Jeno mengulurkan tangannya, membantu Wawa berdiri dari trotoar. Ya, begitulah Jeno dan Wawa, mereka lebih sering nongkrong di pinggir jalan untuk sekedar ngobrol ataupun mencari angin.
"Langsung balik?" tanya Jeno seraya mengulurkan helem.
"Simpen aja, lagi males pakek helem" Wawa naik ke atas motor matic jeno.
"Enak aja, ini namanya perlindungan diri" Jeno memakaikan helemnya.
"Gerah, yang. Ntar aja kalo udah masuk jalan besar" Wawa melepas helemnya lagi, kemudian merapikan rambutnya.
"Bandel dasar" Jeno menaiki motornya, kemudian memakai helem.
"Ini mau langsung balik apa gimana?" tanya Jeno lagi.
"Jalan aja dulu" jawab Wawa.
"Kalo cocok kita nikah" saut Jeno.
"Apaan sih, yang" Wawa menepuk bahu Jeno. Jeno tertawa
"Jalan kemana nih?" ulangnya.
"Dibilangin jalan aja dulu"
"Yang jelas dong, emang mau aku ajak jalan terus mampir ke motel?"
"Emang punya duit buat nyewa kamar?" remeh Wawa.
"Yaelah, kalo cuma motel mah tumpeh-tumpeh yang" Jeno menepuk domopet yang ada di saku belakangnya.
"Gak mau motel ah, murah"
"Jadi langsung ke hotel nih?" Jeno menoleh
"Iya, abis itu kamu aku gorok" Wawa tersenyum, Jeno kembali menghadap ke depan.
"Jalan jalan ke kota paris..." Jeno menyalakan mesin motornya, kemudian melajukannya. Wawa tertawa seraya memeluk pinggang Jeno.
"Yang ke atap yuk!" Wawa berkata dengan sedikit berteriak agar Jeno bisa mendengarnya.
"Ha? Ngapain?" balas Jeno.
"Pengen aja, udah lama gak lihat kota dari atas" kemudian Jeno mengangguk.
Sesampainya disebuah kawasan gedung apartemen, Jeno memarkirkan motornya di sebuah kawasan parkir liar, ribet kalau lewat baseman.
"Lama gak kelihatan Jen" sapa seorang disana.
"Biasa, banyak tugas. Nitip ya" Jeno mengetok spion motornya. Orang tadi mengangguk paham.
Setelah berjalan agak jauh dari parkiran Jeno memasuki gedung apartemen dengan menggandeng tangan Wawa. Sebenarnya Wawa juga kaget, saat Jeno bisa dengan gampang membawanya masuk ke apartemen elit semacam ini.
"Om aku tinggal disini" jawab Jeno saaat Wawa bertanya.
Jeno membawa Wawa memasuki lift, karena jam sudah malam tidak banyak orang berkeliaran. Bahkan hanya ada Jeno dan Wawa di dalam lift.
"Duh, harusnya kita tadi bawa cemilan dulu" sesal Jeno.
"Gausah, aku cuma mau disana bentar doang kok" Wawa menatap pantulan dirinya di dinding lift.
"Foto yuk" ucap Jeno kemudian.
"Ih enggak, norak banget foto di lift" tolak Wawa.
"Gapapa, emang norak kok. Mana hape kamu?" Wawa memberikan hapenya pada Jeno, karena hape Jeno mati.
"Sini" Jeno beralih merengkuh pinggang Wawa untuk dipeluk.
"Gaya apaan dah" heran Wawa.
"Foto dari kaca sini, kamu yang pegang"
"Aduh muka aku udah jelek nih" Wawa menerima hapenya.
"Gapapa cantik" Jeno memeluk Wawa, jadi hanya punggungya yang terlihat.