Five

617 67 8
                                    

Jarinya hampir membalikkan lembar kertas buku ketika terdengar pengumuman pesawat sebentar lagi akan mendarat. Buku itu menutup di atas pangkuannya. Kepalanya menoleh ke samping, menatap keluar jendela bundar yang kecil. Irisnya memantulkan warna biru dari permukaan laut.

Jepang memasuki musim gugur. Udaranya tergolong masih hangat, sisa dari musim panas.

Vrtnica menjadi penumpang termuda yang menempati salah satu kursi di kabin eksekutif. Orang yang menempati kursi di sebelahnya adalah seorang pria paruh baya yang masih tertidur lelap. Tidak berapa lama kemudian, dia merasakan pesawat itu bergerak menurun. Penumpang lain segera bergegas setelah semua guncangan mereda.

"Lelah, miss?" tanya Sonya yang bertanggung jawab atas barang-barang mereka. Macro Logan membantunya membawa hampir keseluruhan koper besar itu menggunakan troli.

Mereka sampai di Kansai International Airport. Perjalanan selanjutnya ke Kyoto tidak akan memakan waktu lama.

Gadis itu mengenakan tiffany blue dress dengan panjang sedikit melewati lutut. Kakinya memakai khaki wedges yang empuk di atas, dan bergerigi pada bagian bawah. Dia melangkah di depan sementara Sonya dan Logan mengekor. Hampir semua barang dibawa oleh kedua orang itu, sementara Vrtnica hanya menenteng sebuah buku yang dibacanya selama di pesawat.

Mereka baru saja melewati ambang arrival ketika gerak Vrtnica berhenti. Sonya dan Logan langsung bisa melacak sesuatu yang menarik perhatian gadis itu. Seseorang tengah mengangkat papan whiteboard tinggi-tinggi bertuliskan MERI-chan.

Sonya mengulum senyum sedangkan Logan hanya mengangkat alis. Mereka baru bergerak saat Vrtnica kembali meneruskan langkah.

"Meri." Setelah memindahkan whiteboard tadi pada seseorang di sebelahnya, Amarta langsung menghambur ke arah Vrtnica dan memeluknya erat. "Gennady masih belum tiba ke sini. Tapi Watarai-san menggantikannya menjemput. Aku sudah tidak sabar bertemu denganmu, jadi aku ikut."

Hanya mata Vrtnica yang kemudian melirik laki-laki yang menghampiri mereka. Kepalanya tidak meneleng. Hanya sekilas saja Vrtnica menyimpulkan usianya masih muda. College boy. Jangkung, lumayan ramping, dan punya wajah ramah yang alami. Sosoknya mendekati mereka seraya tersenyum.

"Nice to meet you, Len-san. My name is Watarai Tsukasa," ucapnya memperkenalkan diri.

Vrtnica hanya menatapnya tanpa menunjukkan tanda-tanda akan menggerakkan bibir untuk membalas. Untunglah sebelum suasananya berubah kaku, Sonya ikut memberitahukan namanya berikut Logan. Tsukasa bisa berbahasa Inggris dengan baik, tapi Sonya dengan cepat membuat keduanya akrab lewat kemampuannya berbahasa Jepang.

Mereka berpindah ke mobil yang terparkir milik Tsukasa. Setelah memasukkan semua barang ke bagasi, mobil itu langsung meluncur ke rumah yang akan mereka tinggali.

Gennady memiliki rumah yang lumayan luas di Kyoto. Di Jepang sendiri dia memiliki nama lain—Kamiigusa Seichiro. Istrinya telah meninggal sekitar empat tahun yang lalu akibat kanker. Mereka memiliki seorang putra dan putri yang tinggal di Tokyo. Rumah itu kemudian diurus oleh orang lain dan beberapa tahun ini menjadi boarding house untuk remaja yang bersekolah tidak jauh dari sana.

"Gennady sudah mengurus kepindahan kita jauh-jauh hari. Mereka sudah menyiapkan dua setel seragam untuk kita. Aku tidak sabar," celoteh Amarta semangat meski Vrtnica tampak tidak mengacuhkan.

"Bahasa Jepangmu lumayan fasih, Sonya-san. Berapa lama kau belajar?" tanya Tsukasa.

"Gennady—maksudku Seichiro-san yang mengajariku. Sudah lama. Mungkin sejak aku lulus kuliah."

GlasshouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang