Maafkeun jika ada typo dan kesalahan lainnya ya, krn sprti kemarin2, cerita ini selalu ku publish tanpa proses editing hehe.
Happy reading, chingu ^^
~~~
Minhyun keluar kamar mandi dengan rambut yang masih sedikit basah. Ia tidak mengeringkannya dengan sempurna karena sudah malas. Biasanya ada Jaehwan yang akan membantunya melakukan hal sederhana itu. Tapi sepertinya Minhyun harus mulai terbiasa dengan semuanya.
Ia memutuskan untuk membuat cokelat panas di dapur. Sebenarnya ia lebih menyukai kopi. Tapi malam ini ia ingin meminum cokelat panas yang menjadi salah satu minuman favorit Jaehwan. Lagi-lagi Jaehwan. Ah, ia merindukan Jaehwan-nya. Andai ia ada di sini pasti dengan senang hati ia akan membuatkan minuman untuk Minhyun walau Minhyun berkali-kali bersikeras untuk membuatnya sendiri. Dan pasti pilhannya akan jatuh pada secangkir kopi panas, sementara jaehwan cokelat panas.
Rasanya setiap hal yang Minhyun lakukan, setiap sudut ruangan di rumahnya ini, selalu mengingatkannya akan pria manis berpipi chubby itu. Sekeras apapun usahanya untuk menepis kesunyian ini, ia tetap tidak bisa.
Setelah ia selesai membuat colekat panas ia kembali ke kamarnya dengan gontai. Ia meletakkan cokelat panas tadi di atas laci setelah menyeruputnya sedikit. Ia duduk bersandar di sandaran tempat tidurnya sambil melilitkan selimut dan mulai membuka amplop berwarna merah muda itu.
"Feeling"
Hyunggggggg. Jangan sedih lagiii, jangan menangis lagi. Semua itu telah lewat. Sekarang agar hyung tidak sedih lagi, aku akan menceritakan malam itu. Hyung masih ingat kan? J J J
Kali ini Minhyun tersenyum manis, ingatannya melayang ke masa itu. Saat ia akhirnya tidak bisa lagi menjaga jarak dengan Jaehwan, saat ia akhirnya mulai merubuhkan dinding yangs elama ini ia bangun di antara mereka. Senyum minhyun masih mengembang saat ia melanjutkan membaca.
Aku tentu saja masih ingat. Beberapa bulan setelah kejadian malam itu, kita sempat menjauh. Hyung seakan-akan tak menghiraukan keberadaanku. Aku yang entah kenapa merasa kesal karena terus-terusan saja diacuhkan hyung malah terus menempel pada hyung. Sebelum bernyanyi aku pastikan untuk bicara pada hyung. Begitu juga setelah aku selesai menyanyi. Tapi tetap saja hyung seakan tak peduli padaku. Hyung kenapa? Malu kah karena ketahuan menangis di depanku? Hihi...
Pokoknya saat itu aku terus saja mengganggu hyung. Sampai suatu ketika hyung kesal dan membentakku. Aku malu sekali saat itu, karena beberapa pengunjung masih di sana dan melihat hal itu. Tapi aku bukanlah seseorang yang mudah menyerah kan hyung? Aku tidak peduli dan terus saja mengajak ngobrol hyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jjaeni's Letters (COMPLETE)
أدب الهواةA letters about someone who gave his heart for someone else... Definitely minhwan stories~