satu

57 9 0
                                    

Menatap buliran air dari awan yang jatuh mengenai jendela kamarnya, itulah yang sedang Alvira lakukan untuk beberapa jam terakhir. Ia sedang menunggu kehadiran Dimas —pacarnya—yang sudah berjanji akan datang hari ini ke rumahnya.

Berulang kali ia mengecek ponsel miliknya, namun tak kunjung ada balasan dari sang pacar. Rambut yang tadi ia sudah sisir dengan rapi, kini berantakan kembali karena kepalanya yang sedari tadi bersandar di atas meja.

Namanya Alvira Ayleen Resyano. Biasa dipanggil Alvira/Vira, terserah. Umurnya 16 tahun yang sebentar lagi akan 17 tahun. Ia anak kedua dari dua bersaudara. Rambutnya yang panjang dan sedikit ikal dibawah membuat gadis itu terlihat makin cantik.

"Mana sih Dimas ga nyampe-nyampe." Eluhnya yang sudah mulai bosan menunggu kehadiran sang pacar. Sebenarnya, ia hanya perlu kepastian dari Dimas, jadi datang atau tidak.

Suara motor terdengar dari luar, Alvira langsung saja keluar dan benar dugaannya bahwa itu adalah Dimas. Dimas terlihat basah karena hujan yang cukup deras ini. Ia segera membukakan gerbang rumahnya supaya Dimas bisa cepat-cepat masuk.

"Ya udah ayo masuk buruan! Biar aku cariin handuk."

Alvira pun mencarikan handuk dan Dimas berdiam di sofa miliknya. Hanya butuh waktu 1 menit, Alvira sudah kembali dengan membawa handuk dan kaos untuk Dimas.

"Nih, handukan dulu. Terus ganti baju, ini baju abangku." Alvira menyodorkan tanganku, lalu langsung duduk di sofa. Dimas yang mengerti pun langsung minta izin padanya untuk ke toilet dan Vira mengangguk.

"Maaf, sayang, aku telat nyampe." Ucapan Dimas berhasil membangunkan lamunannya. Tidak butuh waktu lama untuk ia mengganti pakaiannya yang basah itu.

"Eh iya, sayang, gapapa. Lagian kalo hujan kenapa kamu paksain datang ke sini?" Tanya Alvira dan Dimas tersenyum mendengar pertanyaannya.

"Kan udah janji. Kalau janji harus ditepati. Kalau ga ditepati namanya ingkar. Dan kamu tau, aku ga suka orang yang ingkar janji!" Dimas mencolek hidung Alvira, ia menjawabnya dengan penuh percaya diri yang berhasil membuat Alvira tersenyum.

Alvira dan Dimas berbicara banyak tentang kerinduan mereka. Pasalnya, mereka sudah tidak bertemu selama 2 minggu lamanya karena Dimas pergi keluar kota dengan alasan ada acara keluarga.

Kalau sudah di rumah, biasanya mereka menghabiskan waktu bersama dengan bermain PS milik Dean —abangnya Alvira—, selfie-selfie, makan masakan Mbak Lia, dan berbicara hal-hal lucu. Yang tidak tahu Mba Lia, dia itu asisten rumah tangga yang sudah ada sejak Alvira masih bayi.

Dimas yang terkadang menggombali Alvira, membuat pipi gadis itu berhasil terlihat memerah karena malu. Gadis itu juga merasa malu kalau ditatap Dimas terus, ia bisa salah tingkah bukan main. Entah lah, hal-hal kecil yang setiap kali Dimas lakukan padanya, gadis itu menyukainya.

"Al," Panggil Dimas.

"Iya?" Jawab Alviraz

Alvira tidak menoleh ke arahnya, ia masih fokus dengan ponsel yang ada ditangannya.

"Al," Panggilnya lagi.

"Iya Dimas, aku denger." Alvira menjawab lagi.

"Al, nengok dulu. Serius." Suara Dimas yang cukup bergetar membuat Alvira menoleh ke arah sang pacarnya.

"Iyaaa. Kenapa Dimas-ku, Sayang?" Alvira mendekati wajahnya.

Dimas menarik nafasnya dalam. Seperti ada yang ingin ia bicarakan serius. Ia berhasil membuat jantungnya berdebar cukup kencang. "Gapapa." Ia tersenyum melihat pacarnya.

Ku Cinta NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang