- P a r t 7 -

8.2K 303 53
                                    

Buat followers, buruan baca!!
.
Dan untuk menghindari pembaca yang bukan followers part sebelumnya akan di tarik secara acak.

.
🔫🗡🔫🗡
.

Menjelang tengah malam Max sampai di kediamannya, berjalan sambil kedua tangan berada di dalam saku celananya.

Langkah kaki dengan sendirinya tiba-tiba menuju kamar wanita yang disebut jalangnya, entah mengapa Max merasa rindu dengan wanita itu jika sehari saja tidak melihatnya.

Namun setelah sampai di depan kamar wanita itu, Max tidak segera membuka pintunya karena ia merasa ada yang janggal.

Ceklek.

Dan benar saja, pintu tidak terkunci dan penjaga juga tidak berjaga di depan pintu kamar wanita itu.

"Shitttt!!! Bangsat!!" umpat Max sambil segera berjalan tergesa menuju ke dalam rumah utama.

"LEXXXX...???? LEXXXX...????" suara Max memanggil sang adik dengan nada berteriak.

"Di mana wanita itu, hah?" tanya Max ketika adiknya muncul dari lantai dua rumahnya.

"Bisa kecilkan suaramu, Kak! Aku tidak tuli." Lex menatap Kakaknya dengan pandangan datar.

"Aku tanya, di mana wanita itu?" Tangan Max mengepal keras.

"Dia ada di kamarku." jawab Lex enteng.

Max mendengus.

"Dasar kau!!"

"Kenapa, Kak? Apa aku tidak boleh membawa Veve ke kamarku? Dia sakit, Kak. Tubuhnya panas karena itu aku membawanya beristirahat di kamarku." jelas Lex panjang lebar.

Setelah mendengar penjelasan sang Adik, Max menaiki tangga menuju ke lantai dua.

"Sedang apa jalang itu sekarang?" tanya Max sambil berjalan menatap sang Adik.

"Veve tidur, Kak! Tadi sudah di periksa dokter, dokter bilang dia hanya kecapaian."

Ceklek.

Kedua laki-laki itu masuk ke dalam kamar Lex dan Max menghampiri wanita yang sekarang sedang tertidur pulas di balik selimut tebalnya.

Max merambat naik ke atas tempat tidur lalu membuka selimut tersebut.

"Badan dengan suhu tubuh yang panas itu dilarang memakai selimut setebal ini, Lex. Dasar!!" Max menyentil kening adiknya dengan gemas.

"Aw, Kak! Sakit!" Lex menggosok kening yang di sentil sang Kakak dengan tangannya.

"Sana, ambilkan selimut tipis yang ada di kamarku! Atau sebaiknya dia ku bawa ke kamarku saja!!"

Tanpa menunggu persetujuan sang Adik, Max segera membawa tubuh wanita itu ke dalam rengkuhannya lalu menggendong membawanya keluar dari kamar Lex menuju kamarnya.

Siallll!!! rutuk Lex dalam hati.

Sekali lagi ia kalah dengan sang Kakak, wanita itu sekarang di bawa menuju kamarnya.

Max membaringkan tubuh wanita itu di atas tempat tidurnya yang berukuran besar lalu menyelimuti dengan kain tipis, hanya supaya tubuh Veve tidak menggigil namun suhu badan tidak semakin panas.

Selang beberapa menit, Veve membuka kedua netranya perlahan dan Max menatap lembut kepada wanita itu.

"Hei, jalang! Sudah bangun kau rupanya?" sapa Max dengan nada lembut sambil melepas pakaiannya.

"Aku di mana, Max?" tanya Veve dengan suara lemah.

Veve memandang sekeliling kamar itu, kamar dengan desain berwarna hitam menjadikan kamar itu terlihat sedikit berbeda.

"Kau ada di kamarku, jalang!"

Max menghampiri wanita itu dan menyentuh keningnya lalu menciumnya sesaat.

"Tidurlah! Tubuhmu panas, kau sakit. Aku tidak ingin terjadi sesuatu denganmu karena kau aset berharga."

Lalu Veve memejamkan kedua netranya dan Max menatap Veve intens hingga wanita itu tertidur pulas kembali.

Max meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

Tutt... Tutt...

"Malam ini kita batal ke rumah jahanam itu karena wanita yang akan mengantar kita ke rumah tersebut sekarang sedang sakit."

Klik.

Tokkk... Tokkk...

"Masuk!!"

Ceklek.

"Kak, malam ini kita tidak jadi berangkat ke rumah Satosi."

"Apa kau tidak lihat, Lex? Jalang ini sedang sakit dan kita tidak tahu di rumah itu ada berapa ruang rahasia. Untuk mencari benda yang kita inginkan, kita harus mengajak jalang ini ke sana." jelas Max dengan nada tajam.

"Sudah, kau keluar lah! Aku mau istirahat. Nanti kita bicarakan rencana selanjutnya sambil menunggu jalang ini sembuh."

Max beringsut bangun lalu menuju kamar mandi yang tak jauh dari tempat wanita itu berada.

Lex menghampiri wanita itu, mengusap surai rambut emas pada keningnya, menunduk lalu mengecupnya sesaat.

"Cepatlah sembuh, Ve!"

Kemudian Lex berjalan menuju pintu, membuka dan menutupnya kembali.

Malam ini ingin sekali Lex menjaga wanita itu di dalam kamarnya tapi ia tidak bisa membantah keinginan sang Kakak yang sudah lebih dulu ingin menjaga Veve.

Dengan langkah gontai, Lex menuju kamarnya.

Sepuluh menit Max keluar dari kamar mandi, tububnya masih basah oleh air dan ia hanya mengenakan handuk yang terlilit di sekitar pinggangnya.

Dengan langkah gontai, ia menuju mini bar dalam kamarnya, mengambil gelas dan menuangkan wine ke dalamnya.

Sambil menyesap minumannya, Max memandang wanita itu dari tempat ia berdiri sekarang.

Jalang, kenapa setiap aku menatapmu, tubuhku bergemuruh ingin menyentuhmu, rutuk Max dalam batinnya.

Max meletakkan gelas di atas nakas lalu ia menuju tempat tidur dan merambat naik ke atasnya.

Ia menyibakkan selimut tipis yang menempel pada tubuh Veve lalu membelai lembut paha wanita itu.

Max merasakan tubuh wanita itu tidak sepanas tadi sebelum ia membawa ke dalam kamarnya.

Lalu dengan gerakan pelan Max menyibak surai rambut emas, mencium tengkuk dan menghirup aroma tubuh wanita itu.

Ahh, aroma tubuhmu sangat aku sukai, jalang. Tapi sekarang aku belum bisa menikmati tubuhmu.

Max menggigit leher wanita itu lembut dan menyesapnya pelan dan Veve melenguh sesaat ketika Max menyentuhnya.

Hm, meski kau sedang tertidur tapi tubuhmu merespon sentuhanku.

"Tidur lah, jalang! Setelah kau sembuh, aku akan menikmati tubuhmu karena ku akui, tubuhmu sekarang bagai candu untukku."

Max memeluk tubuh Veve dalam rengkuhannya dan ikut memejamkan kedua netranya karena kantuk yang mendera.

.

.

.

.

🗡🗡🗡   Bersambung.....

.

Part sekarang pendek yess dan tidak ada adegan hwt nya karena Veve lagi atittt jadi nggak bisa di pakek 🤣🤣

Next part adegan hwt lagee, siap-siap yesss karena nanti adegan hwt nya bertiga yesss 🤣🤣 sandwich gitooo 🤣🤣

See u next part, baii... baii.. 😘😘

🅓🅔🅢🅟🅔🅡🅐🅣🅔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang