Chapter 7

600 40 7
                                    

Icha masih berusaha untuk meredakan amarah Atta. Dengan menawarkan beberapa makanan, Icha berharap Atta akan melupakan kekesalannya.

" Aku pesenin bakso ya Ta, " tawar Icha namun tak digubris.

Atta hanya diam. Wajahnya masih mendengus kesal dengan bibir lima senti kedepan. Tak perlu diceritakan, semua terlihat dari raut wajahnya. Atta menyimpan berbagai amarah yang tak tahu apa penyebabnya.

" Minumnya mau apa Ta? Hmm yang enak sih biasanya jus jeruk Ta, segerr. " tawarnya lagi yang hanya dibalas anggukan oleh Atta.

Tak lama, wajah masam Atta pun mulai berubah ketika makanan sudah terhidang.

" Aroma baksonya enak ya Ta,"pujian yang dilontarkan Icha pada bakso di depannya sedikit berhasil menyenangkan hati Atta dan penjual bakso yang tak sengaja mendengarnya. Makasih neng, hehe begitu katanya.
" Hmm"
" Kamu mau dikasih apa? Saus? Apa sambal? "tanya Icha
" Boleh, "
" Boleh yang mana? Sambal apa sausnya? " Senyum manis Icha terlihat saat tingkah temannya itu membuat ia harus menahan tawa.

" Dua-duanya, " ujar Atta
" Jangan lupa kecap nya juga. " pintanya lagi pada Icha dengan raut wajah yang datar.
" Siap. "

Walau wajah masamnya telah hilang, tak dipungkiri jika saat ini Atta sedang menyembunyikan perasaan senangnya. Terlihat dari bagaimana cara ia bersikap pada Icha.

" Tunggu! "tiba-tiba Atta memberhentikan Icha melakukan aktivitas dengan baksonya.

" Iya? "
" Kok bakso lo besar-besar? "tanya Atta, menunjuk mangkuk bakso milik Icha dengan garpu ditangannya. Kali ini Icha pun benar-benar tak dapat menahan tawanya.

" Kamu ada-ada aja, mau tukar? " tawar Icha berhasil menciptakan senyum sumringah Atta.

" Hehe, makasih Ichaaa. "
" Tapi, udah ga marah kan? " Icha menarik kembali mangkuk yang akan ditukarnya, meledek.
" Iyaaa, "
" Serius? "
" Icha, jangan sampe badmood gue balik lagi nih. "
" Iya iya, "

Kekesalan Atta berakhir dengan cara menukar bakso miliknya dengan Icha, semudah itu.

  ***

Andi tak sadar jika ia terus memerhatikan Atta dan Icha. Mendengar semua perbincangan mereka sampai Atta kembali ke keadaan baiknya. Tak ada niat buruk dari Andi, ia hanya ingin tahu sesuatu mengenai mereka dan kejadian di lapangan tadi pagi.

" Siomaynya ga enak bro?"tanya Rifqi memecah lamunan Andi.
" Eh? Ngga kok, enak. " Andi tersadar akan sikapnya yang ganjal pun melanjutkan untuk menyantap makanannya.

Belum lama ia kembali pada aktivitasnya, suara gebrakan meja terdengar keras membuat semua murid mendongak ke arah sumber suara. Semua perhatian teralihkan kecuali Rifqi, ia merasa tak tertarik.
Andi melihat tiga orang siswa dengan pakaian tak disiplinnya. Andi mengenali dua dari mereka, yang pertama adalah siswa dengan sepatu abstrak yang membentak Andi di depan gerbang tadi pagi. Sedangkan, yang satunya adalah siswa yang ia temui di ruang kepala sekolah yang kini sedang menggeram kesal tepat di hadapan Atta,
Seragamnya basah. Ya, Atta yang menyiramnya. Ntah apa yang menyulut kembali amarah Atta sampai-sampai ia melakukan hal itu.


" Huftt, mulai lagi kan. " keluh Rifqi sembari menghembuskan nafas dan memilih fokus pada makanannya.

Semua yang melihat hanya diam, mungkin ini menjadi tontonan yang asik bagi mereka atau mungkin ini begitu menyeramkan sehingga mereka tak berani melakukan sesuatu yang juga akan membawa mereka ke dalam jurang masalah.

Andi merasa bahwa akan terjadi sesuatu dengan Atta. Ia merasa siswa yang tak terima di permalukan itu akan membalas perbuatan Atta. Benar saja, siswa dengan pakaian basah itu sudah mencengkram gelas berisi jus jeruk yang ada dihadapannya. Tak banyak bicara, Andi berlari ke arah mereka mengahalau Atta dengan tubuhnya. Tepat saat siswa tersebut melempar seluruh isi gelas, Atta terselamatkan. Tak ada yang percaya dengan apa yang dilakukan Andi. Rifqi yang tak tertarik pun sampai tak bergeming melihat seragam Andi yang kini sudah basah dan dipenuhi bulir-bulir jeruk.

" Bukan begitu caranya memperlakukan seorang wanita. " ujar Andi pada mereka, terlebih pada siswa yang hendak menyiram Atta. Dalam keadaan seperti ini pun Andi masih bisa mengontrol dirinya.

" Sepertinya kalian tahu, bahwa hanya laki-laki pengecut yang berani menyakiti seorang wanita. " ujarnya lagi, berharap jika lawan bicaranya dapat mengerti dengan pesan yang disampaikannya.

Andi tak tahu bagaimana keadaan Atta di belakangnya, yang jelas Andi benar-benar harus tetap berada di tempatnya saat ini. Berusaha mengahalau serangan apa saja yang nanti akan diberikan oleh lawan bicaranya. Perkataan Andi membuat amarah siswa tersebut semakin tersulut, mungkin karena merasa sudah dipermalukan dua kali. Walaupun saat ini ia sedikit takut dengan tatapan tajam yang sedang diarahkan kepadanya, tapi ia akan lebih takut lagi jika ia tak bisa melakukan sesuatu yang memang seharusnya ia lakukan. Seumur hidupnya, Andi belum pernah sampai seperti ini. Peraturan ketat di pesantren memang sangat berat bagi sebagian orang, belum lagi dengan sikap tegas dari sebagian pengajar disana. Tapi, hal itu justru dijadikan Andi sebagai bahan pembelajaran. Ia pun tak mudah tumbang dengan hukuman yang siap diterima jika ia melakukan kesalahan,apapun itu. Kali ini beda, untuk pertama kalinya Andi membuat geram orang yang bahkan tak ia kenali sedikit pun.

" Lo siapa?Berani-beraninya ikut campur urusan orang. " ketus siswa tersebut.

" Dia anak baru disini. Jadi, dia ga tau apa-apa. Udah lah, kan gue bilang ga usah ikut campur. " Rifqi yang merasa jengah melihat kejadian ini, mencoba menarik Andi. Ia tak mau teman barunya mendapat masalah besar.

Bukannya menuruti, Andi mengelak saat Rifqi menarik tangannya. Tidak untuk saat ini, Andi merasa ia harus membantu mencari jalan keluar walau ia tahu resiko yang akan ia dapatkan. Tapi, jika sudah menyangkut soal harga diri seorang wanita ia tak akan tinggal diam, sampai kapan pun.

Rifqi mengerti maksud dari Andi dan membiarkan apa yang akan dilakukan oleh teman barunya itu. Rifqi berdiri di samping Andi, takut takut jika Andi mendapat serangan tak terduga, jadi ia harus bersiap.

" Hah? Anak baru? " siswa tersebut mengerutkan keningnya.

" Ya, saya anak baru disini dan saya sangat tidak suka dengan laki-laki yang tidak bisa menghormati seorang wanita, bahkan untuk wanita berhijab seperti mereka. " ujar Andi dengan penekanan.

" Lo tuh masih anak baru disini, ga usah sok jadi pahlawan! Lagian, menghormati? Sama cewek yg modelnya kaya gini? Alah munafik! " sebuah kata yang dilontarkaannya berhasil menohok hati dan pikiran Andi. Ntah pada siapa kata itu ditujukan, yang jelas matanya mengarah pada Atta.

" Sialan! " umpatan yang dikeluarkan Atta nyaris tak terdengar. Andi mencoba melihat keadaan Atta. keadaannya kini semakin kalut.
Wajah Atta memerah seketika.Lebih parah saat Andi pertama kali melihatnya. Tak hanya sorot matanya yang tajam, Andi juga melihat air yang mulai memenuhi kantung matanya. Atta sedang menahan sesuatu yang tak seharusnya jatuh saat ini.

Jangan nangis ya Atta,

Assalamu'alaikum, gimana kabarnya? Maafin author musiman ini yaa.

Ada kabar baru, nanti ada cerita baru yang akan aku up.
One more, jangan lupa baca Qur'an
Terima kasih

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

An-NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang