Setiap perairan pasti punya gelombang menuju daratan. Ending juga mempunyai pengenalan yang cukup untuk mempermudah dalam memecahkan nya. Begitu pula dengan aku yang akan mengenalkan kisah ku sebelum aku berbicara tentang dirinya
...
Terdengar jelas hujan deras yang menghantam atap ruangan. Mata ku terbuka dan melihat ruangan dengan susunan lemari mengelilingi ruangan berukuran 15 x 20 meter. Riuh rendah bahkan suara tangis mengisi udara yang melintas di langit - langit ruangan. Aku ada dimana?. Bapak dan Ibu kemana?. Lantas mereka semua itu siapa?.
Pagi ini menumpahkan air matanya selaras dengan perasaan ku yang kini berada jauh dari tanah kelahiran, jauh dari sosok orang tua, jauh dari kata bahagia, rindu?. Padahal baru tadi malam mereka mengantarkan aku untuk menetap disini, tuk menggali kebaikan yang akan aku tumpahkan di tanah kelahiran. Kalau kalian ingin tahu dimana sekarang aku berada. Aku berada di salah satu ranah suci di Jawa Tengah.
Aku segera mengambil buku di dalam tas. Menarik selimut dan menumpahkan semua perasaan dalam sebuah puisi :
Disetiap warna pasti ada warna yang lain.
Kenapa harus saat ini aku mendapatkan warna lain?.
Kenapa harus disini aku mendapatkannya?.
Mengapa harus seperti ini jalannya?
Tega sekali mereka membiarkan warna lain yang tak aku inginkan.
Aku ini elemen yang rapuh walau terlihat kuat.
Elemen seperti aku butuh payung.
Butuh untuk teduh dalam riuhnya kehidupan.Sirine berteriak lantang. ' Satu, dua, tiga,... ', pengurus ranah sudah mulai menghitung sampai sepuluh hitungan. Aku dan yang lainnya bergegas menuju masjid untuk melaksanakan sholat shubuh dan pengajian sentral. Pengurus ranah sudah berdiri di depan pintu-membawa bambu kecil, siap untuk mendaratkan ke tangan anak yang terlambat keluar dari kamar.
Hujan masih turun, walau sudah tinggal rintik. Udaranya dingin, sehingga aku memakai jaket untuk menghangatkan tubuh.
'Se... pu... luh...', ucap pengurus lantang.
'Plak!', bunyi sabetan bambu di tangan. Untung saja aku sudah keluar dari kamar-berlari melewati rintik hujan....
Pengajian sudah selesai, matahari sudah mulai naik ke permukaan. Aku segera kembali ke kamar, mengambil gayung, alat mandi dan berlari ke kamar mandi. Salah satu alasan untuk berlari secepat mungkin. Karena kamar mandi yang tersedia hanya puluhan, sedangkan jumlah orang yang ingin mandi sekitar ribuan.
Seragam putih-biru sudah melekat di badan, sepatu sudah terpasang, tas telah menunggangi punggung. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.30. Aku belum mengenal siapapun. Berjalan sendiri menuju sekolah. 5 menit sampai. Aku tidak tahu harus menuju kemana. Aku takut, itulah alasan kenapa dari kemarin belum memiliki satupun teman. Ada sosok perempuan berhijab rapih memakai batik berdiri di depan kelas. Dengan keadaan terdesak ini, secara terpaksa aku mendekat dan melontarkan pertanyaan padanya. Dari papan nama di bajunya sih, namanya Jannah. Tapi aku takut keliru, barangkali saja itu bukan baju miliknya.
"Bu punten, kalau tes kelas unggulan tuh dimana? "
" Di lantai 2 nak"
"Makasih bu"
Aku segera menaiki tangga. Menuju ruangan tersebut. Ruangan sudah ramai,Laki-laki dan perempuan masih dalam satu ruangan. Guru dengan memakai baju dinas. Dari raut wajah-umurnya mencapai angka kepala 4. Kepala nya dibalut oleh hijab yang warnanya sepadan dengan baju dinasnya.Tengok kanan-kiri, mereka mempunyai teman masing-masing dan sedang berbincang. Lagi-lagi aku hanya mematung sambil menunggu dipanggil oleh beliau.
"Nak sini" tangannya menunjuk aku.
Aku disuruh praktik sholat shubuh dan melafalkan doa sehari-hari.Usai praktik aku menunggu pengumuman dan akan memulai kisah pada hari esok.
...
Yang sudah baca, terimakasih karena telah menyempatkan waktu untuk membaca ceritaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas
Teen FictionSiapa sih namanya? Apakah dia memiliki keinginan yang sama dengan ku? Tapi pertanyaan tersebut selalu dikubur sedalam-dalamnya hingga tak terlihat. Katanya diam itu emas. Tapi ntah untuk yang satu ini. apakah benar bahwa diam itu emas?. selamat...