4

1.5K 280 24
                                    

Jimin sampai di rumahnya saat hari sudah mulai memasuki waktu malam, dia pulang naik bis bersama murid murid sanggar tari lain yang pulang menaiki bis yang rutenya searah dengan arah pulangnya.

Jimin memasukan kunci ke lubang kunci dan memutarnya, lalu pintu rumahnya terbuka dan dia masuk ke rumah.

Beberapa lampu lampu dalam ruangan rumahnya sudah menyala, tapi lampu di luar rumah dan halaman belum, akhirnya Jimin berkeliling menyalakan lampu lampu itu.

Kemungkinan salah satu orang tuanya sudah pulang, tapi selama Jimin berkeliling rumah menyalakan lampu tadi dia tidak bertemu dengan ayah atau ibunya.

Harusnya Jimin melihat sepatu yang tersimpan di rak sepatu tadi, untuk memastikan ayah atau ibunya yang sudah pulang.

"Jimin, kau sudah pulang."

Jimin langsung menoleh.

Ibunya keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terbungkus handuk, jelas sekali dia baru mandi.

Wanita yang sudah memakai pakaian rumah santai itu berkata lagi, "Eomma baru saja pulang dan langsung mandi, belum sempat masak, kau mau makan sekarang?"

"Belum," jawab Jimin, "Aku mau ke kamar dulu." Lanjutnya.

"Oh, iya, Jimin. Bagaimana tadi latihan bolanya?" Tanya ibunya.

Jimin terdiam, hampir hampir tidak menjawab.

Tapi lalu Jimin menjawab, "Aku tidak latihan dan tidak akan pernah latihan lagi."

"Kenapa? Ada apa, hm?" Tanya ibunya lagi, nada bicaranya masih tenang tenang saja, seakan akan masalahnya cuma Jimin bosan main sepak bola.

"Aku dikeluarkan." Jawab Jimin lagi.

Baru ibunya terkejut, "Kenapa bisa!?"

Jimin berjalan ke arah kamarnya, membuka pintu kamarnya dan masuk ke sana, dia menjawab sebelum menutup pintunya, "Karena aku omega."

Kalau Jimin ingin cerewet dia bisa bercerita tentang bagaimana dia datang latihan dan semua perkataan pelatihnya kepadanya secara runtut, tapi dia merasa malas bicara, dia juga bisa menceritakan kalau dia mampir ke sanggar tari dan memberikan sepatu sepak bolanya kepada seseorang bernama Woojin yang lebih muda darinya. Ibunya harusnya tidak akan marah, karena sepatu itu adalah sepatu yang Jimin beli sendiri dari uang hasil menabung uang jajannya sendiri, tapi mungkin dia juga akan tetap kesal karena sepatu sepak bola itu harganya lumayan juga dan Jimin memberikannya pada orang lain seperti memberikan anak tetangga sebuah permen.

Seragam sepak bolanya masih ada padanya, dia masih membawanya pulang dalam tas, walau pun dia tidak ingin lagi melihat baju itu. Kalau dia tidak menemukan seseorang yang ingin menerima baju itu Jimin akan membuangnya atau malah membakarnya.

Jimin menaruh tasnya sembarangan di lantai, lalu melepas kemeja seragamnya, dia masih memakai kaos lagi di balik seragamnya.

Dia lalu berbaring begitu saja di ranjangnya, tidak peduli dia berkeringat dan pakaiannya yang sudah dia pakai seharian.

Jimin merogoh sakunya untuk mengambil handphonenya, lalu menghubungkannya dengan pengisi daya.

Biasanya Jimin punya banyak teman; dari teman geng, teman di tim sepak bola dan teman di sanggar tari, tapi akhir akhir ini teman temannya berkurang hanya menjadi teman dari sanggar tari saja. Ini bukan perasaan, ini kenyataan kalau dia dikeluarkan dari geng dan tim sepak bola.

Ibunya tiba tiba masuk ke kamar Jimin yang memang tidak dikunci.

"Bagaimana kalau sambil Eomma masak, kamu mandi."

How it Feels to be an OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang