Keesokan harinya Elena tidak masuk sekolah. Ia harus istirahat karena sakit. Badannya demam sejak semalam, mungkin karena kemarin terguyur hujan. Neneknya sedang mengompres badan Elena yang tengah tertidur.
Hujan turun lagi selepas mentari tenggelam. Elena sudah terlelap di kamarnya. Nenek Elena tengah bersiap seperti hendak pergi. Ia membuka pintu pelan-pelan supaya tidak membangunkan Elena kemudian menutupnya lagi. Diambilnya payung yang ada di teras samping kemudian pergi.
Setelah bermenit-menit menyusuri jalan diiringi rintik hujan, Nenek Elena sampai di depan sebuah apotik. Ia letakkan payungnya di depan teras yang basah.
🌟🌟🌟
Hari ini Elena pergi ke sekolah seperti biasa. Sang nenek hanya mengantarnya sampai depan persimpangan jalan dekat rumahnya karena Elena tidak ingin merepotkan beliau. Meski neneknya sedikit berat untuk membiarkan Elena pergi sendiri karena baru saja sakit, ia pun membiarkannya. Ia meyakinkan diri bahwa Elena pasti akan baik-baik saja. Cucunya itu adalah anak yang kuat.
"Rakyat jelata udah masuk nih. Kirain nggak bakal ke sekolah lagi karna nggak sanggup bayar." baru saja Elena melangkahkan kaki kanannya di dalam kelas, sapaan tidak enak dari Odelia terdengar oleh kedua telinganya diiringi gelak tawa teman-teman Odelia.
Elena memang selalu sendirian. Teman sebangkunya pun juga cukup acuh terhdapnya. Namun Elena kuat menghadapi Odelia dan teman-temannya. Bagi Elena, ia sekolah untuk menuntut ilmu bukan untuk meladeni celoteh Odelia dan teman-temannya. Ia ingin sekali membanggakan sang nenek.
Guru yang mengajar pun datang. Semua murid langsung kembali ke tempat duduknya masing-masing, menata duduknya supaya terlihat serapi mungkin. Elena duduk sebangku dengan si anak pemalas yang tidak pedulian. Odelia duduk di depan Elena dan teman Odelia sebagian bangku duduk di samping Elena.
Di tengah pelajaran berlangsung, Odelia dan teman-temannya tak berhenti mengganggu Elena. Mulai dari menarik rambut Elena, mencoret buku Elena dan sebagainya. Sayangnya Odelia dan teman-temannya selalu lolos dari pandangan bu guru.
Elena pulang agak sore hari ini. Karena dia harus mengikuti latihan untuk kegiatan upacara besok Senin. Ia berjalan kaki menuju rumah. Langkah kecilnya terdengar bersemangat. Perutnya sudah rindu dengan masakan sang nenek. Sesekali ia menikmati udara sore dengan aroma sungai yang ada di seberang.
Pada waktu yang sama, David berkeliling di pinggir sungai yang membentang luas. Pandangannya menyapu seluruh penjuru. Banyak pejalan kaki yang berlalu lanang di sebrang sana. Angin sore ini terasa mendamaikan hingga tiba-tiba terdengar suara minta tolong oleh telinga David.
David pun mengedarkan pandangannya ke arah suara. Samar terlihat seseorang melambaikan tangannya tergesa dari dalam air. Ia menatap pergerakan orang itu kemudian melihat sekitar. Tidak ada seorangpun. Hanya ada sebuah kursi dan alat pancing yang tergeletak di tepian. Tanpa pikir panjang lagi David berlari untuk menolong.
Ketika tubuh lelaki yang rambutnya mulai memutih itu diangkat oleh David, ia sudah tak sadarkan diri. David memberikan pertolongan pertama untuk lelaki itu yang kemudian terbatuk memuntahkan air.
"Tuan.." Dua orang lelaki menghampiri mereka dengan tergesa.
"Tuan.. Tuan kenapa tuan ? Anda baik-baik saja ?" ucap salah seorang yang langsung berjongkok memeriksa lelaki yang tergeletak itu. Ia menembus tubuh david yang sekarang tepat di belakangnya. David tertegun memandangi kedua tangannya yang baru saja bisa menyentuh lelaki itu.
"Cepat bawa ke rumah sakit." ucap seorang lainnya.
Tubuh lelaki paruh baya itu diangkat. David pun memperhatikan mereka hingga mata David bertemu dengan lelaki paruh baya itu. Tatapannya nampak terkejut melihat David. David pun terkejut dengan reaksi lelaki itu.
🌟🌟🌟
Elena membuka pintu dan langsung masuk. Mungkin neneknya belum pulang.
"Kamu sudah pulang." sapa sang nenek yang sedang mencuci piring di dapur.
"Kok nenek sudah pulang ?" tanya Elena pada neneknya.
"Iya tadi hanya sebentar. Besok pagi Pak Son sekeluarga mau pindahan. Beliau dipindahtugaskan ke kota."
"Oh begitu.. Asiik nenek di rumah terus dong." ucap Elena senang, neneknya tersenyum.
Malam tiba. Elena duduk di teras depan rumahnya sambil memandangi langit. Semilir angin malam menggelitik kulit Elena yang tidak ditutupi kain apapun.
"Lena," panggil sang nenek kemudian duduk di sebelah Elena. "Kangen sama mama papa, ya ?"
Elena memandang neneknya, tersenyum. Neneknya pernah bilang, kalau Elena kangen sama mama papa, Elena lihat bintang yang paling terang. Mama sama papa Elena selalu menemaninya dalam wujud bintang yang paling terang. Ketika bintang itu berkedip, tandanya mama papa Elena juga kangen.
"Nenek punya sesuatu buat kamu." ucap neneknya sambil mengambil sesuatu dari saku baju yang ia kenakan.
"Apa nek ?" tanya Elen penasaran.
Sang nenek menunjukkan gelang tali dengan hiasan sebuah pohon dalam lingkaran mungil nan cantik kemudian memasangkannya ke pergelangan tangan Elena.
"Cantik. Nenek dapat dari mana ?" Tanya Elena sambil mengagumi gelang barunya itu.
"Tadi di pasar nenek liat itu, bagus buat kamu kan." Ucap neneknya tersenyum. "Pohon yang ada dalam hiasan itu namanya pohon maple. Di sini kita memang tidak bisa menemui keberadaan pohon itu. Oh ya, ada filosofi kehidupan dari pohon ini. Mau dengar ?" Tanya sang nenek.
"Boleh." jawab Elena dengan semangat.
"Pohon ini melambangkan keharmonisan dan kesetiaan. Keharmonisan itu ditandai dengan perubahan warna daun maple seiring dengan perubahan musim, dari musim semi sampai musim gugur, warna daun maple berubah dari hijau sampai merah atau kuning. Keharmonisan itu terjadi antara alam dan pohon maple. Kesetiaan ditandai dengan bergugurannya daun maple dari ranting pohon hanya pada waktunya saja yaitu musim gugur¹." Sang Nenek menggenggam tangan Elena. "Nenek berharap semoga kamu memiliki kehidupan yang harmonis Elena." Lanjutnya.
"Bagaimana dengan setia, nek ?" Tanya Elena.
"Setia adalah di mana kamu selalu mendukung, selalu ada untuk mereka bagaimanapun keadaan mereka, bagaimanapun kesulitan yang mereka atau kamu hadapi. Nenek berharap kamu punya teman yang setia nanti." Tutur nenek Elena.
"Semoga suatu saat nanti aku bisa lihat pohon itu sama nenek." Ucap Elena sambil memeluk sang nenek.
"Aamiin." Sahut sang nenek membelai rambut cucunya itu. "Ayo masuk. Nanti demam lagi kamu kalau lama-lama di luar." ajak sang nenek. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah.
🌟🌟🌟
____________
¹Filosofi Hidup: Pohon Maple "Sang Daun Multi Warna Yang Harmonis Dengan Alam" oleh Rohmat Ismail.Kalau suka, vote dong. Biar semangat nulisnya.
Thx udah mampir, udah baca, udah vote juga :)
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED
Fanfiction#400 in fantasy (01/10/2019) Sebuah kisah pencarian dan takdir yang tak bisa dielakkan. Sorry, break dulu. Thank you for reading and waiting. :) - 24/3