Chapter 2

546 88 33
                                    

"Aku aneh, tidak gila. Kau akan menginap di sini malam ini, pemilik tempat ini sangat baik, pasti dia akan mengizinkanmu menginap tanpa meminta bayaran," Ucapnya.

Sakata mendorong pintu bar itu perlahan, terdengan suara lonceng kecil yang berbunyi saat pintu itu terbuka. Aroma alkohol menyeruak, seakan menyengat indra penciuman. Aku dan Sakata berjalan menuju bagian kasir untuk bertemu dengan seseorang..

"Mafu-san, aku ingin menitipkan seseorang padamu," ucap Sakata riang pada seseorang dengan tubuh yang lumayan tinggi, ia memiliki surai putih dan mata merah, serta tato barcode di pipi kirinya.

"Menitipkan? Lo pikir ini tempat penitipan barang?" tanya orang yang dipanggil Mafu tersebut sambil memperhatikanku secara seksama, "Ada apa emangnya?" lanjutnya lagi.

"Dia.... Nyasar," Sakata menggaruk tengkuknya, sepertinya ia bingung harus berkata apa pada mafu.

Mafu mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa ga dibawa ke polisi aja? Kan malah lebih gampang," Mafu kembali melakukan aktivitasnya yang sempat terhenti, mengelap gelas kaca.

Sakata duduk di salah satu bangku dan membuka tudung yang ia kenakan. Sakata mengacak surai merahnya, lalu memasang wajah memelas, "Mafu... San...."

Mafu melirik dari ekor matanya, "Apa?"

"Onegai.." Sakata memasang mata puppy eyes.

Entah ada apa tiba-tiba saja Mafu berjalan mendekati sakata dan memegang dagu pria bersurai merah itu.

"Lo..." Ucap mafu menyelidik. "Ujung bibir lo bedarah... Lo dikejar binatang lagi?" Lanjutnya sambil mengelap sisa darah yang tertinggal di sudut bibir Sakata menggunakan ibu jarinya.

Sakata mengangguk, "Iya... Dan gadis ini yang menyelamatkanku dari... Seekor anjing." Sakata tertunduk.

Mafu menghela nafas, "Yaudah deh iya gue bolehin dia nginep di sini. Yaudah sono, buruan lo anter aja ke atas, pas banget ada si kucing item di atas," Sekilas Mafu tersenyum ke arahku.

Tanpa ba bi bu, Sakata lagi-lagi menarik lenganku untuk menuju ke lantai atas bar. Untung saja dia menariknya dengan lembut, jika tidak, smartwatch yang melingkar di lengan kananku inj akan mengartikannya sebagai tanda bahaya dan akan menyetrum tangan sakata.

Sesampainya di lantai atas, aku langsung dibuat takjub. Awalnya aku mengira lantai dua bar ini akan terlihat suram dengan nuansa merah hitam dan lampu remang-remang. Namun, semua yang ada di sini sangat bertolak belakang.

Di lantai ini pencahayaan sangat memadai, ditambah pemilihan warna cat dan ornamen yang menggunakan warna pastel, membuat kesan di ruangan ini sangat manis dan elegan.

"NEKOO! LO DI MANA?!"

Baru beberapa detik aku merasakan kedamaian, dan beberapa detik berikutnya aku merasakan cobaan. Sakata dengan santainya berteriak di dekat telinganku, yang bila diumpamakan, kerasnya sebelas dua belas dengan pengeras suara.

Tak selang lama terdengar teriakan balasan dari arah yang berbeda, "WOY GAUSAH TERIAK-TERIAK DI DALEM RUMAH, BEGO!"

'Astaga telingaku,' aku membatin.

"Gue aho bukan bego," koreksi Sakata.

"Semerdeka lo lah. Btw, kenapa manggil?"

Sekarang keluar bocah laki-laki rambut kuning yang penampilannya kayak preman, bahkan di telinganya banyak tindikan, 'ini bocah ga dimarahin sama ibunya apa gimana?' batinku. Oh ya, anak itu juga menggendong seekor kucing

"Ini ada cewe nyasar yang asalnya dari..." Sakata melirikku bingung.

"Norwegia," ucapku asal.

"Dari Norwegia, namanya [y/f/n]."

"Salam kenal," ucapku.

Bocah laki-laki tadi melihatku dari atas ke bawah lalu kembali ke atas. Kemudian ia tersenyum manis, sangat berbeda dengan penampilannya yang sangar.

"Salam kenal juga [y/n]-chan! Nama gue Kuroneko, panggil Kuro atau Neko juga gapapa. Oh! Terus gue ini cewe tulen dari lahir. Gausah pasang tampang shock gitu dong, gue tau kok gue ganteng," Ucap bocah tadi yang mengaku perempuan dengan narsisnya. Inikah yang dinamakan trap?

Aku menggelengkan kepala lalu melihat ke arahnya lagi yang saat ini tengah berbincang dengan Sakata.

"Eh bego pulang sono, masih bocah keliaran aja malem-malem, nih bawa sekalin kucingnya," Anak yang bernama Kuroneko tadi menyodorkan seekor kucing yang ada di gendongannya pada Sakata, sedangkan Sakata terlihat menghindar dengan sekuat tenaga.

"Yaelah gua mau nginep di sini bego, males gua ke Tokyo tengah malem gini, dingin, dan PLIS ITU KUCINGNYA JAUHIN YA TUHAN," Sakata berlari mengelilingi meja kecil yang ada di tengah ruangan  berusaha menghibdari Kuroneko yang terus mengejarnya.

"Gaada kamar kosong," Kuroneko berhenti mengejar Sakata lalu menurunkan kucing yang tidak bersalah itu ke lantai.

Sakata menghela nafas lega, "Akhirnya diturunin juga itu binatang."

"Lagian lo kan phobia hewan, ngapain tinggal di rumah Mafu, udah tau di sini markas kucing." Ucap Kuroneko.

Aku menaikkan sebelah alis, "Phobia hewan? Maksudmu Zoophobia? Phobia pada binatang tertentu?" Tanyaku polos.

Sakata dan Kuroneko lalu memandang ke arahku dan mereka mengangguk secara serempak. Aku lalu ber 'oh' ria.

"Jadi? Tetep mau nginep?" Kuroneko kembali bertanya.

"Jelas lah!" Jawab Sakata pasti.

"Yaudah lu tidur di sofa ya, biar lu dikeroyok kucing," Kuroneko lalu tersenyum lebar.

"Ga ga ga! Lu tidur sama [y/n]! Gamau tau, kan kalian sama-sama cewe!" Namaku mulai tersebut.

"Udah-udah, aku aja yang tidur di sofa," ucapku sambil berjalan mendekati sofa.

"Tunggu," Kuroneko menghentikan langkahku dengan memegang pundak kananku. "Lo mau tidur pake baju kotor kayak gini?! Ga-ga, gaboleh, nanti lo malah sakit. Terus ini baju kayak abis kebakar gitu, apa ini? Jas?" tanyanya bingung lalu menyambar jas yang ada di lengan kiriku dan membukanya.

"Iya, itu jas penelitian, ada apa?" ucapku tanpa sadar.

"Lo ilmuan?!" Kuroneko terlihat kaget, begitu pula aku dan Sakata.

"M-maksudku i-ini jas peneliti milik papaku yang tidak sengaja terbawa, iya benar ini milik papaku! Tidak mungkin kan orang semuda diriku menjadi ilmuan," Hampir saja aku membocorkan sesuatu yang fatal akibatnya.

"Oh... Bener juga sih. Gua kira lo ilmuan," Kuroneko menghela nafas, "Yaudah sini ikut gue," Lalu ia menuntunku menuju suatu ruangan. Untung ini bocah gampang dibegoin.

Saat pintu ruangan itu dibuka tiba-tiba saja angin dingin berhembus menerpa kulitku. Ternyata itu AC ruangan yang lupa dimatikan sejak tadi siang oleh Kuroneko.

"Dingin banget buset," Ia mengusap usap kedua lengannya yang terkena hembusan dingin AC. "Malam ini lu tidur di sini dulu, ini ruangan biasanya dipake Soraru kalo lagi lembur, tapi tenang aja, abis ini dia bakalan gue bilangin biar ga make ruangan ini kok," Kuroneko tersenyum lebar ke arahku.

Beberapa detik kemudian, Kuroneko bersin dan kembali mengusap tubuhnya yang diterpa angin dingin, "Ma-maap ya gua tinggal dulu, lu mandi aja dulu, itu di lemari banyak kaos sama celana yang bisa lo pake. Dan lu Sakata buruan tidur noh di kamarnya Mafu dia gabakalan tidur sampe pagi, lu ada kelas pagi, kan? buruan!" Kuroneko lalu mendorong Sakata ke depan pintu yang ada di sebelah ruanganku.

"Bye, bye," Kuroneko melambai ke arahku lalu berlalu pergi menuju ruangan bawah, Bar.

Aku tersenyum lalu segera melakukan apa yang ia suruh padaku tadi. Sedangkan Sakata segera membuka knop pintu, sebelumnya ia mengucapkan selamat malam padaku.
.
.
.
Tbc~
____ ____ ____
.
.

-Ze/N (Revisi, 3 September, 2020)

Sweet Memories! (USSS X Reader!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang