Prolog

42 5 0
                                    

Mega senja perlahan terkikis kegelapan, diiringi derai air langit yang membumi. Seorang gadis tersenyum tipis sambil berlalu di koridor sekolahnya, jangan lupakan earphone yang selalu bertengger di telinganya. Mendengarkan lagu favoritnya saat hujan. Ia menatap langit sesekali, menikmati hujan sambil mengadahkan tangannya di bawah rintik air. "Ah, hujan selalu begini" batinnya.

Hanya tersisa beberapa siswa di sekolahnya, karena bel pulang sudah berbunyi sejak dua setengah jam yang lalu. Yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar bisa pulang tanpa basah. Seragamnya masih harus dipakai lagi besok. Dia melihat sekitar, mungkin ada yang bisa dipakai untuk menerobos hujan tanpa basah. Nihil. Tak ada apapun yang bisa membantu. Akhirnya, dia memutuskan untuk duduk di kursi panjang yang tersedia. Memaksimalkan volume musik dari smartphone jadul kesayangannya dan mengayun-ayunkan kaki sambil bersenandung. Dia menghirup udara petang ini dalam-dalam. Mencoba menenangkan pikirannya yang seharian ini diisi penuh dengan angka-angka dan teori yang kadang membuatnya muak.

Suara langkah menggema sepanjang koridor, perlahan mendekat. Gadis itu masih belum sadar akan sekelilingnya. Hingga langkah itu berhenti didepannya, baru ia sedikit terlonjak karena kaget.

"Kau belum pulang sejak tadi ?" Gadis itu mendongak karena perbedaan tinggi badan yang kontras, mengerutkan keningnya, lalu perlahan menarik earphone yang menyumpal telinganya. "Bisa kau ulangi ? Aku tak bisa mendengarkanmu tadi" ucapnya datar. Laki-laki yang berdiri di depannya menghela nafas agak kasar. "Sampai kapan kau akan duduk di sana ? Hujannya sangat lebat. Mustahil reda dalam waktu singkat" Ia ingin marah jika tidak mengingat bahwa gadis di depannya ini adalah gadis yang ia sukai. "Aku tak membawa payung. Dan tak akan ada yang menjemputku. Kau duluan saja" gadis itu kembali menancapkan earphone ke telinganya dan mengalihkan atensinya pada handphone nya.

Laki-laki itu Fakra, sang Ketua OSIS yang dipuja gadis seantero sekolah karena ketampanan dan kecerdasannya. Ia menyukai gadisnya itu sejak kelas 10. Gadisnya ? Ah, membayangkannya saja membuat Fakra tersenyum.

"Ayo kuantar pulang" Fakra menarik paksa tangan gadisnya. Gadis itu kaget, langsung saja dia memukul tangan Fakra dengan kesal sampai dia sedikit mengaduh. "Yyaaaa!!!! badanmu itu kecil, tapi kenapa pukulanmu sakit sekali sih" ucapnya sambil mengelus pergelangan tangannya untuk menghilangkan rasa panas yang menjalar. "Sudah ku katakan. Kau pulang saja duluan" ucap gadis itu tanpa rasa bersalah. "Sudah ku katakan aku akan mengantarmu" balas Fakra tak kalag sengit. "Dan aku akan habis di tangan para fans mu yang anarkis itu" sarkas sang Gadis.

Fakra memejamkan mata menahan kekesalan yang hampir memuncak. Selalu seperti ini. Hampir setiap pertemuan mereka berujung pada perdebatan sengit. Tak ada yang mau mengalah. "Tidak akan ada yang melihatnya. Dan jika sampai ada yang menyentuhmu karena hal ini, aku tak akan tinggal diam. Jadi tutup mulutmu dan ikut aku !!" ucap Fakra final.

Dia kembali menarik tangan gadisnya dengan cepat. Mereka berlari kecil menerobos hujan yang belum juga mereda, menuju mobil Fakra yang berada tak jauh dari koridor tempat mereka berdiri.

Setelah keduanya berhasil masuk ke mobil, mereka hanya diam. Tiba-tiba Gadis itu tertawa kecil karena merasa konyol akan tingkahnta, memgalihkan perhatian Fakra. "Aku tak tahu sampai kapan bisa seperti ini. Tapi tetaplah tersenyum seperti itu, Zuni, matahariku" Fakra bergumam dalam hati. Hatinya menghangat, dan tanpa sadar dia ikut tersenyum.

-Tbc-

B(er)imbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang