"DDOORRR!!" kaget seseorang dari belakang ku.
"Ish kamu ini bikin jantung aku ga sehat aja. Kalau aku kena penyakit jantung, mau tanggung jawab?" Ocehku
"Santai dong vy, calm down beib" goda Galen.
Panjang umur. Galen ini sahabat yang aku ceritakan sebelumnya. Kami bersahabat dari SD sampai SMA sekarang.
"Ih jijik tau ga len"
"Ah jijik jijik nanti juga suka" godanya lagi.
"Apa sih kamu tuh ya, udah ayo ke kelas ga denger bel apa?" Kataku lalu bergegas dengan langkah cepat sambil menunduk karena moodku yang lagi ga baik ini.
Dukkk. "Aw..." Kata itu refleks keluar dari mulutku karena aku jatuh.
Saat aku lihat dia yang aku tabrak masih bediri kokoh diatas sana. Melirikku sebentar kemudian berlalu begitu saja.
"Ih mentang-mentang kakak kelas bukannya bantuin malah lanjut jalan dasar cowok sialan!!"
"Heh ngapain kamu duduk di bawah gitu kayak suster ngesot hahaha"
"Galeeennnn!!!" Teriakku penuh penekanan.
"Iya apa sayang? ayo udah cepet naik aku gendong sampe kelas, abis jatoh kan?"
Tanpa pikir panjang aku naik ke punggung Galen lumayan kelas masih agak jauh.
Aku menceritakan semua kekesalanku ke kakak kelas tadi, Galen bilang kalau ketemu lagi bunuh aja. Gila.
"Udah nyampe di kelas tuan putri" kata Galen sambil berjongkok supaya aku bisa turun.
"Makasih upik abu" aku menahan tawaku.
"Ganteng kayak pangeran berkuda gini di bilang upik abu" kata galen sambil menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jari tangannya.
"Jijik len, udah sana ke kelas kamu"
"Yaudah pangeran ke kelas dulu, ayo kudaku yiiihhaaa" Galen benar-benar membayangkan sebagai pangeran berkuda.
"Kudaaaa bentar, tuan putri nanti pulangnya bareng kayak biasa tapi kali ini naik kuda" lanjutnya
"Iya pangeran Galen yang terhormat, lama-lama ga beres otak kamu" kataku.
"Yaudah ayo kuda yiiiihaaaa" Galen menuju kelas yang ga jauh dari kelasku. Aku hanya menahan tawa melihat kelakuannya. Dasar bocah.
Aku pulang diantar Galen naik kudanya. Eh naik motornya. Delvy? masih di sekolah karena ada ekskul paskibra. Jelas latihan paskibra sampai sore dan jadwal latihannya pun hampir setiap hari. Jadi aku biasa pulang bareng Galen karena motornya kubiarkan dibawa Delvy. Kalau Galen gaada, aku harus naik kendaraan umum.
Aku masuk ke rumah. Ada mama sedang nonton TV.
"Assalamualaikum ma" kataku langsung mencium punggung tangan mama.
"Delvy mana? Latihan? Kamu pulang bareng Galen?"
Aku mengangguk setiap pertanyaan mama.
"Kamu kok ga punya kegiatan positif kayak Delvy? Tungguin Delvy kek. Kalian kan kembar masa pulang aja misah? Gausah pulang bareng Galen lagi. Tungguin Delvy sampai beres latihan. Kalau perlu kamu ikut paskibra sekalian"
"Tapi ma Delvy kan pulangnya sore terus-" jelasku dipotong ucapan mama.
"Kamu ini alasan terus. Ga pernah nurut sama mama. Tinggal tungguin apa susahnya"
"Iya ma" aku langsung ke kamar, enggan berdebat dengan mama. Selalu kalah. Semenjak papa pindah tugas ke luar kota. Mama semakin sering mengomeliku.
Aku menuju meja belajarku. Menyimpan tasku. Berpikir sejenak. Entahlah pikiranku kacau kali ini. Dengan tiba-tiba air mataku jatuh membasahi pipiku. Kenapa mama selalu membela Delvy? Kenapa mama ga pernah dengerin penjelasan aku sampai akhir? Kenapa? Kenapa hah?! Apa karena aku ini anak bonus? Apa aku anak yang ga diinginkan? Apa aku hanya merepotkan? Aku ga ngerti sama hidupku ini.
Aku melirik meja belajarku, ada silet disana. Aku berpikir untuk menyakiti diriku sendiri.
================================
Menyakiti diri? Dengan silet? Mau diapakan? Apakah kalian pernah menyakiti diri kalian? Itu ga baik. Sungguh
Jika suka silahkan vote dan commentnya
Jika ada krisar dengan senang hati diterima, silahkan comment ya

KAMU SEDANG MEMBACA
Mental Breakdown
De TodoTentang permasalahan hidup yang membuat mental jatuh, baca dulu saja siapa tahu sama dengan kisahmu ✨ [150518] 26 #menderita [300519] 14 #unhappy