Gue sempat tertidur hampir satu jam lebih di dalam bus, ya kira-kira setelah setengah jam gue berhasil duduk menikmati perjalanan. Gue memang orangnya enggak bisa kena bantal sedikit, gue PELOR, nempel molor. Saat membuka mata, gue yakin gue sudah berada di sebuah kota yang berbeda, tidak ada lagi kendaraan sepadat kota Bangkok, ini Pattaya.
Sesampainya di Terminal Bus Pattaya, tanpa buang waktu gue langsung turun duluan, gue cuma kepikiran tas gue yang ada di bagasi sih. Kalau sampai hilang, gue enggak punya baju dan lain-lain. Kalau barang berharga kayak laptop dan kamera gue sih semuanya udah dipindahin ke tas bersama yang di pegang Karin. Waktu gue turun dari bus, gue agak kaget sih, padahal di awal bus mau berangkat semua tas atau barang yang dimasukin itu di tandain dan kita juga dapat kertas bertuliskan nomor yang ada di tas kita. Tapi pada kenyataannya saat bagasi dibuka, tidak ada pemeriksaan lagi. Penumpang boleh langsung memilih sendiri barang bawaan mereka dan langsung membawanya pergi tanpa harus memperlihatkan nomor kertas yang kita pegang. Ini agak bahaya sih. Kalau lagi sial bisa jadi barang kita sengaja dibawa sama orang lain. Untung lah hari itu yang naik Bus orang-orang baik semua kayaknya, jadi enggak ada satu orangpun yang complain karena barang hilang dan sebagainya.
Gue langsung ambil tas backpacker gue dan bantu keluarin koper teman-teman gue dari dalam bagasi sebelum ketuker atau sengaja di ambil orang lain. Bukannya negatif thinking ya, tapi lebih berhati-hati aja sih di negara orang. Enggak berarti orang lokal jahat yaa, lebih kepada males aja kalau sampai kesialan terjadi karena keteledoran sendiri, susah ngurus apa-apanya di negara orang, ribet karena kita ini kan cuma turis yang numpang sebentar di negara mereka.
"Hotelnya dimana, Rin?" Tanya gue.
"Hotelnya itu kayak apartemen gitu, Be. Namanya The Grass Suit."
"Terus kita kesananya naik apa?"
"Naik Gab aja kali ya?" Karin menawarkan.
"Yaudah kalau gitu kita sambil jalan keluar aja, Gab kayaknya gak mungkin juga kan masuk ke dalam terminal." Gilang mengajak kami semua untuk berjalan ke luar Terminal dibanding duduk menunggu di dalam. Kami pun berjalan keluar terminal membawa barang bawaan kami masing-masing. Saat itu gue lihat waktu menunjukkan pukul 13.30 UTC.
"Come on! Come on! I take you, I take u!" Seorang Bapak berteriak-teriak di ujung Terminal Bus tepat di depan antrian angkutan umum. Angkutannya kurang lebih sama seperti yang ada di Jakarta, hanya saja angkutan ini nampak seperti mobil bak yang atapnya ditutup oleh rangkaian besi.
"Itu apaan, Rin?" Tanya Dirga.
"Itu kalau enggak salah namanya songthaew deh. Bee, coba lu tanyain deh dia lewat apartemen yang mau kita lewatin ga? Terus tanyain harganya berapa?" Karin memberikan pada gue sebuah alamat yang tercantum di kertas bookingan penginapan. Tertulis The Grass Suite.
Gue menghampiri Bapak-bapak yang sejak tadi berteriak itu, dia juga sepertinya sudah sadar dengan kehadiran kami sejak tadi.
"Khun, Did you pass The Grass Suite Apartement?"
"Haaa?" Bapak itu seperti kebingungan dengan pertanyaan gue. Dia terus ngomong sendiri pakai bahasa Thailand yang gue enggak ngerti itu apa. Akhirnya gue coba searching gambarnya dari internet dan gue coba tunjukkan kepadanya.
"This. Did you pass this apartment?"
Bapak itu kemudian tersenyum dan mengangguk, "The Grass Suite Apartement!" Dia mengucapkan dengan nada yang aneh. Dia memberikan jempolnya sebagai tanda kalau songthaew ini melewati The Grass Suite Apartement.
KAMU SEDANG MEMBACA
JATUH CINTA DI PATTAYA
RomanceTransgender Female to Male jatuh cinta pada Transgender Male to Female di Pattaya Bangkok. Cinta itu datang begitu saja, tidak peduli apa gendermu, tidak peduli apa jenis kelaminmu. Nikmatilah perjalanannya, nikmatilah rasanya dan nikmatilah prose...