6 - Rina

145 7 0
                                    

"Rinaaa......" Teriakku dari kejauhan

Pagi itu, aku sudah berada di sekolah. Kebetulan aku melihat Rina keluar dari dalam kelasnya. Aku pun segera menghampiri dan menyapanya

"Assalamualaikum Rina". Ucapku seraya tersenyum

" Waalaikumussalam Icha". Balasnya

"Rina, aku ingin cerita.... boleh?"

"Iya boleh, ada apa?"

"Kalau begitu mari ikut aku ke belakang". kataku dan kemudian menarik lengan Rina.

Dibelakang kelas, aku celingak-celinguk kemana-mana untuk memastikan bahwa tak ada orang lain yang mendengar pembicaraan kami nanti.

"Ada apa?" tanya Rina memulai pembicaraan

"Rina... Aku ingin bercerita padamu, ada satu hal yang tidak bisa aku pendam".

"Ehmm, memangnya apa?"

"Rina.... aku sudah mengutarakan niatku untuk bercadar Pada Ummiku, tapi Ummi melarang dengan keras. aku harus apa? tidak mungkin jika aku akan mundur dan menyerah begitu saja dengan jawaban Ummiku...." jelas ku mulai menangis

Rina diam sejenak mencoba mencermati setiap kata yang ku ucapkan. Dia pun menghela nafas dengan pelan dan mulai kembali melanjutkan pembicaraan.

"Icha, Apa kau benar-benar bertekad untuk bercadar" tanya Rina.

"iya tentu saja". jawabku dengan cepat.

"Ehm..... Apa alasan utamamu untuk bercadar?"

"Rina.... Aku ingin beribadah pada Allah, aku ingin membantu para Ikhwan untuk menundukkan pandangan. aku tahu jika wanita adalah fitnah terbesar bagi para pria, dan aku tak ingin menjadi sumber fitnah itu. kau juga tahu sendirikan jika berapa pekan yang lalu ada seorang pria yang terfitnah kerenaku? Ya..... jelas itu karena wajahku. walaupun wajahku ini tak secantik seperti yang sering kau katakan, tapi setan akan selalu berusaha menghiasinya jika terlihat oleh kaum ajnabi. Dan sungguh aku sangat takut terkena azab Allah. aku sangat ingin memulihkan diriku, aku pun tahu jikalau aku ini belum sempurna seperti dirimu yang terkadang membuatku kagum. tapi setidaknya aku ingin mencoba taat pada Rabbku. Aku merasa hijrahku belum sempurna, aku masih sering khilaf. tapi kan tidak ada salahnya mengenakan cadar diiringi dengan akhlak yang baik pula? Bukankah bercadar itu hak asasi manusia yang jika pun ada seorang wanita yang ingin memakainya karena Allah, maka sah-sah saja kan?" Jelasku panjang lebar pada Rina.

"Maa syaa Allah.... aku setuju denganmu Icha. Yah..... benar hijrah itu butuh proses. hijrah tak harus menunggu semuanya sempurna, karena yang penting itu adalah meninggalkan keburukan. tidak mustahil dulu begitunya dia berbaju ketat, sekarang berhijab. Dulu sering maksiat sekarang rajin ikut Tarbiyah. Alhamdulillah, Hidayah hanya milik Allah, dia berhak memberi pada siapapun sebab Allah Maha membolak-balikkan hati manusia. yang jelas tetaplah Istiqomah dijalan Allah, Allah itu maha melihat dan dia akan Bersikap Adil pada setiap hambanya. Tenang saja jika kau benar bersungguh-sungguh untuk bercadar, Maka insya Allah, Allah akan mempermudah jalanmu itu  La Tahzan Innallaha ma'ana!! Jangan sedih..... setan tak akan menertawakanmu dan menganggapmu bahwa dirimu lemah!" tutur Rina dengan jelas.

Dia pun menepuk-nepuk pundakku dan mencoba untuk memberi semangat. dia berusaha menenangkan diriku bahwa semua yang terjadi di atas muka bumi sudah menjadi ketetapan Allah.

"Rina.... Jazakillahu Khairan. Syukron atas nasehatmu, sungguh aku sangat bahagia menjadi sahabatmu. benar kata Rasulullah, bahwa persahabatan hanya karena Allah yang bisa bertahan hingga ke Jannah-Nya". ucapku sambil menyeka air mata yang masih menggenangi mataku.

"Na'am. Aamiin waiyyaki Aisyah....Tersenyumlah☺". balas Fika.

Aku Dan Hijrahku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang