IMAGINE (Bonus Chapter)

136 13 0
                                    

Chapter ini tidak berhubungan dengan cerita Wonderwall sama sekali. Karena ini hanya one shot yang sengaja author buat sebagai bonus

°°°

Sore itu aku baru saja keluar dari kelas terakhirku di hari Sabtu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu aku baru saja keluar dari kelas terakhirku di hari Sabtu. Menyebalkan sekali karena aku harus mengganti jadwal kuliahku ke akhir minggu karena pekerjaan yang aku ambil. Berada jauh dengan kedua orang tua terkadang menuntut kita untuk bekerja lebih keras karena walaupun mereka tetap bertanggungjawab atas kehidupan kita, namun mereka tak selamanya tahu apa yang kita butuhkan di samping hanya menuntut ilmu dan mendapatkan asupan.

Untungnya, aku memiliki seorang sahabat yang entah mengapa selalu setia padaku sampai detik ini. Dia sedikit menyebalkan dan pemaksa, tapi aku yakin aku tak akan pernah bosan menjadi sahabatnya karena ia selalu memiliki topik untuk dibicarakan.

"Apa kau sudah makan? Kau perlu makan! Oh yah, aku masih memiliki makanan berat di dalam tasku. Aku ambilkan, ya? Kau harus makan dulu! Aku yakin itu sangat enak karena berbeda—"

"Jonah, kumohon berhentilah bicara, okay? Lady, kau bertingkah seperti ibuku!" Aku berjalan lebih cepat di depannya, risih dengan semua paksaannya. Sudah kubilang, dia pemaksa dan sedikit cerewet.

"Apakah kau yakin?" Ia berlari kecil untuk menyusulku.

"Yep!" Lalu, aku berjalan menuju halte bis terdekat dan duduk di bagian tengah bangku panjang. Walaupun di sana tidak siapa-siapa dan benar-benar kosong, Jonah memilih untuk duduk tepat di sampingku.

Mungkin kau akan berpikir bahwa itu biasa saja, namun untuk orang sepertiku yang sangat kaku, aku sangat tidak nyaman dengan hal itu.

"Kau akan naik bis?" Tanyanya yang membuatku naik pitam. Kami sudah berteman bertahun-tahun dan dia tahu hanya dengan bislah aku bisa pulang. Mengapa dia bertanya bila dia tahu jawabannya apa?

"Kau tahu jawabannya!" Aku menjawabnya dengan ketus.

"Baik. Aku ikut bersamamu, okay?" Ia menatapku dengan tatapan memelas, membuatku ingin mencubit pipinya yang sangat mulus.

"Tidak. Untuk apa?"

"Aku ikut bersamamu, okay?"

"Tidak!"

"Nah itu bismu, kan?" Jonah menunjuk ke arah bis yang masih berjarak sekitar sepuluh meter dengan tempat kami duduk, membuatku segera berdiri dan bersiap-siap untuk melambaikan tangan agar bis tersebut berhenti.

"Aku ikut, ya?" Jonah masih berkata demikian, sambil mengikutiku untuk berjalan ke ujung halte agar lebih mudah untuk memberhentikan bus.

"Astaga Jonah! Bisakah kau berhenti bicara barang sejenak?" Kutunjukkan wajah paling mengerikan yang aku buat sebisa mungkin, berharap bisa membuatnya diam. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, ia tertawa cekikikan karena ekspresi wajahku yang katanya seperti kepiting rebus.

"Aku membencimu!" Aku menderlingkan kedua mataku, lalu kulambaikan tanganku untuk memberhentikan bis yang akan aku naiki.

Bis itu berhenti beberapa meter dari tempatku berdiri, membuatku harus berjalan terlebih dahulu sebelum memasukinya. Setelah masuk, mood-ku langsung menurun karena keadaan bis yang sangat pengap dan sesak, membuatku terpaksa bergelantungan dengan posisi berhadap-hadapan dengan Jonah. Bis sialan.

Jarak kami hanya terpisahkan oleh tas tipis yang aku simpan di depan tubuhku, untuk menghindari pencurian barang. Alih-alih menjauh dariku, Jonah malah membuat kami tak berjarak sama sekali. Situasinya semakin kaku karena ia bukan berdiri menghadap depan, melainkan berdiri menghadap ke arahku dengan mata yang tak henti-hentinya menatapku.

"Apakah kau ingin berpindah ke belakang?" Ia bertanya padaku, masih dengan mata yang menelusuri wajahku. Aku tidak menatapnya balik karena itu akan memperkaku suasana. Aku hanya melihat bagaimana caranya menatapku dari pantulan kaca berlapis filter hitam di bagian samping.

Aku menggelengkan kepalaku dan berkata tidak, karena tujuan akhirku tidak sejauh sebagian besar orang-orang di dalam sana. Lagi pula, akan sangat sulit untuk berpindah ke belakang karena banyaknya orang yang berdiri menghalangi jalan.

Bis berjalan melewati beberapa halte. Herannya, walaupun penumpang sudah penuh, namun supir bis masih saja menaikkan penumpang lain, membuat keadaan di dalam bis sangat kacau karena teriakan orang-orang yang terinjak dan suara tawa karena sebagian dari mereka membuat lelucon dari keadaan kacau ini. Dorongan dari penumpang lain membuat jarak antara aku dan Jonah hilang. Aku bisa merasakan hangat tubuhnya dan wangi parfumnya. Perasaan ini sangat canggung namun membuatku nyaman.

Kutengadahkan wajahku untuk memerhatikannya. Sialnya, ia pun sama-sama sedang menatapku. Tapi tidak ada satu pun dari kita yang mengalihkan wajah, menikmati momen kecil dalam kekacauan ini. Ia tertawa kecil sambil memerhatikan wajahku. Semuanya terjadi begitu saja, kami tertawa tanpa alasan yang jelas. Di tengah tawa, bis mengerem mendadak dan membuatku berpegangan ke pundaknya dengan refleks. Kulihat matanya yang terus menatapku dan bibirnya yang ia gigit perlahan.

Aku menunduk malu karena aku tahu apa yang sedang ada di pikirannya. Persis seperti apa yang sedang kupikirkan. 😳

«…»

go get it jonah😜

WONDERWALL × Jonah Marais (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang