12.down-2

3K 112 5
                                    

Saat kaca itu pecah, maka seperti apapun mengembalikan kaca itu seperti semula, tidak akan bisa. Sama hal nya dengan hatiku saat ini.🥀

Di kamar.

Sekuat kuatnya hati ini jika sudah patah, akan sulit untuk menjadikanya seperti semula. Pandanganku saat ini kosong, menatap ke arah korden menatap langit yang hitam pekat, angin menghembus kencang membuatku merinding di tengah malam. Kutatap bintang bintang yang ada di langit membuatku teringat kejadian beberapa jam yang lalu, kejadian dimana bodohnya aku menunggunya dibawah air hujan.  Sungguh aku berjanji tidak akan melakukan perbuatan itu lagi.

"Belom tidur?" Suara berat terdengar di ambang pintu. Kutatap sorot matanya yang terlihat mengantuk, ya itu kak Vanno.

"Belom." Aku menatapnya dengan pandangan gusar. Lalu kak Vanno berjalan mendekati kearahku.

"Udah gak usah di pikirin, lo butuh tidur." Ucapnya menenangkan. Tak biasa seorang Vanno bersikap seperti ini. Aku hanya mengangguk sebagai tanda menanggapi nya. Ia berjalan keluar kamar, mungkin kembali untuk tidur.

Aku meraih ponselku diatas meja. Hari ini aku belom sama sekali memainkan ponselku. Saat aku menyalakan ponselku terdengar beberapa deruan notif. Dari sekian pesan yang masuk, kulihat Bryan mengirimkan pesan sekitar 3 jam yang lalu. Aku mengabaikan pesan tersebut. Untuk membacanya saja aku malas, apalagi membalasnya..

~00.00~

Ini sudah sangat larut. Tapi kenapa aku masih saja belum mengantuk?  Sedari tadi aku sudah perpindah pindah posisi untuk tidur. Mulai dari tidur menghadap lemari, menghadap korden, terlentang, tengkurap, bahkan hingga ku coba tidur di sofa sama sekali gak bisa membuatku merasa nyaman. Ku nyalakan deruan musik dari ponselku, nada nada itu terdengar nyaring di telingaku, menenangkan setiap pikiran, membuatku nyaman mendengarkannya hingga tanpa sadar mataku mulai terlelap. Lama makin lama semakin gelap, dan iya ini sudah gelap. Aku tertidur untuk malam ini 01.20.

~07.00~

Mataku mulai mengerjap beberapa kali. Ku lihat jam di sudut ruang kamarku. Oh syit pukul 07.00 itu artinya aku sudah terlambat, dan oh tidak Bu Endah guru mapel matematika yang terkenal galak itu mengajar jam pertama di kelasku.  Yatuhan kenapa bisa aku lupa mengaktifkan alarm.
Tanpa mengambil aba aba aku berlari menyeret handuk lalu terbirit-birit ke kamar mandi. Belom sampai aku melangkahkan kakiku masuk kamar mandi kakiku sudah lebih dulu terpeleset jatuh ke lantai. Begitu sakitnya pantatku mencium lantai saat ini. Sungguh sialnya hari ini.

"Maaa kak Vanno mana? " Ucapku seraya membenarkan posisi dasi yang sudah tak beraturan itu.

"Udah berangkat 15 menit yang lalu" Ucap mamaku begitu entengnya. Lalu aku ke sekolah naik apa? Ah kenapa semuanya terasa aneh bagiku.

"Mama kenapa gak bangunin aku sih. Kan jadi telat gini" Ucapku sambil melahap roti yang sudah di siapkan mama sedari tadi.

"Kamu udah gede gab" Ucapnya sambil merapikan anak rambutku yang tak beraturan. Rupanya penampilanku kali ini terlihat berbeda dari sebelumnya. Ah biarkan toh ini semua kan terburu buru.

"Ah mama gak seru" Ucapku berlari keluar rumah. Dan menemui langganan gojekku waktu SMP lalu. Sedangkan mama hanya tersenyum ulas sambil menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah lakuku yang menyebalkan.

Gerbang SMA garuda sudah di tutup 30 menit yang lalu. Dalam sejarah buku Gaby baru kali ini ia terlambat hampir sejam lamanya.  Ia berlari mendekati Pak Mukidi satpam yang sudah lama menjaga pagar sekolahan.

"Pak pak bukain pak, sekarang kelas saya waktunya Bu Endah pak, bapak tau kan Bu Endah orang nya kayak apa. Emang bapak gak kasihan sama saya pak kalo di hukum sama Bu Endah" Ucapku dalam satu nafas sekaligus. Betapa hebatnya aku jika terlambat.

"Maaf ya non Gaby, sudah peraturannya jika ada murid yang terlambat tidak bisa masuk sekolah" Ucap Pak Mukidi kalemnya.

"Ayolah pak kalo saya hari ini gak masuk salah bapak loh. Salah siapa orang mau nyari ilmu dilarang" Ucapku penuh penekanan seakan akan perkataanku benar semuanya.

"Yaudah non boleh masuk, tapi jangan bilang kalo saya yang ngebolehin non masuk ya. Kan non sendiri yang maksa saya. Saya teh orangnya gak tegaan non" Mendengar perkataan tersebut Gaby tersenyum penuh arti. Pak Mukidi menengok kanan kiri memastikan kesegala sudut halaman sekolah.

Dan Yap aku sudah berada di depan kelasku. Rupanya Bu Endah sedang menerangkan bab selanjutnya. Aku berfikir bagaimana caranya untuk masuk kedalam kelas tanpa di ketahui oleh Bu Endah. Kurasa tak semudah itu Ferguso, akhirnya kulangkahkan kakiku menuju kantin. Oke hari ini seorang Gaby bolos mapel matematika. Aku pastikan hanya sekali saja aku bertingkah seperti badgril.

Kringggg kringgg kringggg...
Bel berbunyi pertanda istirahat. Area kantin yang awalnya hanya ada aku kini mulai ramai. Ku lihat Jessie berjalan menghampiriku.

"Gua kira lu gak masuk gab, tumben tumbenan lu bolos kesambet setan apaan lu gab, lu waras kan gab" Jessie langsung menyerangku dengan beberapa pertanyaan. Kurasa ini sama dengan introgasi. Yap seorang Gaby sedang di introgasi.

"Gausa lebay, gua telat gara gara lupa nyalahin alarm. Gua bolos soalnya gua gak berani masuk jam nya Bu Endah" Kataku sambil menoyor kepala Jessie dengan lincah.

"Yeee lu mah gitu" Ucap Jessie nyolot.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Setelah bel berbunyi pertanda jam istirahat telah usai, aku bersama Jessie berjalan menuju ke kelas. Tiba tiba dari arah berlawanan kulihat Bryan berjalan mendekat kearahku. Aku berusaha menghilangkan pandanganku dengannya, aku bertingkah seolah olah tak melihat kedatangan Bryan. Tapi dengan begitu kasarnya Bryan mencekal tanganku sedikit menarik. Mata pekat itu, mata yang biasanya menatapku tajam kini menatapku seduh sedikit menenangkan. Aku benci situasi seperti ini. Dengan kuatnya tanganku menepis tangan kekarnya. Aku tidak menolehkan kepalaku sedikitpun kearahnya. Pertanda seorang Gaby kecewa besar. Bagaimana tidak? Dia sudah mengecewakanku berkali kali. Aku berjalan melewati Bryan yang terpaku menatapku.

"Maafin aku kemarin gak bisa nepatin janji aku. Perkara memaafkannya atau tidak itu terserah kamu" Langkahku terhenti mendengar perkataan itu. Kata kata yang singkat mampu membuatku menoleh menghadap kearah nya. Kulihat wajah datarnya yang begitu serius, terlihat disudut matanya jika dia benar benar serius saat ini.

Tapi tanpaku menjawabnya aku kembali berjalan kearah kelasku. Yah aku menghiraukannya, aku masih belum bisa memaafkannya untuk saat ini. Mungkin aku butuh waktu untuk berfikir apakah dia pantas untukku maafkan? Apakah dia tulus mengucapkan itu tadi?. Masih banyak pertanyaan yang perlu aku pikirkan. 
Aku memasuki kelasku dengan wajah sendu mataku tak henti hentinya menatap kearah depan. Aku menghiraukan suasana kelasku yang begitu rame.
Mungkin kecewaku ini berlebihan. Ucapku dalam hati.

 Cool Girl & Ketua Osis✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang