindukan dunia luar. Dia rindu sekolahnya. Rindu pada teman-temannya. Rindu melihat jejeran toko dan orang lalu lalang tiap kali ia berangkat. Rindu menerobos hujan dan bermain-main di bawah rinainya sampai mama mengomel. Rindu makan kimbab di kedai seberang sekolah atau bermain sepak bola bersama teman-teman. Dan, segala aktivitasnya dulu sebelum berakhir terkurung dalam rumah ini.
Jinyoung lebih menyukai hal-hal sederhana seperti itu daripada tumpukan komik atau video kartun serta gim konsol yang dibelikan Woojin untuknya. Semuanya membosankan, tidak seru. Apalah artinya gim-gim terbaru kalau tak ada teman untuk menemaninya bermain. Apalah arti komik atau kartun favorit kalau tak ada orang yang bisa dia ajak bicara tentangnya.
Mengeluh atau protes pun selalu urung dilakukan karena takut membuat lelaki itu marah. Jinyoung sudah bersyukur belakangan Woojin tak lagi memarahi atau menghukumnya lagi, malah cenderung perhatian padanya. Tetapi tetap saja, keinginan untuk keluar dan merasakan lagi hal-hal yang telah hilang darinya tetap ada.
Langit mulai menggelap oleh gumpalan awan hitam yang berarak. Suara geruduk saling bersahutan disertai kilat cahaya menusuk dari awan kelabu. Tak lama tetesan air mulai menghujam bumi, berupa gerimis yang semakin deras.
Sorak senang terdengar diiringi tepukan pada celana jeans selutut dan derap langkah kaki. Jinyoung berdiri di pinggiran balkon dengan tangan terulur ke depan, mencoba menggapai air hujan yang tampias dari atap.
Berharap buliran air itu bisa sedikit mengobati rindunya. Tetapi tanganya tak cukup panjang untuk menggapai, ia harus menaiki besi melintang di sela pagar pembatas untuk mencapainya.
Senyum lebar terpatri dalam wajah mungilnya. Bertambah lebar kala ujung tangannya mulai basah oleh air hujan. Jinyoung jadi makin bersemangat untuk meraih hingga sepersekian detik kemudian tubuhnya melayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Baeby [CHAMDEEP]
FanfictionSebut saja Park Woojin berengsek atau seorang bajingan, karena dia dengan suka rela menjadi orang tua asuh Jinyoung dengan maksud terselubung. Bersembunyi dalam kedok ayah angkat untuk memenuhi hasratnya sendiri. "You're the only one. My one and onl...