0.2 I . . . don't love him

38 20 5
                                    

Kini Chanwoo dan Lily sedang berbaring di kasur Lily, Chanwoo merelakan lengannya untuk dijadikan bantalan.

"Lily, hentikan!" Ini sudah 5 menit berlalu tapi Lily masih saja mengusakkan wajahnya di dada Chanwoo.

"2 menit lagi, Ka. I missed your smell."

"What do I smell like ?"

"Home,"

Chanwoo mengernyit, "Kenapa rumah ? Memangnya aromaku seperti debu"

Lily merotasikan bola matanya diam-diam,"Maksudku, aromamu itu membuatku nyaman. Begitu saja kau tidak tau, payah! Pantas saja hubunganmu dengan Ka Meiqi tidak mengalami kemajuan! Lagipula cici itu kan cantik sekali, kau ini tidak sadar diri atau bagaimana sih."

"Astaga memangnya aku seburuk rupa itu di matamu ? Bicaramu ini seperti hubunganmu dengan Hwall mengalami kemajuan saja."

Lily berhenti mengusakkan wajahnya, "Aku memang menyukai Hwall, tapi bukan berarti ingin memiliki hubungan dengannya."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu, kulihat teman-temanmu banyak yang mendekati teman-temanku, sedangkan kau ? Sekadar mengirim pesan singkat saja tidak mau, kau ini gengsi sekali."

"Bukannya gengsi, tapi aku memang tidak mau. Memang apa yang salah dari menyukai seseorang tanpa terikat hubungan dengannya ? Ayolah Ka, berkaca dari pengalaman masa lalu, terikat hubungan dengan seseorang itu melelahkan, dan aku tidak suka dikekang. Kau kan ta-" Chanwoo membekap Lily dengan telapak tangannya, tidak hanya menutupi mulut tetapi seluruh wajahnya_-

"Cerewet!" kekeh Chanwoo. "Sudahlah, berhenti meracau! Kau ini sudah mengantuk, Lily"

Hening. Namun beberapa detik kemudian Lily kembali bersuara.

"Ka, kau ingat Patung Es yang kuceritakan waktu itu"

"Na Jaemin maksudmu ?"

"Terserahlah siapa namanya,"

"Yeah, kenapa ? Kau naksir yaaa ?" ujar Chanwoo sembari menaik-turinkan alisnya.

"Tentu saja tidak!!" sergah Lily "Tadi saat upacara, dia berdiri di sebelahku dan untuk pertama kalinya dia tertawa. ASTAGA PATUNG ES ITU BISA TERTAWA!! Aku bahkan tidak pernah melihat dia tersenyum sebelumnya." Matanya menerawang mengingat kejadian tadi pagi.

"Jadi, bagaimana ?" Chanwoo membenarkan posisinya menatap sang adik.

"Hm, biasa saja."

"Hey, kau harus menilainya secara objektif."

"Ck. Baiklah, dia . . ." Lily membuat pola abstrak di dada Chanwoo dengan telunjuknya. " . . . manis. Dia terlihat manis saat tertawa seperti tadi."

"Jadi, kau mulai menyukainya ?"

"Tidak. Aku tetap membencinya."

"Gosh, memang apa alasanmu membencinya ?"

Hm, apa ya ?

Apa karena wajahnya yang selalu datar sepanjang waktu ?

Apa karena rambutnya yang berantakan ?

Apa karena seragamnya yang selalu kusut ?

Apa karena lengan kemejanya yang lebih panjang dari lengan jas almamater ? Ugh, sesibuk apa sih dia sampai tidak sempat melipatnya ?!

"See ? Kau tidak punya jawaban untuk pertanyaan sesederhana itu."

"Tapi-"

"Lily, kau yakin itu bukan cinta ? Benci dan cinta itu hanya dibatasi oleh sekat setipis kulit ari."

"Jatuh cinta padanya ? Kau gila, ya?!"

Karena gila adalah ketika kau membenci seseorang sampai batas tertentu tetapi orang-orang justru mengira kau mencintainya.

"Kenapa tidak ? Na Jaemin tidak pernah memperlakukanmu dengan buruk, dan kau . . . membencinya tanpa alasan ?"

"Kau membuatku bingung. Sudahlah, aku mau tidur!"

Aku . . . tidak mungkin mencintainya, kan ?

A Pinch of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang