"Jangan mulai, Resh!"
Aresh menilik ke asal suara.
"Jangan berisik, Den!" serunya kesal dengan suara tertahan. Tidak boleh ada suara dengan nada berlebihan. Kalau tidak rencana mereka akan gagal. Ralat, rencana Aresh. Denish mana mau mengikuti rencana brilian Aresh, yang katanya berakhir dengan kesialan itu.Aresh kembali melakukan kegiatannya. Ia masih mengamati dengan cermat seseorang di balik dinding itu. Suara gerutuan Denish terdengar oleh Aresh. Ia terus menyumpahi Aresh yang memaksanya melakukan hal konyol. Lagi, dan, lagi. Lebih parahnya, Denish bahkan tidak bisa menolak.
Aresh tau, Denish kesal karena waktu istirahatnya terbuang. Rencana mulus Denish untuk makan ketoprak Mang Mamat akhirnya gagal, digantikan rencana konyol Aresh.
Aresh masih tetap fokus.
"Aresh!" Denish akhirnya menepuk bahu Aresh.
Bukannya menoleh atau meringis, Aresh justru kian gencar melakukan sesi memata-matainya. Padahal pukulan Denish barusan lumayan keras."Itu dia!" Aresh memekik tidak jelas. Tanpa alasan yang tidak jelas pula, ia bangkit dan menarik tangan Denish. Denish merasa kepalanya berdenyut karena terkejut dengan kegesitan temannya.
Berbeda dengan Denish, Aresh justru tersenyum lebar. Langkahnya ringan menelusuri koridor sekolah. "Kamu kenapa Resh? Kehabisan obat lagi?" ejek Denish sekaligus khawatir.
Aresh menoleh. Dan, senyumannya kian melebar. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam kantong celana. "Itu dia, Den. Gadis hujan."
Masih dengan senyuman lebar yang anehnya membuat Denish bergidik, Aresh berujar.
Denish mengusap tengkuk. Matanya menyorot langkah cowok yang ia kenal 5 tahun lalu. "Semoga aku tidak ikutan gila," batin Denish dalam hati.
•••••
Aresh bisa melakukan apapun. Ia bisa mengacau, memberontak atau membakar seluruh kota sekalipun asalkan itu tidak ada hubungannya dengan Embun. Tapi kali ini Embun merasa Aresh sudah keterlaluan. Keterlaluan karena bisa-bisanya cowok itu menyeretnya tanpa alasan yang jelas.
Sekali lagi Embun mengembuskan nafasnya. Kali ini sengaja dengan terang-terangan. Embun melirik ke depan di mana seorang cowok biang masalahnya kini tengah memfokuskan dirinya pada apa yang ia baca.
"Resh,"
"Hmm," Aresh menyahut dengan gumaman.
"Resh, aku tidak becanda. Kamu sedang mempermainkan aku atau apa?!" seharusnya Embun berteriak atau memaki sambil menjambak rambut Aresh, tapi, yang terdengar hanya suara pelan. Ini semua karena seorang wanita paruh baya berkecamata tebal dengan sanggul tinggi kini tengah menatap tajam pada mereka. Penjaga perpustakaan itu memiliki wajah yang sangar dan membuat keributan di wilayahnya bukanlah hal yang tepat."Aresh," Embun berusaha menekan emosinya. Gadis itu bersumpah jika Aresh benar-benar berniat untuk mengabaikannya, maka, ia akan segera keluar dari ruangan itu.
Nyatanya Aresh bergeming dan masih fokus pada komiknya. Sial, Umpatnya dalam hati. Dengan wajah jengkel Embun bangkit dan berjalan keluar. Persetan dengan Aresh. Cowok itu memang sinting.
Ia berniat untuk memanggil taksi, tapi , seseorang manarik lengannya. Embun menjerit terkejut. Tapi, matanya kemudian bersinar tajam. "Lepaskan aku," desisnya.
Aresh memasang wajah datar tanpa emosi saat ditatap setajam itu oleh Embun. "Berniat kabur?"
Kening Embun mengernyit jengkel. "Kabur? Jika ini tentang aku yang tidak meladeni omong kosongmu, maka, kamu bisa menyebutnya sesuka hatimu!" Embun hampir berteriak. Tapi, sekali lagi posisinya tidak memungkinkan untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
N Y A L A N G
Teen FictionIa gadis yang sering dicap aneh. Ia gadis yang memang harus dihindari. Dingin, kaku, dan kasar. Gadis itu bahkan tidak pernah repot untuk peduli. Tapi, di balik kediamannya, semua orang tidak tahu bahwa gadis itu memiliki cerita masa lalu yang kelam...