"Jungkook.. lo dimana?" runtuh pertahananku ketika mendengar suara adikku panik mendengar ku menangis.
"Gue penhen pulang, kook... Gue sakit gue gakuat... please... gue tunggu di taman. Lo harus jemput gue, Ok?"
Beberapa saat kemuadian, aku melihat mobil sedan Jungkook berhenti dan dia langsung memlukku yang masih duduk menunggunya.
Aku menguatkan pelukannku dan menumpahkan kesakitanku yang amat sangat. Dan Jungkook, membantuku berdiri tegak dan membantuku masuk kedalam mobil.
"Lo mau kita pergi kemana, kak?" Dia menyerahkan tisu dan aku mengambilnya untuk menghapus air mata yang masih membanjiri wajahku.
"Kemana saja." Hanya itu jawabku.
"Oke deh kak. Tenang... menangis aja kalo lo masih sakit." Dan aku mengangguk.
Jungkook menjalankan mobilnya dan membawaku ke suatu tempat yang biasa kami kunjungi bila sedang sakit sendiri.
"Gue mencintainya, dek. Diatas perbedaan. Di atas nama persahabatan. Tapi kenapa, dia dijodohkan dengan Yoonji? Sahabat gue sendiri? Gue gak bisa terima hal itu, sakit Jungkook, sakit...." Aku terduduk di pasir putih di sebuah pantai yang sangat sepi, dengan air mata terus menetes membasahi wajah dan rokku kini.
Jungkook yang awalnya berdiri, langsung duduk dan memelukku erat. Seolah ingin mentransfer kesakitan yang kurasa agar dapat dia rasakan juga.
"Apa yang harus gue lakuin dek apabila bertemu dengannya? Malam ini, gue janji akan bertemu dengannya di cafe ntuk nemenin dia. Gue gak sanggup, hati gue hancur kook... tolong gue..." Aku memukul dadanya pelan di pelukannya. Air mataku membasahi kemejanya.
"Kuatlah, kak. Gue yakin, sangat yakin lo kuat. Lo teguh." Hanya itu yang diucapkan Jungkook padaku. Dan aku menggeleng. Tak menyetujui ucapannya.
"Yang jelas, lo lebih beruntung kak karna dia masih hidup walau tak bisa lo miliki hatinya, daripada lo bisa memiliki hati dan jiwanya, tapi raganya sudah terkubur di tanah. Lo tak bisa memeluknya apabila lo rindu, senyum wajahnya tak bisa lo lihat lagi." Jungkook melanjutkannya dengan suara merenung.
"Gue mending ikhlas kalau dia mati dek."
"Lo gak akan bisa bayangin sakitnya, kak. Sudah ada korbannya. Dipisahkan secara paksa karna maut."
"Jungkook..." Aku memanggilnya.
"Gue mencintainya, dan gue harap, cinta gue, bisa buat tegar menghadapi ini." Aku mengucapkan dengan yakin. Berharap besar sekali agar mampu menghadapinya.
Jungkook tersenyum melihat ketegaranku. "Gue yakin lo mampu kak. Cinta kadang tak harus memiliki. Ada kalanya kita harus ikhlas bahwa, orang yang kita cintai akan berbahagia meski bukan kita yang membuatnya bahagia."
"Untuk saat ini, gue setuju dengan ucapan lo, dek. Thanks." Ucapku penuh terima kasih.
"anytime." jawab jungkook sambil tersenyum
NAMJOON POV
"Karna ku sanggup, walau ku tak mau,berdiri sendiri tanpamu."
"Tuhaaaannn... dimana Jin..." Gue hampir gila karna dia belum datang juga.
Padahal gue sudah booking tempat duduk paling depan khusus untuknya. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Seharusnya dia sudah ada di depan gue. Tapi, jangankan ada, gue aja gak tau dia ada dimana! Telpon gak aktif, gue ingin menelpon Jungkook, tapi gak ingin kecurigaannya mencuat seketika. Mengingat radar curiga terhadap sesuatu sama tingginya dengan Jin.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot Story [NAMJIN]
General FictionCerita tentang my beloved OTP Namjiin Setiap part memilki cerita berbeda