Our Last Bow

476 54 39
                                    

"...Sensei, bangun."

Kedua matamu terasa lengket, tetapi rasa kantuk itu masih tak mau hilang. Malas sekali rasanya mau menggerakkan satu helai bulu mata pun. Suara yang terkesan dingin itu terdengar samar-samar, lalu disusul oleh suara pemuda lain yang lebih khas.

"Sudah kubilang, Ryuunosuke, sebaiknya kita tidak ganggu dia. "

"Tidur di meja seperti ini tidak sehat, Chuuya, nanti Sensei sakit." 

Tanganmu terasa kebas karena telah menjadi tumpuan selama kamu tidur pada meja kerjamu. Terpaksa kamu bangkit dari posisi rileksmu di kursi, lalu menggosok-gosok matamu yang terasa basah. Pandanganmu buram, kamu hanya bisa melihat bayang-bayang hitam dan oranye di sisimu.

Seseorang berkepala pirang menyodorkan kacamata milikmu kepadamu dengan cepat.

"Silakan, Sensei," katanya semangat, "mau kuambilkan air? Teh? Jus kaleng?"

"Aku baik-baik saja..."

"Hah, baik-baik dari Hongkong," cetus pemuda berambut jingga dengan kesal, "ini sudah kesekian kalinya Sensei tidur di meja. Kami 'kan sudah berkali-kali bilang, kalau mengantuk ya tidur di kamar! Percuma itu panel digambar bagus-bagus kalau ujung-ujungnya ketumpahan iler!"

Buru-buru punggung tanganmu menyapu sudut bibir. Ah, mana ilernya? Kering. Mendengus menahan tawa, lagi-lagi kamu menggosok matamu yang masih terasa lengket setelah mengangkat sedikit kacamata di wajahmu. Mulutmu menguap lebar sampai air mata kantuk turun dari matamu.

"Tenang Chuuya," kamu menunjukkan meja kerjamu dengan kertas-kertas putih berarak di atasnya, "aku tidak sedang menggambar atau membuat storyboard."

"Kalau begitu, tidur!"

Si rambut hitam yang bernama Ryuunosuke menyikut lengan Chuuya agar dia berhenti membentakmu. Tidak terima, ia balas menyikut Ryuunosuke lebih keras sambil melirik tajam. Yang diserang tidak membalas dan hanya terbatuk pelan. Tadinya kamu ingin bertanya di mana sang adik, tetapi pertanyaanmu dalam hati langsung terjawab tatkala kamu tak sengaja melihat sosok yang keluar dari toilet.

Tanpa kamu suruh, Ichiyou telah membawakan sekaleng jus jeruk dingin dengan ekspresi khawatir. Kamu mengambilnya dan berterima kasih dengan suara pelan.

"Sensei," katanya penuh perhatian, "serius deh. Kalau Sensei tidak tahan tidur dua jam sehari setiap minggu, lebih baik Silver Wolf's hiatus dulu. Minimal, dua minggu deh, atau sebulan, aku hampir tidak pernah melihat Sensei tidur sebulan kebelakang."

"Aku dan Gin tidak keberatan," tambah Ryuunosuke.

"Penggemar juga tidak akan keberatan kalau cuma dua minggu saja," kedua tangan Chuuya terlipat di dadanya, "setidaknya kau bisa jalan lagi sama pacarmu yang menyebalkan itu!"

...hah? Pacar? Pacar yang mana? Kapan jadiannya? Saraf-saraf dalam kepalamu rasanya lambat sekali merespon, ya wajar lah, kamu memang hampir tidak tidur selama sebulan kebelakang lantaran deadline gila-gilaan dari Mori Ougai. Pria berusia empat puluh tahun itu adalah editor yang bertanggung jawab untuk manga Silver Wolf's milikmu.

Jangan salahkan dia dulu, Kawan. Mori Ougai adalah editor hebat. Sejak ia ikut serta dalam penulisan Silver Wolf's, manga  garapanmu itu laris manis sampai putri-putri kecil tetanggamu pun merengek kepada ayahnya untuk minta digambari secara personal olehmu. Bayaranmu sekarang bahkan sanggup menanggung asisten-asisten baikmu ini, mulai dari Nakahara Chuuya, Higuchi Ichiyou, dan bersaudara Akutagawa.

Sayang sekali, uang sebanyak itu rasanya jadi tidak berarti. Tinta dan alat gambar 'kan harus dibeli, kertas dan tone juga. Belum lagi ongkos untuk pertemuan dengan kolaborator kalau ada. Waktu istirahat pun, sayangnya, tidak bisa ditebus dengan uang. Siapa bilang jadi mangaka  itu menyenangkan? Tekanannya dari mana-mana, tahu, mulai dari editor, fans, kritikus, sampai penyedia konten bajakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Silver Wolf's : Bungou Stray Butler!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang