1. Yang tidak diharapkan

34 5 6
                                    

ANNYEONG!

Selamat Datang di cerita teramat amatir.

So, semoga di cerita UN-PERFECT ini pada suka ya!

Jangan lupa pencet gambar bintangnya! 

Happy Reading<3



Pantulan dari cermin. Tubuh yang bisa dibilang, obesitas. Tidak terlalu besar nampaknya, baju seragam yang terlihat pas ditubuh gadis tersebut. Gadis itu meringis. Melihat betapa menyedihkannya bayangan dirinya di cermin. Terbilang malu untuk mengungkapkannya, namun gadis itu sudah terbiasa. Tidak mudah baginya, lingkungan dan sekolah adalah dunia yang berbeda dengan gadis tersebut.

"Shh—ya ampun." lirih gadis sekolah itu sambil merapihkan sebagian seragamnya yang tak bagus dilihat.

Lagi-lagi merenung. Sudah menjadi rutinitas baginya disetiap pagi. Kadang, gadis itu tidak berani melihat cermin. Terlalu takut untuk melihat pantulan dirinya yang masih sama.

"Joe! Ayah udah siap. Ayo berangkat."

Gadis itu, Joe. Pemudi yang menempati kelas dua SMA segera menyingkat waktu sia-sia nya; mengeluh didepan cermin. Joe meraih tas hitam yang dibelikan ayahnya sebagai hadiah ulangtahunnya menginjak usia remaja. Sederhana. Joe selalu menyukai hadiah, baginya, tas hitam pemberian ayahnya merupakan hadiah terbesar yang pernah ia dapatkan.

Joe mengecek ulang isi tasnya, siapa tahu ada yang tertinggal. Setelah selesai, Joe melangkah sedikit lalu menarik hendel pada pintu. Pemandangan yang pertama kali Joe lihat tak lain ruang dapur yang tak jauh letaknya dari ruang makan. Disitulah ayahnya berada. Sangat rapih dengan setelan kerjanya dan sepatu hitam yang mengkilat. Benar-benar mencerminkan sosok pekerja keras.

"Tidak ada yang tertinggal? Barang praktek? Handphone? Tugas-tugasmu? Bunda gak mau repot karena kamu lupa membawanya." Anne, ibu yang biasa Joe memanggilnya dengan sebutan Bunda. Anne tahu Joe adalah gadis ceroboh, untuk beberapa kali Joe sudah mengulang kecerobohannya. Karena itu, Anne tidak ingin Joe mengubah kebiasaannya.

Joe menggeleng. Sudah dipastikan tidak lagi ada barang yang tertinggal.

"Ini bekalmu, jangan lupa menghabiskannya." Anne berpindah, mengambil sekotak makanan yang akan Joe bawa sebagai bekal makanannya di sekolah.

Joe beralih, menerima bekal tersebut lalu memasukkannya ke dalam tas hitam. Sepertinya sudah siap untuk berangkat. Tinggal satu pesan lagi yang ingin Joe katakan. Gadis itu berbalik, mendekat pada ibunya yang hanya berjarak 3 langkah darinya.

"Bun." ucap Joe memelas.

Ibu dengan usia kepala 4 tersebut tahu betul, apa yang Joe inginkan. Anne hanya diam sampai Joe terus terang meminta sesuatu padanya.

"Uang jajan." Joe justru terkekeh.

Anne menghela nafas. Aturannya, jika Joe membawa bekal berarti ia tidak akan mendapatkan uang tambahan. Tapi itu aturan dulu, sekarang Joe sudah melanggarnya. Anne menjauh, mengambil langkah sedikit lalu pergi menuju kamar tidurnya. Tempat hartanya tersimpan rapih.

"Kau masih sering jajan? Bekalmu itu tidak cukup?"

Edward, tak lain nama dari ayah si pekerja keras. Edward mungkin baru tahu, karena ini hari pertama ia berangkat dengan Joe setelah lama sibuk dengan pekerjaannya diluar kota. Terakhir kali ia mengetahui anaknya yang terobsesi dengan makanan ringan saat usia 12 tahun. Cukup lama baginya, setelah tahu bahwa anaknya—Joe masih hobi makan makanan ringan.

(UN)PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang