Oktober, 2016.
Suatu waktu di sebuah kafe; kau memesan minuman manis, dan aku tetap dengan espresso yang lebih pahit dari perasaan yang meledak-ledak di dalam dada.
“Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?” Tanyaku.
“Aku.. aku..” Kau menghela napas panjang,
“Aku akan mengikuti apa pun yang kau mau sekarang.” Jawabmu.Aku pun terdiam sejenak, meneguk espresso pahit sampai sedikit tersisa.
“Kalau begitu, aku ikhlas melepasmu. Pergilah. Semua sudah terjawab. Tak usah merasa bersalah. Anggap saja, pertemuan kemarin hanyalah cerita-cerita luka sebelum bahagia. Aku tak berhak untuk memaksa. Untuk apa juga aku memintamu untuk tetap tinggal jika yang kau inginkan adalah tanggal? Jadi, tak usah khawatir, tak usah dipenuhi dengan perasaan bersalah. Pergilah jika memang dengannya kau merasa bahagia. Kini, melepasmu aku sudah. Benar-benar sudah.” Jelasku.
Selepas percakapan itu, aku pergi meninggalkanmu sendiri. Bersama dengan minuman dinginmu, dan luapan hangat yang menetes deras di kedua kelopak matamu.
“Mungkin kita memang ditakdirkan hanya untuk sebatas itu. Sebatas pernah bersama. Kisah singkat yang tak kunjung lengkap, kisah sementara yang tak berpengaruh apa-apa.”
—
(Oktober; titik akhir)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suatu Ketika di 2016
RomanceKumpulan Prosa bertemakan kisah cinta yang dialami oleh kebanyakan remaja saat ini. Semoga Prosa-prosa yang saya tulis dapat mewakili perasaan kalian semua. Terima kasih dan selamat membaca :)