Well, ini kegilaan gue yang kesekian kalinya! Gue menciumnya!
Gue gak sanggup mendengar dia mengucapkan selamat atas pernikahan gue dengan tenang sedangkan gue sama sekali gak berbahagia.
Secara spontan, gue menarik pinggangnya dan menciumnya penuh dengan perasaan sayang yang gue miliki. Gue mencintainya.
Dia kaget mendengar pengakuan gue yang blak – blakan. Dia mendorong pelan dan menggeleng.
"Gak bisa, Namjoon. Lo tunangan sahabat gue. Gue..."
"Tapi... lo cinta kan sama gue?" Gue memaksanya dan memegang lengannya pelan.
Tuhan, ingin rasanya gue peluk erat sampai tak bernapas agar gadis itu tau betapa dalamnya perasaan gue.
"Tapi, terlalu banyak perbedaan di antara kita. Gue gak sanggup. Akan banyak yang menentang,Joon." Jelasnya dan dia meneteskan air matanya.
Bidadari gue yang beharga, meneteskan air matanya di depan gue. Membuat gue serasa bajingan.
"Gue akan menentangnya. Kalau perlu gue akan melawan keluarga besar ntuk mengatakan gue gak cinta dengannya. Gue hanya cinta sama lo,Jin. Sejak dulu. Sejak kita memutuskan ntuk bersahabat. Lo hanya katakan iya, dan gue akan lakuin semuanya." Ucap gue berharap
Gue serasa tercabik – cabik ketika dia menggeleng pelan.
Namun sarat ketegasan di matanya yang masih meneteskan air mata.
"Gak, Namjoon. Keluarga besar lo adalah segalanya. Gue gak bisa membuat lo menjauh dari hal itu hanya karna perasaan lo ke gue. Bagaimana kalo suatu saat kita berpisah? Dan orang tua lo terlanjur sakit hati dan gak mau menerima lo? lo mau mengadu kemana? Bagaimana orang tua gue juga gak setuju dengan hubungan kita, Joon? Pertimbangan kita sangat banyak. Gue gak sanggup menjalaninya."
"Tapi lo mencintai gue, kan?"
Just say yes. And i'll be against the world. For you jinnie ...
"Sorry, Namjoon, gue harus pergi. Goodbye."
Dia tak menjawab pertanyaan gue. Dia memutuskan meninggalkan gue dalam kegelapan. dan gue hanya bisa memandang sendu ketika mobilnya meninggalkan cafe.
JIN POV
Ingin aku menjawab "ya". Tapi, akan banyak hati yang terluka. Dan aku tak sanggup menanggungnya. Mengertilah, sayangku. Inilah jalan terbaik.
Aku menangis sepanjang jalan menuju rumah. Ciumannya, pengakuannya, penolakanku, wajah sedihnya ketika aku memutuskan pergi tanpa memberi jawaban, teringat jelas di otakku.
Tuhan... salahkah aku menolaknya? Jika aku mengiyakan, aku tak sanggup menanggung banyak kesedihan dan kemarahan yang akan menyerang hubungan kami bertubi – tubi.
Jika aku mengiyakan, sanggupkah aku menjaga hubungan kami sampai akhir? Bagaimana kalau kami berpisah dan dia sudah terlanjur diusir dari keluarganya? Sanggupkah aku membiarkannya? Tidak, aku tak sanggup.
"Biarlah kita yang sakit daripada semuanya sakit karna hubungan yang akan kita jalani, Namjoon. Mengertilah." Aku berdoa dengan tulus ketika mobilku sudah masuk parkiran.
Aku menatap ponselku yang bergetar dan menampilkan namanya. Ku putuskan untuk tidak menjawabnya dan memutuskan dalam hati untuk menghapus bayangannya yang sudah terlanjur kuat di hati.
NAMJOON POV
Sudah 2 bulan setelah kejadian itu gue gak pernah ketemu Jin lagi. Dia sengaja menghilang dari gue setiap selesai kuliah. Gue mencoba mendekat, tapi Yoonji seperti cacing kepanasan mendekati gue, merangkul, dan dengan manja bergelayut di lengan gue dan semangat 45 Untuk menceritakan daftar tetek bengek pernikahan. Dan gue menolaknya dengan tegas ajakannya hari ini untuk mengajak gue fitting baju pernikahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot Story [NAMJIN]
General FictionCerita tentang my beloved OTP Namjiin Setiap part memilki cerita berbeda