2- Aku Suka Namaku di Bibirmu

16K 1K 6
                                    

Menggigil mungkin adalah kata yang tepat untukku saat ini. Pria itu sekarang berlutut di depanku, matanya melihat lututku, melihat darah yang aku sendiri tidak ingin melihatnya lalu dia menghembuskan napas panjang, dan menaikkan tatapannya ke wajahku. Warna matanya tidak biasa, itu coklat kemerahan, akan mirip dengan batu ruby jika itu sedikit lebih merah lagi. Itu berkilau, memukau. Dia punya mata yang sangat cantik.

"Kau menyiksaku," gumamnya.

"Apa?" Aku tersadar dari lamunanku. Ingat bahwa dia hanya seorang pria asing.

Berhenti mengagumi setiap bagian dari tubuhnya Sadie! Dia hanya pria! Seorang Pria!

"Berikan saja kapas dan obat merah itu. Aku ingin ini cepat selesai," jawabnya. Rahangnya terkatup dengan tegang. Seperti menahan marah tapi kurasa bukan itu. Ada sesuatu tentangnya yang aneh. Well, semua tentangnya aneh.

Lalu jemarinya menyentuh kulitku saat dia membersihkan darah dari lututku, menekan dengan ringan luka sayatan di sana dan bagaimana jari itu terasa baik di kulitku, hampir membuatku mengerang. Kulitnya terasa dingin sangat dingin, padahal udara panas saat ini. Satu hal aneh lagi darinya. Tapi aku tidak peduli dengan hal itu, saat sekali lagi jarinya menyentuh pahaku untuk menahan kakiku, aku hanya berpikir betapa baiknya jika jari-jari itu berda di mana-mana. Menyentuhku, di setiap inci kulitku.
"Kau terengah," ucapnya. Aku hampir terlonjak kali ini.

"Oh, yah ... ehem. Aku ... aku hanya menahan sakit," balasku. Dia menaikkan alisnya tapi tidak berkomentar lagi saat akhirnya menutup lukaku dengan plester.

"Selesai." Dia berdiri dan sial dia benar-benar tinggi. Aku adalah pengisap untuk pria tinggi, karena aku diberkati dengan tinggi 180 senti, dan aku tidak akan merusak ego pria ini bahkan jika aku memakai heel lima inci.

"Terima kasih," ucapku.

"Bukan masalah."

Dan itu dia. Dia tersenyum. Sialan! Dia tersenyum dan itu mengubah semua fitur wajahnya menjadi malaikat. Sudut bibir yang tertekuk, memamerkan deretan gigi yang sangat cantik. Mata merah yang menghipnotis dan tulang pipi tajam yang mulia. Astaga, pria ini benar-benar cantik.

"Yah, aku sungguh berterima kasih dan maaf membentakmu tadi," ucapku. Aku menyeret pantatku untuk berdiri, tepat di saat ponselku mulai dengan dering menjengkelkan. Id di layarku menampilkan nama Cyril. Oke, pemotretan tentunya bisa menunggu. Cyril bisa menelan omelannya saat aku sudah berada di sana.

"Kau tidak mengangkat itu?" Dia melirik ke saku kemejaku, tempat ponselku masih menjerit.

"Aku akan. Hanya ...," aku mengulurkan tanganku, "Aku Sadie."

Dia mengernyit. Sialan!

Apa yang salah denganku hingga semua pria melakukan itu padaku. Perlahan aku menarik tanganku sebelum aku benar-benar kehilangan mukaku tapi di detik terakhir dia menangkapnya. Sekali lagi, jarinya dingin menggenggam tanganku dengan erat.

"Neil," ucapnya dan dia memerah atau mungkin pucat? Karena pipinya tumbuh lebih putih.

"Neil," ulangku, mencoba rasa nama itu di bibirku. Lagi, dia tersenyum. Tuhan, pria cantik ini tersenyum lagi. Aku menggigit bibirku untuk tidak bersorak seperti gadis gila.

"Aku suka namaku di bibirmu," ucapnya dan aku terengah.

Tuhan tolong, jangan biarkan pipiku memerah!

"Sadie?"

"Oh ... ya?" Aku tidak bisa menghentikan gagap dari suaraku.

"Bisakah aku mendapatkan nomormu?"

Sialan!

Jangan menjadi mudah Sadie! Buat ini sedikit sulit!

"Entahlah, aku pikir itu—"

"Aku hanya berpikir akan menyenangkan jika kita pergi makan malam. Tentu saja hanya jika kamu tidak keberatan," ucapnya. Dia melihatku dengan wajah berharap. Apa dia serius? Kencan?

Makan malam Sadie! Hanya makan malam!

"Aku pergi dengan adikku malam ini," balasku. Itu tidak bohong. Aku dan Abby akan pergi untuk membunuh pizza dan es krim malam ini. Itu rutinitas kami untuk malam akhir pekan.

"Sabtu malam akan menyenangkan," ucapnya lagi.

Astaga, dia tidak menyerah.

"Oke," jawabku dan aku harus menahan diriku lagi untuk tidak tersandung setelah mengetikkan nomorku ke ponselnya.

"Aku akan menelepon." Aku mengangguk dengan santai meski mentalku melakukan tarian Samba.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Stumble [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang