dua

26 6 0
                                    

Sepulang sekolah, seperti biasa, Alvira dan Dimas bertemu di depan kelas Dimas, XI IPA A yang sudah tidak diragukan kepintaran murid-muridnya. Ya bisa dibilang, otaknya dengan otak Dimas itu berbanding terbalik. Meski begitu, Dimas terus selalu menyemangati sang pacar, bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar.

"Tumben lama keluarnya? Sini duduk," Tanya Dimas sambil mengarahkan tangan kanannya seraya menyuruh Alvira untuk duduk disebelahnya.

"Iya, Dim, tadi Sasa ngajak aku ngobrol dulu sebentar," Jujur Alvira dan Dimas hanya ber-oh ria.

Dimas tidak pernah benci pada Sasa yang suka menjelekkannya di depan Dimas. Dimas menganggap itu lebih baik daripada ngomongin di belakang orangnya. Mungkin Dimas belum tahu dibelakangnya, Sasa bisa lebih brutal membicarakannya

"Besok kamu ada acara ga?" Dimas bertanya pada Alvira lalu dilanjuti dengan gelengan di kepala Alvira.

Alvira memang sengaja untuk mengosongkan jadwal besok karena ia tahu pasti Dimas akan memberinya kejutan.

"Di kafe biasa, jam 7 malam, Al, bisa?" tanya Dimas meyakinkan Alvira.

"Iya, Dim, aku bisa," Alvira menjawab dengan semangat, ia tidak bisa menyembunyikannya lagi rona merah dipipinya.

"Hari ini aku ga bisa antar kamu pulang," Ucap Dimas pelan.

"Kenapa?"

"Disuruh mama langsung pulang, Al, maaf ya," Ucap Dimas dengan wajah penuh bersalahnya itu. Iya, Dimas memang sangat nurut pada mamanya. Karena sekarang orang tua yang ia punya sekarang hanyalah sang mama yang selalu berada disisinya.

"Gapapa, Dim, kamu juga kan bukan tukang ojek aku yang setiap hari harus anter jemput aku," Alvira menjawab, ia berusaha sedikit bijak.

"Atau mau aku minta tolong Aero buat nganterin kamu pulang, Al?" Tawar Dimas, namun langsung ditolak mentah-mentah.

Aero, sahabat Dimas yang suka naik motor ugal-ugalan. Kala itu adalah keinginan Alvira untuk pertama dan terakhir kalinya dibonceng Aero. Alvira masih sangat takut dengan kejadian waktu itu dimana sekolah yang jaraknya cukup jauh dari rumah Alvira dan Aero mampu menempuh hanya dengan 3 menit.

Polisi tidur dihantam olehnya tanpa mengerem sedikit pun dan tidak memikirkan perasaan Alvira saat itu. Selesainya Alvira naik motor bersamanya, ia merasa sedikit mual.

"Yaudah, Al, aku balik duluan gapapa ya? kamu kalo pulang hati-hati," Dimas mengucapkannya sambil mengelus-elus pelan rambut Alvira, Alvira pun mengangguk yang artinya menyutujui perkataan Dimas.

Alvira, ia masih tetap memperhatikan Dimas sampai akhirnya Dimas benar-benar hilang dari padangannya.

"Alvira."

Reflek, Alvira langsung menoleh ke sumber suara karena dirinya merasa terpanggil.

"Eh lo, Ro, kenapa?" Ternyata itu Aero, sahabat Dimas yang suka ugal-ugalan.

"Ayo," ucap Aero datar.

"Ayo apaan?" Alvira merasa heran. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Pulang," Balasnya singkat.

Anying! Takut gue ama nih anak!. Alvira membatin.

"Buru."

Aero, dijuluki oleh anak sekolah ini adalah muka paling datar. Dia tidak pernah melihatkan tanda-tanda kehidupan pada wajahnya yang bisa dibilang lumayan tampan.

"Ayo, Ra," Aero mengajak lagi.

"Lu serem kalo naik motor!" Ucap Alvira, sedangkan Aero, ia sadar ditolak.

Ku Cinta NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang