5. Khawatir (?)

53 7 5
                                    

NASYA - Beberapa minggu lagi akan ada UAS. Kupikir aku tidak sepantasnya bersantai-santai. Sudah saatnya sekolah bukan lagi tempat seru-seruan bersama teman-teman, tapi tempat belajar yang sesungguhnya. Dan mengingat jika papa menaruh harapan besar padaku. Hhh.. aku meletakkan kepala dan merentangkan kedua tanganku di atas meja seraya mengistirahatkan jari-jemariku yang telah berjuang keras mencacat banyak materi di pelajaran jam terakhir kali ini.

"Rafka sakit apa ya?" celetuk Oki tiba-tiba yang sontak membuatku langsung bangun.

"Rafka sakit?" tanyaku untuk memastikan.

"Kita malah mau tanya kamu Sya, kirain kamu tau.." jawab Bella.

"Trus kalian tau dari mana kalau dia sakit?" tanyaku kepo.

"Mamanya telepon wali kelas."

Aku baru sadar jika hari ini Rafka tidak ada di kelas. Aku mengarahkan pandanganku ke bangkunya. Ternyata sedari tadi yang menempati bangku itu adalah Rio yang semula duduk di belakang. Pantas saja aku tidak merasakan ada yang kurang.

"Ciee Nasya khawatir nih.." celoteh Oki.

"Kamu disuruh Bu Eva ngasih catatan pelajaran tadi ke Rafka, jangan lupa yaa.. sekalian tanya dia sakit apa." jelas Rizka.

"Iya, kita sebagai temen deketnya kan khawatir.."

"Loh Sya, mau ke mana? Nggak ikut kelas tambahan?"

"Titip absen ya.." Aku bergegas keluar kelas dan mengambil sepeda di parkiran.

Eh~ Apa yang kulakukan? Bolos kelas tambahan dan pergi ke rumah Rafka? Hatiku menggerutu tak jelas. Sekarang sudah sampai di depan rumah Rafka, lalu aku harus apa? "Masuk, enggak, masuk, enggak....." aku bingung, seolah tak sadar dengan apa yang kulakukan membuat diri ini merasa bodoh. Menghitung jari layaknya orang tak punya pendirian sedang mencari jawaban.

"Hei, ngapain?" suara kak Arya mengagetkanku.

"Eh, aku? Ma-mau ke ru-rumah Rafka. Ngasih catatan. Di-dia sakit katanya.." Aku sedikit gugup menanggapi kak Arya, hingga ucapanku terbata-bata. Kayak diinterogasi siapa aja. -_-

"Kenapa nggak masuk?"

"Iyaaa ini mau masuk.." Kak Arya seperti tak habis pikir dengan polah tingkahku.

Ada rasa gugup dan tidak nyaman. Baru pertama kali ke rumah teman cowok seorang diri (ya meskipun ibarat main ke rumah tetangga). Perlahan-lahan aku menapakkan kaki di rumah Rafka. Mengendap-endap layaknya maling. But I'm not a thief! Pintunya terbuka. Mataku mencoba melihat ke dalam rumah Rafka dari pintu yang terbuka. Kurasakan ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang. Dag-dig-dug ... jantungku berdetak lebih cepat.

"Eh, tante?" Aku terkejut melihat tante Anik yang tersenyum.

"Cari Rafka?"

"I-iya tante. Ini, cuma mau ngasih ee catatan pelajaran tadi." Aku gugup menanggapi tante Anik sambil cengar-cengir malu.

"Masuk aja, kamarnya di lantai atas."

"Ha?" Aku melongo, "Aku disuruh ke kamarnya?" pikirku. "Saya tunggu di sini aja ya tante?" ucapku kemudian.

"Udah nggak apa-apa, Nasya masuk aja. Nggak usah sungkan-sungkan. Kayak sama siapa aja.. Tante tinggal ke belakang dulu ya?"

Light for My WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang