Setelah memikirkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi, Lewba memutuskan untuk menerima permintaan Jonah. Beberapa baju yang menurutnya tidak terlalu buruk sudah ia keluarkan semua dari lemari pakaian. Setiap kali ia mencoba memaki baju-baju itu di depan cermin, ia tak pernah merasa cukup cantik dan itu membuatnya kembali merendah diri. Pikiran-pikiran negatifnya bermunculan kembali dan mengambil alih otaknya. Sebisa mungkin ia mengingat saat Jonah berkata bahwa penampilannya tidaklah penting. Ia sempurna di mata Jonah. Setelah mengulang-ngulang perkataan Jonah dalam benaknya, akhirnya Lewba kembali mendapatkan pikiran positifnya.
"Jonah tak seperti lelaki lain. Ia tak akan memandang betapa jeleknya aku. Yang ia inginkan adalah kehadiranku di sana. Tentu saja ada sesuatu yang harus dibicarakan di antara aku dan dia." Lewba berkata pada refleksi dirinya sendiri. Ia pun mengumpulkan rasa percaya dirinya. Pakaian yang ia pilih adalah celana biasa yang tidak terlalu ketat agar tidak terlalu menunjukkan bentuk tubuhnya dan hoodie berwarna abu-abu tanpa cap atau sablon apa pun.
"Aku minta maaf karena ini sudah lewat 20 menit dari waktu yang aku berikan. Aku harap kau tidak marah. Sesuatu terjadi di rumahku, dan aku harus mengatasinya. Sekali lagi maafkan a ...," perkataan Jonah seketika terpotong oleh Lewba yang tersenyum lebar dan mengangguk memahami.
"Terima kasih." Jonah tersenyum manis sambil menunduk malu.
"Jadi, mengapa kau menyuruhku kemari malam ini?" Lewba melihat-lihat daftar menu secara sekilas. Walaupun ia sudah tahu apa yang akan ia pesan, ia tetap membuka-buka buku menu itu, hanya sebagai formalitas saja.
"Tentang tadi sore. Apakah kau mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" Jonah melambaikan tangan pada seorang pelayan muda yang usianya sekitar dua puluhan. Setelah pelayan itu mencatat apa yang mereka pesan, dia berjalan meninggalkan mereka berdua dengan senyuman ramah.
"Pelayan di sini lumayan juga ternyata." Lewba mencoba mengalihkan pembicaraan karena ia tak ingin Jonah bertanya lebih lanjut lagi.
"Apakah kau baru saja mengakui bahwa kau menaksirnya? Bukankah seorang gadis biasanya menyukai kapten tim football di kampusnya?" Tidak. Kau salah, Jonah. Engkaulah yang sebenarnya ia taksir.
"Aku bahkan tidak tahu bahwa ada tim football." Matanya menyipit dan wajahnya malas.
"Jadi, tadi sore itu apa?"
"Aku tidak ingin membahasnya."
"Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu."
"Kau mengetahuinya. Jangan bertanya lagi, oke?"
"Lewba, kita teman!"
"Oke, akan kuberi tahu."
"Bagus. Ini baru Lewba!"
"Kau mungkin menyadarinya bahwa aku tidak terlalu nyaman berada di dekat orang baru," raut wajahnya mulai serius. Lewba mencondongkan badannya ke depan dan memperkecil suaranya.
"Lalu, masalahnya di mana?" Jonah bertanya.
Masalahnya ada pada kalian berdua yang begitu saja mendiamkan Lewba.
"Tidak ada masalah. Hanya saja, aku tak ingin berada di dekat orang baru. Itu aneh untukku." Ia berbohong kembali.
"Lalu, mengapa kau bisa dengan mudahnya berteman denganku? Apa bedanya dengan itu?"
"Jelas berbeda." Karena Lewba menyukai Jonah di hari pertama mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WONDERWALL × Jonah Marais (END)
FanfictionMenjalin hubungan dengannya bukanlah sebuah kepastian. Berhubungan baik dengannya adalah sebuah kepastian. Jonah Marais terlalu sempurna untuk hidupku yang berantakan.