Devano Danendra 一 Ini Aku
***
Luna dan teman-temannya baru saja sampai di kelas. Gadis itu menuju bangkunya sendiri lalu duduk. Ia menaruh beberapa buku ke dalam laci mejanya namun belum sempat ia menaruh buku-bukunya, ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Sebuah amplop putih ada di laci itu. Luna meraih amplop tersebut lalu membukanya dengan rasa penasaran yang luar biasa. Ada secarik kertas dan beberapa foto ada di dalam amplop. Luna mengeluarkan secarik kertas itu dan membacanya.
Mungkin lo kaget sama foto-foto yang gue kirim ke lo. Lo mengira kalo hidup lo udah tenang setelah pergi dari Bandung. Nyatanya adalah mau di manapun lo berada sekarang, gue tetap bisa nemuin lo dan buat hidup lo hancur!
Luna terkejut dengan isi surat itu. Buru-buru ia mengeluarkan beberapa foto dari dalam amplop tersebut lalu melihatnya dengan kening berkerut. Luna menelan salivanya kasar, dan membuang foto itu ke bawah dengan spontan. Tangannya dingin dan bergetar.
Teman-temannya langsung menghampiri Luna saat melihat ada yang tidak beres dengan gadis itu. Keisha mengumpulkan kembali foto-foto yang dijatuhkan Luna tadi.
"Lun, ini foto apa?" tanya Keisha. "Kok, ada tulisan lo adalah target selanjutnya? Mana pake cat warna merah lagi nulisnya. Serem banget, sih."
Luna tidak mampu menjawab. Lidahnya mendadak kelu. Air matanya bahkan sudah menetes.
"Lun, lo kenapa, Lun? Lun, sadar!" teriak Sonya untuk menyadarkan Luna yang kini tampak kaku bagaikan patung. Tidak begerak bahkan tidak menoleh ke arah mereka.
Lauren merebut foto itu dari tangan Keisha lalu melihatnya dengan saksama. Lauren terkejut hingga menutup mulutnya sendiri dengan satu tangannya, kemudian ia mengambil secarik kertas yang ada di meja. Saat ia membaca surat tersebut, lagi-lagi ia terkejut.
"Luna, lo diancam?" tanya Lauren yang ingin ikut menangis. "Cewek yang diikat dengan beberapa luka di foto ini itu ... lo, kan, Lun?"
Luna kini mengangguk pelan kemudian menangis keras. "A-aku ..."
Andien memeluk Luna erat, berniat untuk memberi ketenangan pada gadis itu. Luna membalasnya dan menangis di bahu Andien.
"Kita sama-sama lindungi Luna. Yang ngirim amplop ini pasti murid dari sekolahan ini juga. Kita harus sama-sama cari tahu siapa pengirimnya." Lauren bersuara dengan tegas sambil mengusap air matanya yang sempat menetes.
Keisha dan Sonya mengangguk cepat.
"Lun, lo jangan jauh-jauh dari kita. Kita bakal jagain lo. Jangan takut lagi, ya, Lun." Andien berujar sambil mengusap pelan punggung Luna.
***
Jam istirahat, Luna izin pergi ke toilet pada teman-temannya. Sempat khawatir dengan keadaan Luna, namun Luna mengatakan bahwa ia tidak apa-apa, ia sudah baikan. Amplop itu masih terletak di dalam laci meja Luna, Andien mengambilnya.
"Luna lama banget nggak, sih, ke toilet? Kalian ngerasa nggak? Ini udah tujuh menit." Andien berucap dengan raut wajah cemas.
"Lagi boker kali." Sonya menyahut.
Andien menggeleng cepat. "Menurut gue enggak. Gue takut dia kenapa-kenapa di toilet. Kita susulin, yuk?"
Keisha, Sonya, dan Lauren mengiyakan lalu mengikuti Andien menyusul Luna ke toilet. Sesampainya mereka di toilet wanita, tidak ada keberadaan Luna di sana. Keempat gadis itu semakin cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA [TELAH TERBIT]
Teen Fiction[Beberapa Part sudah dihapus untuk penerbitan. Telah Tersedia di toko buku Gramedia seluruh Indonesia] 'Senyuman penawar luka yang seluas samudera' Bara Elang Nugroho, biang kerok sekolah SMA Angkasa yang adem dipandang mata. Si nakal yang susah dij...