Bab 4 - Lelaki Tak Punya Hati

7K 383 79
                                    

Sebaik-baiknya lelaki adalah lelaki yang menghargai wanitanya
--Untukmu, Pelengkap Imamku--


Bandar Udara Djuanda, Surabaya.

"Kap, habis ini kita mau kemana?" tanya Pian.

"Ngisi perut lah, Yan. Lo emang gak laper?"

"Laper lah! Pakek nanya lagi. Gak tau nih perut udah ngadain konser minta di kasih makan." cerocos Pian.

Aku hanya mampu ketawa. Pian ini kalau urusan makan pasti paling sigap.

"Lo mau makan dimana, Yan?" tanyaku.

"Mm dimana aja, asal itu masakan khas Surabaya. Yakali kita di Surabaya makanya gudeg."

"Yee gue juga tau lah, urusan makan aja lo paling garcep. Tapi sebelum itu, kita solat dulu ya? Udah masuk waktu solat." Aku menepuk bahu Pian sambil terkekeh. Pian hanya membentuk ibu jari dan telunjuknya membentuk huruf "OK"

Aku menghentikan langkah sejenak. "Yan, lu ke mobil duluan ya? Gue mau ke toliet dulu."

Pian mendengus.

"Gak bisa ditunda nanti apa, Kap? Gue udah laper banget nih. Nanti aja deh kalo udah di restauran ke toiletnya. Ya? Ya? Ya?" Bujuk Pian.

"Kaga bisa! Gue udah gak bisa nahan, Pian. Lu gak mau kan gue beser di mobil?"

Pian memutar bola mata jengah. Pasrah.

"Iya-iya deh, gue nunggu di mobil kalo gitu."

Pian menarik kopernya lantas meninggalkanku menuju mobil.
Aku berjalan menuju toilet, langkahku terhenti didepan toliet ketika ada sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

"Warda! Kamu kemana aja? Mas kangen sama kamu? Kenapa kamu ninggalin pernikahan kita, Warda? Kenapa?" Tutur lelaki itu dengan nada lantang. Wanita berhijab dihadapannya melepas cengkraman pria itu.

"Aku gak bisa, Mas!"

Wanita itu melenggang pergi meninggalakan lelaki tadi. Selang 3 detik. Pria tadi menyusul wanitanya dengan berlari.

"Warda!! Tunggu!"

Astagfirullah.
Aku mengembuskan napas kasar. Kenapa aku tadi menyaksikan hal yang tidak ada manfaatnya sama sekali? Aku memilih untuk melanjutkan tujuan awalku.

***


Kini aku dan Pian sudah ada di restaurant yang memang sudah Pian pilihkan untuk aku dan dia mengisi perut. Pian ini memang juaranya kalo sudah menyangkut perut. Pakar restauran tepatnya. Dia seperti tau resaturant mana saja yang memiliki cita rasa makanan yang enak. Padahal kami belum pernah ke restaurant ini sebelumnya.

"Yan, kok lo milih restaurant ini?" tanyaku saking penasarannya.

"Lo yakin makanan disini enak?" Lanjutku.

"Eitsss. Pasti itu. Gue yang jamin. Lu raguin kemampuan seorang Pian?"

"Bukan gitu, tapi kita kan belum pernah kesini, Yan. Awas aja kalo kaga enak. Lo yang bayarim semuanya." Ancamku pada Pian.

"Lha kok gue?"

"Kan lo yang rekomen in restaurant ini, jadi lo lah yang kudu tanggung jawab kalo masakan disini gak sesuai lidah gue."

"Iya iya, tenang. Gue jamin enak kok Mas Bro. Lu jangan khawatir. Tapi kalo enak, lu yang traktir gue ya?"

Astagfirullah. Punya temen kok begini banget. Pengennya gratisan terus.

"Bisa banget ngambil kesempatan dalam kesempitannya."

Pian tersenyum. Dia menyodorkan jari kelingkingnya padaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untukmu, Pelengkap ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang