Alvira menghela nafasnya berat, ia berfikir biasanya Dimas lah yang selalu mengantarnya sepulang sekolah. Namun sekarang, tak ada lagi sosok itu dihidup Alvira, meskipun Alvira sudah datang berulang kali ke kelasnya, tetap saja tidak ada yang tau keberadaan Dimas.
Alvira AR : Dimas
Alvira AR : kemana sih???
Gadis itu masih belum bisa menerima kenyataan bahwa dirinya sudah putus dengan sang pacar. Ada yang masih mengganjal di hatinya karena Dimas belum memberi penjelasan padanya. Ia pun mencoba bertanya kepada wali kelas Dimas -Bu Indun- tentang keberadaan Dimas. Gadis itu, menuju ruang guru, mencari dimana letak meja Bu Indun.
"Permisi, Bu."
Bu Indun menengok, seraya melihat ke arah Alvira, guru itu seperti sedang mengingat wajah siapa yang dilihat sekarang, maklum, matanya ada rabun.
"Oh, Alvira, Iya ada apa?" jawab Bu Indun, yang tadinya fokus pada laptopnya, kini fokusnya tergantikan pada Alvira.
"Maaf saya ganggu, Bu, kalau boleh saya tau, Dimas hari ini kemana ya? Kok ga masuk?" tanya Alvira.
"Oh, kamu belum tau ya, Nak?"
Belum tau? Apa yang tidak diketahui olehku tentang Dimas?
Alvira membatin, ia merasa bahwa ia orang paling kudet sekarang.
"Kenapa, Bu?"
"Dimas itu sudah pindah sekolah dari sini."
Satu kalimat namun berhasil membuat hati Alvira berdebar. Jantungnya terasa seperti tertusuk ribuan kaktus.
"Pi.. Pi.. Pindah? Kemana, Bu?" tanya Alvira yang masih ragu pada perkataan Bu Indun tadi.
"Kalau itu, kamu bukannya dekat dengan Dimas? Harusnya kamu yang lebih tau dong," jawab Bu Indun, seperti ada yang disembunyikan dari perkataannya itu.
"Tapi saya ga tau Bu," balas Alvira.
Bu Indun diam, tidak menjawab perkataan Alvira lagi, wanita paruh baya itu kembali memfokuskan dirinya pada laptop yang ada di hadapannya.
"Kalau gitu terima kasih, Bu."
"Iya sama-sama," balas Bu Indun.
AC yang menyala tak menjamin hati Alvira menjadi dingin sekarang. Hatinya, wajahnya, bahkan matanya memanas. Begitu mudah untuk satu tetes air mata jatuh dari matanya.
Gadis itu sekarang memilih menuju teras dekat gerbang, menunggu sang papa yang katanya ingin menjemputnya. Sementara itu, jam ditangannya masih menunjukkan pukul 16.30, namun papanya akan baru sampai pukul 17.00, gadis itu berpikir tak apa jikah hanya 30 menit ia menunggu sang papa datang.
"Belom pulang."
Itu sebuah pertanyaan atau pernyataan tidak penting sekarang, tapi suara itu cukup membuat Alvira kaget saat mendengarnya. Alvira reflek menengok ke kiri yang merupakan asal sumber suara tersebut.
"Aero?"
"Belom pulang," tanya Aero, datar.
"Ro, lo nanya apa ngasih tau?" tanya Alvira kesal. Mukanya datar sekali.
"Dua-duanya."
"Hmm.. Belom, lagi nunggu bokap," jawab Alvira, lalu gadis itu lanjut memainkan ponselnya.
Bukannya pergi, justru Aero malah duduk di sebelah Alvira, tanpa mengeluarkan sedikit suara pun.
"Aero, lo ngapain duduk disini?" Alvira bertanya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Cinta Nanti
Teen FictionDi Cafe yang biasa Dimas dan Alvira datangi dan berada di tempat duduk favorit mereka sekarang ini. Namun ada yang sedikit berbeda. Bukan Dimas yang duduk di hadapan Alvira sekarang. Melainkan sahabat dari Dimas yang sangat pendiam itu, Aero, yang A...