Kak Alvin Tolong Jangan Sakit

383 54 13
                                    


Mama sering bilang, kalau daya tahan tubuh yang paling kuat di rumah itu adalah Kal. Papa karena kerja pagi pulang malam sering masuk angin atau pusing. Mama punya magh dan sering membandel makan makanan yang sudah di larang dokter. Aku? Nggak tahu kenapa aku ini tipe yang mudah kecapekan dan suka mimisan. Yang benar-benar strong itu memang Kal.

Di saat musim influenza datang, Kal sendirian berdiri sehat walafiat. Di saat orang-orang terkena cacar dan penyakit menular lainnya, Kal asik beraktivitas seperti biasa. Di saat cuaca ekstrim datang dan membuat semua orang bergelung di balik selimut, Kal malah hujan-hujanan. Refreshing katanya. Walau aku tahu kalau dia itu sedang galau dan mau sok sinetron.

Kal itu daya tahan tubuhnya kuat. Dia nggak mudah dan jarang sakit.

Akan tetapi, sekalinya sakit ...

"Assalamualaikum ..."

Dari jarak semeter saja, ucapan salamnya lamat terdengar. Lebih mirip bisikan serak yang membuat ngilu. Ditambah tubuh lemasnya, wajah redupnya, juga pucat yang mengenaskan Kal berjalan pelan masuk ke dalam rumah. Tangannya meletakkan helm secara asal lantas mendudukkan diri pada sofa ruang tamu. Memejamkan mata dengan napas berat.

"Kenapa kak?" Tanyaku sambil mendekatinya. Itu sebenarnya pertanyaan retoris, sih. Tak butuh jawaban karena sudah terlihat dengan jelas apa jawabannya.

"Mama mana, dek?"

Lagi-lagi suara seraknya.

"Mama kerja," jawabku. "Kal ke kamar aja, sana. Istirahat. Jangan tidur di sini."

Matanya terbuka. Dinaikannya kedua tangan, lantas kembali bersuara. "Gendong."

Haduuh.

Mau mengumpat tapi kasihan. Jadi demi melihat raut pucatnya tidur di sofa kemudian bangun dengan tubuh pegal-pegal dan membuat tambah sakit, aku pun mengalah.

Tidak, kok. Aku tidak benar-benar menggendong Kal. Aku kan bukan superhero yang bisa mengangkat beban berat. Aku hanya bisa menyeret kakinya hingga tiba di kamar.

Nggak, deh. Bercanda.

Aku pura-pura menggendongnya, melingkarkan kedua lengan panjangnya pada leherku kemudian maju tanpa memedulikan kaki jenjangnya yang patah-patah ikut melangkah.

"Dek, gendongnya yang bener napa. Ini gendong macam apa, nggak bakal dibayar kamu mah kalau mangkal."

"Emang aku ojek, apa?" Sungutku.

"Ojek gendong kan, kamu. Lapangan pekerjaan terbaru. Mau buka onlinenya nggak?"

Padahal suaranya serak begitu, tapi masih banyak omong. Kal kayaknya ngelantur, ya?

Lepas membuka pintu kamar dan mendekati kasur dengan keadaan acak-acakan, aku melepas lingkaran lengannya. Kemudian secepat kilat mendorong tubuhnya hingga berbaring di kasur tanpa melihat kesiapan Kal.

"Jahaaaat..." serunya sambil meringkuk.

"Biariiiin..." sahutku. "Eh, kak. Itu tasnya lepas dulu."

Aku menunjuk tas punggung yang ternyata masih dipakainyaㅡpantas saja beratㅡtetapi Kal sama sekali tidak menyahut. Yang ada malah matanya yang tertutup serta perubahan raut wajah yang menandakan...

"Tidur ya?"

Benar. Tidur.

Pada akhirnya kulepaskan ransel beratnya, kuselimuti tubuhnya, kemudian kupeluk sebentar sebelum kembali menonton Poirot.

"Kal cepet sembuh yaa..." []








Gakuat akutuh mau nangis aja.

Nangis yu

brother :: KAK ALVIN ○●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang