BAB 3 - Permintaan Maaf

5.3K 413 28
                                    

Tak ada yang lebih berharga didunia ini selain kasih sayang dari keluarga kecilku.
-Untukmu, Pelengkap Imanku-


HARI ini aku tak ada jadwal dinas, ini merupakan moment yang sangat langka bagiku untuk bisa berkumpul dengan keluarga. Jarang-jarang aku bisa berkumpul dengan keluarga seperti ini, aku ingin memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.

Aku beranjak dari ranjang, melirik jam yang menunjukan pukul 4 kurang 15 menit. Lantas, aku melirik istriku yang masih pulas tertidur. Rencananya aku hari ini akan memasak sarapan pagi untuk istri dan anakku. Hanya ini yang bisa aku lakukan sebagai ucapan maafku kepada mereka.

Setelah mencuci muka, aku bergegas menuju ke dapur. Mengambil bahan-bahan yang akan aku gunakan untuk membuat nasi goreng. Sebenarnya aku tak terlalu lihai dalam memasak. Tapi demi keluargaku, Aku akan melakukanya.

Ketika aku menghadap penggorengan yang berisi minyak, aku sudah bingung duluan, bahan bahan apa saja yang akan pertama aku masukan.

Dengan rasa eksperimen yang tinggi, aku mencoba memasukan bawang ke dalam minyak yang sudah aku panaskan.

Itupun tanpa aku iris terlebih dahulu. Masih dalam bentuk gelondongan.

Pletuk!

Seketika minyak yang ada di penggorengan memuncrat dan berhamburan hingga mengenai sebagian tanganku. Aku meringis dan langsung mematikan kompor. Tanganku memerah.

"Ya Allah, Mas. Kamu kenapa?"

Suara itu terdengar panik ketika menyaksikan aku meringis seperti tadi.

Vania langsung menghampiriku dengan nada panik, dia meraih tanganku.

"Tangan kamu kenapa? Kok bisa kaya gini?"

"E--en--nggak kok, gak papa, cuma kecipratan minyak aja," aku nyengir kuda seraya menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Kok bisa?"

"...." aku hanya diam.

"Yaudah sini, aku obatin dulu."

Dengan telaten Vania mengobati lukaku dengan salep luka bakar. Aku tersenyum di buatnya. Se keras kepalanya Vania, dia adalah wanita yang sangat baik dan penyayang. Aku juga tak bisa begitu saja menyalahkan Vania atas sikapnya yang seperti itu padaku. Aku tau dia cuma khawatir padaku.

Kini ditanganku terdapat olesan salep luka bakar yang Vania berikan padaku. Aku masih di introgasi oleh Vania.

"Kamu ngapain di dapur pagi-pagi gini?"

Aku lagi-lagi nyengir kuda pada Vania. Sambil terkekeh kecil.

"Ditanya kok malah ketawa?"

"Hehe. Anu.."

"Anu? Anu apa?"

"Masak."

"Ha? Masak?" Tanya Vania kaget.

"I-iya. Niatnya Mas masak itu buat permohonan maaf sama kamu dan anak-anak."

"Untuk aku dan anak-anak?"

Jeda tiga detik.

"Hahaha." Ledakan tawa Vania pecah seketika. Ya, aku tau Vania pasti akan mentertawai ku seperti ini.

"Iya kan Mas takut kamu marah, soalnya akhir-akhir ini kamu diemin mas, apa itu artinya bukan marah? Jadi mas mau bikin masakan buat kamu biar gak marah lagi." Jelasku. Aku hanya mengungkapkan keresahan dalam hatiku pada Vania.

Vania kembali tertawa. "Mas serius lho, malah ketawa gitu." Wajahku berubah masam.

Vania menghentikan tawanya, dia menggenggam tanganku dan duduk semakin dekat denganku.

Untukmu, Pelengkap ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang