KARA

5 0 0
                                    


Kara memasukkan novel berwarna biru itu ke dalam ranselnya, berdiri dari tempat duduknya di ruang tunggu keberangkatan pesawat. Setelah antrian semakin memendek, Kara berjalan santai sambil memasukkan tangan ke saku, mengeluarkan boardingpassnya, sampai di dekat petugas ia menyerahkan lembaran kertas dan mengambilnya kembali setelah petugas selesai memeriksa.


Melakukan perjalanan melalui udara sudah biasa bagi Kara yang berprofesi sebagai konsultan bisnis, terbang dari satu kota ke kota lain untuk urusan pekerjaan. Namun, perjalanannya kali ini bukan urusan pekerjaan. Kara ingin menjauh dari pekerjaannya untuk sementara waktu karena merasa bahwa pekerjaannya sudah tidak bisa lagi menjadi pelariannya dari masalah yang ia hadapi.


Kara mengeratkan seatbell lalu menyandarkan kepalanya, berharap liburan colongannya kali ini mampu melupakan kerunyaman hidupnya sejenak, sebelum ia kembali lagi ke kantor dan berhadapan dengan Rendi, sahabatnya.

Tidak ada masalah yang tidak Kara ceritakan pada sahabatnya sejak masa kuliah itu. Rendi yang selalu memberikan support dan mendukungan dalam tiap masalah yang di hadapinya, namun kali ini Kara tidak sanggup menceritakan masalahnya.


Pesawat mulai menanjak ke atas dan meninggalkan landasan, membawa Kara terbang tapi tidak menerbangkan pikiran buruknya saat ini. Dalam benaknya ia memohon kendaraan yang ia tumpangi sekarang mengalami kecelakaan dan kalau bisa menewaskannya yang akan membawanya bertemu Ibu dan Ayahnya.

Kara juga pernah berpikir seperti ini ketika pertama kali terbang setelah kepergian Ibunya tapi saat itu ada seseorang di sampingnya yang membuat ia menyingkirkan bayangan buruknya dan berdoa yang baik. Pertemuan pertamanya dengan Rega, lelaki yang turut serta menambah kekalutannya. Lelaki yang membuat ia mempertanyakan lagi makna cinta dan adakah cinta untuknya. Ingatannya memutar kembali peristiwa kala itu.

"Amin," ucap lelaki yang berada disamping Kara. Kara membuka matanya, menoleh ke kanan dan mendapati sepasang mata yang sedang menatapnya dengan bibir yang tersungging bebas, senyum tanpa cela.

"Insyaallah aman." Lanjut lelaki itu. Tatapanya tidak berpaling sedikitpun. Kara berusaha untuk tersenyum semampunya.

"Rega" Lelaki itu mengulurkan tangan.Kara hanya melongoh sejenak lalu ia menyambut uluran tangan lelaki yang baru ia tahu namanya itu.

"Nggak usah diaminin." Kata Kara.

"Nggak usah diaminin? namanya itu" Rega tercengang dan mengerutkan jidatnya.

"Bukan," Kara tersenyum geli melihat Rega, "Maksudku, doaku tadi gak usah diamini"

Kara bisa melihat kelegaan dari muka Rega.

"Oh, jadi nama kamu?"

"Kara"

"By the way, kenapa doanya gak boleh diaminin? memang kamu doa apa?" tanya Rega.

"Berdoa pesawatnya ada kendala ditengah penerbangan kemudian meledak dan terjatuh di laut bebas." Ujar Kara berterus terang.

"Lucu" ucap Rega disela-sela gelak tawanya. seketika tawanya berhenti melihat Kara serius dengan perkataanya.

"Kamu becandakan?"Kara hanya menjawaban dengan menggelengkan kepalanya.

"Kalau gitu, kamu doa lagi. tapi kali ini yang baik" perintah Rega.

Kara menutup matanya dan berdoa di dalam hatinya. Entah kenapa Kara mau aja menuruti Rega.Rega membisik sesuatu ketika sedang berdoa.

"Amiiiin" ucap Rega saat kelopak mata Kara mulai terbuka.

Antologi KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang