십이

320 72 28
                                    

Ada yang nunggu??  Dan sekarang lagi begadang???


Happy Reading Guys


















   Usai menyelesaikan acara makan siang, nenek kwon masih menahan Seokmin untuk tinggal sedikit lebih lama lagi. Tidak seperti Soonyoung yang dari raut wajahnya sudah tidak enak dilihat -menurut Chan- yang sekarang malah meninggalkan mereka dan mengurung diri di kamarnya.

Karena Seokmin yang tiba-tiba mengatakan akan pulang nenek kwon tidak bisa memberi buah tangan untuk dibawa pulang Seokmin. Hanya beberapa makanan ringan seperti kue kering -buatan Soonyoung- dan teh yang diproduksi dari perkebunan milik keluarga mereka. Untuk kue kering tentu saja nenek kwon bersekongkol dengan cucu laki-lakinya untuk bungkam dari Soonyoung. Mana tau dia marah.

Dengan senyum cerah seperti sinar mentari hari ini, Seokmin menerima hadiah yang diberikan untuknya dengan perasaan gembira dan mata berbinar-binar. Tidakkah makanan enak ini sayang untuk dilewatkan? Begitulah pikir seorang Lee Seokmin -pria yang berumur lebih dari seperempat abad.

Acara perpisahan itu harus berakhir tatkala dering ponsel Seokmin yang menandakan ada pesan masuk. Dari Jaehyun yang menyuruh untuk segera kembali ke villa karena mereka sudah siap untuk kembali pulang.

   "Temanmu sudah menyuruh segera kembali?" tanya nenek kwon yang dibalas dengan senyuman Seokmin seperti meminta maaf. Sungkan.

   "Iya. Jika begitu aku pamit nenek. Terima kasih telah menerima dengan tangan terbuka selama aku berkunjung." Seokmin mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan nenek kwon.

   "Memang seharusnya begitu." balas nenek kwon sambil mengusap punggung gagah Seokmin.

   "Tunggu sebentar hyung, aku panggil noona dulu." Chan yang akan beranjak dicegah oleh nenek kwon.

   "Tidak perlu. Biarkan Seokmin sendiri yang menghampirinya, noonamu itu keras kepala." nenek kwon malah mempersilahkan Seokmin yang notabenenya pria asing menemui cucu wanitanya, di kamar pula.

Chan tidak mengerti, tapi mengiyakan saja. Toh noonanya bisa bela diri jika sesuatu terjadi.

Seokmin ragu sebenarnya tapi sudah mendapatkan izin dari sang pemilik rumah. Ya sudah, terima saja. Dan diberi tahu jika kamar Soonyoung yang pintunya bercat hitam dengan stiker hamster dibeberapa bagian dan sebuah gantungan berbentuk bintang.

Ketika tinggal beberapa langkah lagi pintu itu sedikit terbuka -karena Soonyoung baru saja dari dapur- ia mendengar suatu yang membuatnya mengerutkan keningnya hingga tercetak beberapa kerutan disana.





❤❤❤❤❤



   Soonyoung masih saya bermonolog ria sambil sesekali menyesap teh mint favoritnya dan memandang taman di samping rumah lewat jendela disebelahnya.

   "Andai waktu itu aku tidak menerima permintaan dan ikut masuk mungkin kesialan ini tidak akan terjadi."

   "Sudah bodoh, bagaimana bisa aku ceroboh seperti ini. Mungkin kau memang ditakdirkan untuk mengingatkanku agar tidak lagi mengulang kesalahan yang sama." tangan halusnya mengelus perut -sedikit- buncitnya itu.

   "Hah! Mungkin memang hanya Ayah satu-satunya pria yang bisa kupercaya." lanjutnya pelan dengan nada sendu akan sarat kerinduan yang mendalam.

   "Alangkah baiknya aku pindah setelah ini. Kita akan mulai kehidupan yang baru. Lembaran yang diisi kita berdua. Tak ada yang lain, apalagi kehadiran Lee berengsek Seokmin."

   "Apa maksudmu noona??" suara lain menyahut.

Tubuh Soonyoung menegang. Tidak berani untuk menoleh maupun bergerak seinci pun. Tangannya seperti menjadi lemah hingga tak kuasa memegang cangkir teh itu dan berakhir jatuh terpecah beberapa keping. Cipratan air hangat yang mengenai sedikit kakinya tak ia hiraukan.

Dia tau suara ini.

   "Sebelumnya maaf apabila aku lancang sedikit mendengarkan apa yang noona katakan. Tapi bisa jelaskan maksud kalimat itu padaku??" nada suara Seokmin sedikit menuntut. Iya, itu Lee Seokmin.

Hening.

Tak ada jawaban Soonyoung. Ia memilih bungkam, enggan berniat menjelaskan sedikitpun. Pikirannya kacau dalam hitungan detik. Sehingga Seokmin berinisiatif mendekati Soonyoung yang berarti lebih masuk ke dalam ruangan yang didominasi warna pastel itu. Tangannya mencoba meraih pundak Soonyoung namun ditepis Soonyoung yang berdiri dari duduknya.

Sepasang matanya tak berani untuk menatap Seokmin yang berada di depannya, ia menundukkan wajahnya. Tubuhnya sedikit bergetar, jari-jari tangannya memilin ujung sweater abu-abu pemberian neneknya, bibir bawah yang kini terdapat darah segar -karena ia gigit terlalu kencang- dan jangan tanyakan detak jantung yang berdebar kencang karena merasa ketakutan bahkan keingat dingin mulai bermunculan.

Soonyoung perlahan berjalan mundur menghindar dari jangkauan Seokmin yang sebenarnya percuma karena masih berada di kamar yang sama.

Satu langkah mundur berarti satu langkah maju Seokmin.

Tak ingin menyerah, Seokmin mencoba meraih kembali pundak Soonyoung. Namun masih tetap saja ia menepisnya. Hingga tembok kokoh di belakangnya menghentikan Soonyoung untuk melangkah lebih jauh. Yang artinya tak ada lagi jalan lagi untuk menghindar -kecuali keluar kamar secepat mungkin yang kenyataannya mustahil.

   "Keluar...." bisik Soonyoung dari bibirnya. Tentu saja tak membuat Seokmin mundur dengan apa yang telah ia lakukan.

   "Jelaskan dahulu padaku apa maksud kalimat yang noona katakan??!" desak Seokmin kembali. Sambil mencoba memegang kedua tangan Soonyoung.

   "Keluar. AKU BILANG KELUAR!!!!!" Soonyoung akhirnya berteriak hingga sedikit membuat Seokmin kaget dengan respon Soonyoung. Chan dan nenek Kwon yang samar mendengar teriakan itu tanpa suara mendekat ke arah kamar.

   "Noona..." Seokmin kembali membujuk agar Soonyoung buka suara.

   "KELUAR DARI SINI!!! KELUAR!! KELUAR!!!!!!" Soonyoung berteriak berteriak histeris. Tubuhnya yang bersandar pada tembok kini luruh hingga di lantai. Pikirannya kacau, salah satunya dan bagian terbesarnya adalah mengingat malam itu. Tangisannya pecah membuat Seokmin tak berani lagi untuk mengucap kata-kata lagi. Apalagi mengambil tindakan untuk menenangkan karena ia yakin Soonyoung semakin tidak terkontrol.

Nenek Kwon yang tiba dengan Chan langsung mendekati Soonyoung. Chan mendengus kesal melihat Seokmin yang hanya memandang tanpa melakukan apapun untuk menolong. Ia kira Seokmin bisa dipercaya, nyatanya?? Sungguh menjengkelkan -batinnya.

Menoleh, nenek Kwon memberi isyarat Seokmin untuk meninggalkan kamar ini. Sebenarnya Seokmin tidak ingin karena ia merasa belum menemukan jawaban atas pertanyaannya tapi ia tak punya pilihan lain, melihat Soonyoung histeris. Akhirnya dia menundukkan kepala dan pamit untuk kembali.

   'Esok atau lusa pasti aku bisa mendapatkan jawabannya' Seokmin meyakinkan diri.
















TBC





Apakah part ini yang kalian cari dan tunggu?? Wkwkwkwkwk 😄

Maaf kalo nggak ngefeel yaaa 😭😭 semoga kalian suka ehehehe 😄😄😄

Kalo udah baca jangan lupa click star, tulis comment, masukin ff ini ke library kalian dan click to tombol follow akun ini biar nggak ketinggalan kalo aku update 😄😄 #ala_yutubers_tapi_ini_wattpaters/? kwkwkwk

What Should I Do??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang