brother :: KAK ALVIN ○●

• Kata Pengantar •

17/01/18

Orang bilang punya kakak itu enak. Apalagi kakak laki-laki. Tapi jelas yang bilang begitu pastinya mereka yang tidak memiliki kakak karena bagaimanapun, punya kakak juga nggak menjamin enak.

Rasanya pahit manis asin asam. Campur aduk. Kadang enak, kadang bikin pengen ngegadaiin kakak sendiri. Di bawa ke mall atau pasar terus teriak,

"Diobral, diobral. Barang murah cukup berkualitas harga hanya sekian. Ayo di beli Bu, Pak..."

Oke. Itu berlebihan.

Aku nggak akan ngelakuin hal sejahat itu demi mengusir makhluk absurd yang selalu bikin geleng-geleng kepala dari rumah-Kak Alvin kalau dipancing pakai biskuat bayi atau Kak Ava juga pergi.

Lagipula se-nyebelin apapun dia, se-nggak jelasnya dia, se-kekanakannya dia, dia masih kakakku. Setidaknya Kak Alvin masih ada niat bantu kalau aku susah, masih mau jadi ojek pribadi walau kadang harus di sogok, dan yang paling penting dia sayang aku.

Lewat kata-kata "Sa, makan nanti mati." atau "Jangan stress kebanyakan belajar nanti kamu dikirim Mama ke rumah sakit jiwa." saja aku tahu dia peduli dan sayang meski penyampaiannya aneh dan disamarkan.

Tapi tetap sih, kadang ada waktu yang membuatku ingin banget menghapus Kak Al dari dunia. Paling nggak dari kartu keluarga.

Contohnya saat dia nggak ada kerjaan dan berakhir gangguin aku yang biasanya gambar-gambar di kamar atau lagi ngerjain tugas.

Jahilnya nggak nanggung-nanggung. Kalau nggak pulpenku di sentil sampai satu halaman kecoret, buku bahkan handphoneku diambil lalu lari-larian keliling rumah.

Waktu lainnya saat dia bereksperimen di dapur, merubah tempat masak menjadi ruangan habis kena gempa atau puting beliung. Padahal bedain garam sama gula, ketumbar sama kemiri, kunyit sama kencur aja belum bisa, mau sok-sokan masak rendang. Nggak logis.

Oke. Daripada ngumbar semua aib dan kejelekan seorang Alvian Insantyo, lebih baik nikmati rasa pahit manis asin asam--campur aduk--yang aku bilang dengan sendirinya.[]