Part 45 : Tamu

1.1K 79 13
                                    

Tiga hari kulalui begitu saja. Berjalan lurus bersama rutinitas yang menjemukan. Waktuku terasa begitu cepat. Bagai api yang membakar kertas. Habis. Tanpa meninggalkan kenangan. Hanya sisa karbon pembakaran yang mudah hempas terbawa angin. Menjadi debu yang berterbangan di udara.

Sedikit sekali aku membagi waktu buat membujuk Pyo. Namun setiap kali aku membujuknya jawabannya selalu sama. Tidak! Pyo tidak mau pergi ke mana pun. Ia hanya akan pergi bila aku turut serta bersamanya. Dasar manusia aneh. Dia pikir aku ini siapa? Entah, harus dengan cara apa aku bisa memberikan pengertian pada makhluk abu-abu itu. Aku hampir menyerah. Bahkan mungkin pasrah. Lagipula bila Pyo tak jadi pergi itu sebuah keberuntungan buat aku. Karena aku bisa bertemu dengannya kapan pun. Tanpa terpisah jarak dan waktu yang lama. Tak perlu menanggung rasa rindu.

Namun, aku bukan tipe orang yang seegois itu, Pyo punya hak untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Lebih cerah. Lebih berwarna. Lebih banyak nada. Bukan dunia senyap yang selama ini ia rasakan.

''Tok ... Tok ... Tok!!!''

Pintu rumah kontrakanku terketuk dari luar. Tepat pukul 19.20 WIB. Aku lagi berjibaku dengan layar laptop-ku.

''Tok ... Tok ... Tok!!!''

Pintu rumah kontrakanku terketuk lagi. Rupanya orang di luar sana sudah tak sabar.

''Ya, tunggu sebentar!'' sahutku seraya mematikan layar gadget 14 inch-ku ini. kemudian bergegas menghampir pintu dan perlahan menekan grendelnya.

KLEK!

Pintu terbuka, dan aku melihat sesosok laki-laki jangkung yang sudah sangat familiar di kedua mataku. Bintang film Korea. Tidak! Cuma mirip saja. Terutama mata sipitnya dan kulit putih bersihnya. Siapa?

''Budjang, kau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Budjang, kau ...'' Mulutku melongo. Mataku terperangkap pada tatapan matanya yang tajam.

''Hehehe ... kenapa? Terkejut, ya?'' Laki-laki berbadan kekar ini tersenyum lebar. Biasa menebarkan pesonanya, tapi aku sudah tak tergoda.

''Kau sudah keluar dari penjara, Jang?'' pekikku tak sabar.

''Hahaha ...'' Laki-laki berhidung mancung ini cuma tertawa ngakak.

''Siapa yang dipenjara, San?'' ucapnya bertanya.

''Lho bukankah waktu itu kamu turut tercyduk di sex party para gay, Jang?''

''Iya, gue emang bagian dari 23 orang yang tertangkap basah, tapi gue hanya ditetapkan sebagai saksi bukan tersangka ...''

''Oh, gitu ... syukurlah kalau begitu!'' timpalku.

''Iya, San ... eh, ngomong-ngomong gue boleh masuk gak, nih?''

''Oh ... ya, ya ... silahkan!'' Aku mempersilahkan Budjang masuk ke ruang tamu dan membiarkan ia duduk pada sebuah bangku.

Kucing Jantan Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang