5- Lihat! Apa Itu Taring?

12.5K 843 11
                                    

Sebagai perempuan aku punya tiga standar untuk priaku:

1. Aku mau dia mencintaiku—Aku belum bisa memberi tanda ceklis untuk yang satu ini.

2. Aku ingin dia lebih tinggi dariku bahkan jika aku menggunakan stiletto dengan hak lima inci—Neil lolos.

3. Aku harap dia punya cukup uang untuk memenuhi kebutuhanku—Aku pikir Neil lebih mampu dari itu, dia multi-miliarder.

"Kau serius tinggal di sini?" Dia mengedikkan bahunya seolah semua ini bukan apa-apa.

Tapi tentu saja ini apa-apa. Maksudku memiliki satu lantai apartemen untuk diri kita sendiri dan itu penthouse, harus menguras uangmu. Apa pekerjaan untuk pria muda yang menghasilkan begitu banyak uang? Otakku memberiku dua jawaban tidak menyenangkan. Pengedar narkoba atau perdagangan manusia. Aku tidak suka keduanya.

"Ayolah, aku akan memasak untukmu," ucapnya dan dia menyeretku masuk. Tuhan tolong jangan biarkan dia menjadi penjual organ, aku masih butuh ginjalku.

"Apa pekerjaanmu?" tanyaku saat dia terus menyeretku melewati ruang tamunya. Itu ruangan yang mewah, dengan sofa kulit dan bufet kayu berukir. Jendela luas seperti di film-film yang memperlihatkan kota Chicago di malam hari, ini musim panas dan semua itu indah di luar. Aku ingin tahu, seperti apa saat musim dingin dengan salju jatuh melewati jendela yang berkabut.

"Bankir inventaris. Kau tahu, meger dan akuisisi. Itu membosankan aku yakin kamu tidak ingin membahasnya," jawabnya. Kami tiba di dapur dan pria ini aku harus yakin dia akan memenangkan kontes dapur idaman. Dapurnya luar biasa.

"Kamu benar-benar akan memasak?" tanyaku saat dia membuka lemari pendingin, mengeluarkan kentang dan daging domba yang terlihat segar.

"Tentu saja. Apa yang biasa kamu makan untuk makan malam?" Dia menyeberangi dapur, menghidupkan kompor dan menyiapkan panci. Dia terlihat terlalu bersemangat.

Aku mengikutinya, duduk di kursi untuk konter dapur. "Aku bisanya memesan layanan cepat saji. Pizza, burger, kadang-kadang masakan cina. Aku tidak pandai memasak."

Dia berputar dan melihatku dengan tidak percaya. "Serius? Tidak ada memasak?"

Aku mengedikkan bahuku. "Kadang-kadang aku memasak telur atau bacon. Pagi lebih sering sereal atau granola. Aku tidak punya banyak waktu dan masakanku selalu mengerikan."

"Aku akan memberikan apa pun untuk bisa memasak dan memakannya tiap hari. Aku merindukan rasanya makan," ucapnya, dia terlihat merenung seolah dia jatuh ke masa lalu yang jauh.

"Apa maksudmu?"

Dia melihatku, sekali lagi terlihat terkejut. "Maksudku aku rindu makan dengan seseorang gadis."

Aku tertawa. "Kamu tidak mungkin kekurangan gadis. Aku berani bertaruh untuk itu."

Aku berdiri mengitari meja dan berhenti di belakangnya. "Apa yang sedang kita lakukan?"

Dia melirikku melalui bahunya. "Memanaskan saus sementara daging dombanya sedang dipanggang. Bisakah kau mengaduk ini untukku? Aku harus mengurus sayur dan kentangnya." Dia menyerahkan sendok kayu padaku dan meleset ke wastafel untuk mencuci mereka.

"Kupikir aku tamu," gerutuku saat dia kembali. Aku tahu dia berdiri di bekakangku tapi aku tidak menyadari kalau ia sangat dekat. Jadi saat aku berbalik aku menabrak dadanya hampir jatuh ke belakang menghancurkan saus yang masih panas jika dia tidak menahan pinggangku.

"Kamu baik?" Tanganya dingin menembus kain gaunku, dan matanya menatap wajahku. Itu memanaskanku dan membuatku lupa caranya berpikir. Tidak, aku tahu caranya berpikir dan otakku sungguh sedang bekerja keras untuk berhasil membuat satu ciuman dengannya.

Stumble [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang