NASYA - Tiba di sekolah masih terlalu pagi. Belum terlalu ramai siswa-siswi berkeliaran di area sekolah. Lima meter dari ruang kelas, aku melihat keempat sahabatku sedang mengendap-endap, mengintip ke dalam kelas melalui kaca jendela. Tak menunggu lama, kemudian Rafka yang berjalan bersamaku mengagetkan mereka. Sontak mereka terkejut dan secara spontan memukul Rafka sampai ia berteriak kesakitan.
"Stop!" aku menghentikan mereka. "Kalian lagi ngapain sih?" tanyaku pada empat gadis aneh yang kusebut sahabat.
"Mengintailah, apa lagi?" ujar Oki.
Dari kaca jendela kulihat ke dalam kelas ada lima orang teman sekelas. Tiga cowok dan dua cewek. "Hasilnya?" lanjutku."Kami mencurigai si ketua kelas. Dia kan jago banget bikin puisi."
"Tapi dari tadi kami lihat, dia asyik sendiri baca buku, dan nggak sedikit pun noleh ke bangkumu Sya."
"Udahlah, nggak usah diselidik-selidiki. Buang-buang waktu aja. Nggak penting tau nggak. Nanti juga bakal ketahuan sendiri," ucapku. "Udah, lanjutin aja gebukin tuh orang!" Aku menunjuk Rafka sebagai target mereka. Wkwkwk..
"Aw! Udah dong. Sakit!!!" teriak Rafka yang terdengar dari dalam kelas.
"Kenapa kamu ngagetin kita? Hah!"
"Aku paling nggak suka dikagetin!!"
"Sorry sorry. Kalian kan cantik. Nanti aku traktir deh."
Seketika itu tak terdengar lagi suara perkelahian mereka. Pantas saja, Rafka memberikan iming-iming sebuah traktiran.
- - -
Pelajaran matematika selesai. Saatnya istirahat. Tiba-tiba Vika, salah satu teman sekelasku mencoba membuat Rafka mengurungkan niatnya untuk bangun dari kursi. Kudengar Vika sedang meminta bantuan Rafka untuk menyelesaikan soal matematika yang diberikan oleh pak Yasa. Beberapa kali kulihat Vika sering meminta bantuan Rafka ketika memiliki kesulitan pada pelajaran. Apa karena Rafka yang bisa diandalkan atau dia menyukai Rafka? Sepertinya alasan yang paling tepat adalah keduanya. Karena ia menyukai Rafka dan Rafka bisa diandalkan maka dari itu ia sering meminta bantuan sekaligus. Pendekatan nih? Pikirku.
Aku masih diam tertegun di bangku, yang tepatnya sebelah bangku Rafka. Kedua mataku pun tertuju pada mereka berdua. Entah apa yang kulihat. Sampai-sampai tak mendengar Anggi memanggil namaku. Hingga Vikalah yang membangunkanku dari lamunan. Aku pun gelagapan, salah tingkah karena tanpa kusadari Rafka telah melihatku. Aku segera keluar kelas dan ke kantin bersama Oki, Anggi, Rizka, dan Bella. Mereka berempat sedang menunggu Rafka memenuhi janjinya untuk mentraktir mereka makan siang.
Hari ini sepulang sekolah, aku dan Rafka pergi ke salah satu kafe yang nggak jauh dari sekolah. Ia dapat tawaran perform di kafe milik salah seorang kenalannya. Ia pun mengajakku. Kami pergi dengan motor masing-masing. Para sahabatku dan pacar mereka pun ikut. Kecuali pacarku. -_-
"Yang, temenku mau perform di kafe deket sini. Jadi aku mau nonton."
"Iya, nonton aja."
"Kamu nggak ikut?"
"Emmm maaf nih, hari ini aku ada urusan sama pelatih basket."
"Oh gitu ya?"
"Ya udah, kamu hati-hati ya perginya." Vito pun pergi setelah itu. Padahal aku udah menyempatkan diri pamit ke dia. Responnya .... Masih teringat di benakku bagaimana tadi Vito bersikap di depanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light for My Way
Roman pour Adolescents[COMPLETE] Beberapa part sudah kuhapus 🙏. Buat baca lengkapnya, yukk download app Devki Media di play store. Setelah aplikasi terinstal, klik "Light for My Way" atau ketik judulnya di kolom pencarian, lalu add to you library. Yo ayo! Mumpung masih...