Pagi harinya, Hani tidak berhenti menertawakan Renjun yang mengeluh pegal-pegal akibat tidur di lantai.
"Bukannya makin sehat malah tambah sakit" gerutunya, Hani yang sedang menyiapkan sarapan untuk Renjun hanya mampu tertawa.
"Salah siapa? Aku kan gak nyuruh kamu tidur di bawah" Hani meletakkan semangkuk sereal kepada Renjun. Renjun menatap mangkuk tersebut jengah.
"Belajar masak dong, bosen tau sereal terus" ucapnya, tapi tetap memakan sereal pemberian Hani.
"Aku bisa masak, cuma lagi gak ada bahan masakan di kulkas" elak Hani seraya menyuap serealnya sendiri.
"Ngeles aja kaya bajai" Renjun menyuap satu sendok penuh serealnya, "Masa tiap aku makan disini gak ada bahan makanan" lanjutnya setengah mengunyah.
"Pinteran Rinda, lumayan bisa masak ayam kecap" Rinda adik Renjun, masih SMA kelas 2.
"Bandingin aja teroos" Hani tidak bodoh, bisa memasak ayam kecap ukurannya sudah bukan lumayan, tapi jago untuk ukuran anak SMA. Rinda memang pintar masak seperti mama Renjun.
"Serius, belajar masak sana. Biar belajar jadi ibu rumah tangga yang baik" ucap Renjun lagi. Hani yang merasa dipojokan mulai jengah. Ia membanting sendoknya ke dalam mangkuk, sampai susu serealnya muncrat ke bajunya dan baju Renjun.
"Mau cari istri apa tukang masak?" tanyanya menatap Renjun kesal.
"Ya kan kalau kamu bisa masak gak usah nyari tukang masak nanti" jawab Renjun dengan santainya menyuap sesendok penuh sereal.
"Yaudah, pacaran aja sana sama chef!" sentak Hani meninggalkan Renjun di meja makan dengan kesal. Renjun tertawa samar seraya menggeleng.
Tidak langsung menyusul Hani yang sudah masuk ke dalam kamar, Renjun memilih untuk menghabiskan serealnya terlebih dahulu. Setidaknya ia harus menghargai perjuangan Hani membuka kotak sereal pagi ini.
Setelah habis, Renjun segera menyusul Hani yang ia yakini sudah membungkus dirinya dengan selimut seraya pura-pura tidur.
"Bodo amat gak mau denger!" Hani berteriak begitu pintu kamarnya terbuka. Seolah tahu jika Renjun akan melakukan pembelaan.
Setelah itu tidak ada sautan, hanya terdengar pintu kamar kembali tertutup dan suara langkah Renjun mendekat ke arahnya. Tak lama, ia merasakan pergerakan di sisi lain kasurnya.
"Yakin gamau denger?" Renjun berkata seolah berbisik, tangannya melingkar di pinggang Hani yang berbaring membelakanginya.
"Itu motivasi tau, biar kamu semangat buat jadi calon istri aku" lanjutnya.
"Ga denger ga denger" Hani beralih menutup kedua telinganya. Renjun tertawa.
"Masih mending lo aku bandingin kamunya sama adek aku sendiri, dari pada cewek lain hayo?" Renjun masih berusaha.
Hening, Hani tidak menyauti perkataan Renjun.
"Yang?" panggilnya, memastikan Hani masih sadar.
"Gak baik lo pura-pura gak denger. Nanti gak bisa denger beneran tau rasa" Renjun mengeratkan pekukannya. Hani yang mulai sesak sedikit memulai pergerakan berusaha menggeser tubuhnya.
"Sayaaang~"
"Honey~"
"Baby~"
"Calon istriku~"
"Mama..-
dari anak-anak aku~"
"Iiiiih!!" gotcha! Renjun berhasil, Hani merubah posisinya menghadap Renjun, dimana Renjun langsung tersenyum dan lagi-lagi mengeratkan pelukannya.