chapter 4

9.5K 610 114
                                    

“Dia bilang, tadi pagi kau mengamuk dan menjatuhkan semua makananmu!” Namjoon memasuki kamar dengan tergesa.

Jas kerja nya sudah terlepas, menyisakan kemeja putih panjang yang menggulung di kedua sisi lengannya.

Aroma citrus tercampur woody masih menguar kuat dari arah leher dan ketiaknya.

Fix, Namjoon dalam kondisi terburu-buru menengok keadaan Seokjin saat itu hingga tak sempat mandi terlebih dahulu.

Seokjin yang masih menggulung di pojok ranjang mulai berjinggit sedikit, menyipitkan penglihatan.

Pandangannya agak kabur, dan kondisi fisiknya kian melemah. Wajar saja, dikarenakan asupan nutrisi ke dalam tubuh yang minim sejak kemarin harinya.

Ini sudah kedua kalinya maid muda itu merefill makanan dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. Namun Seokjin tak bergeming dan mengamuk kembali dengan melempar semua makanan ke lantai.

“Aku akan meminta Sora menyediakan makanan kembali untukmu.”

Baru saja hendak meninggalkan kamar, suara dari Seokjin menghentikan langkah Namjoon seketika.

“Sampai kapanpun, aku tak akan sudi makan apapun. Tak masalah jika kau tak bisa mengeluarkanku dari sini dalam keadaan hidup-hidup. Mungkin dengan mayatku, aku bisa keluar dari sini.” Seokjin berujar lemah.

Dan seketika emosi Namjoon terpancing. Seokjin nya masih lah bermulut besar, sama seperti dulu. Bertingkah seenaknya, menguji kesabaran Namjoon tiap kali berdebat.

Namjoon mengusap wajahnya kasar dan berbalik arah, menghadap Seokjin kembali.

“Baik jika itu maumu. Tak usah makan apapun. Kita lihat, sampai kapan kau akan tahan.”

Dengan wajah datar, Namjoon meninggalkan Seokjin yang masih menggulung seperti janin.

.

.

.

Kesadaran Seokjin makin menipis. Entah sudah berapa lama, dia ditinggalkan sendiri.

Apa sudah pagi lagi? Karena sinar mentari terlihat berebut memasuki tirai jendela dan menyilaukan mata.

Kepalanya berputar seperti terhantam benda tumpul, bibir dan tenggorokannya terasa begitu kering. Bernapas saja Seokjin terlihat kepayahan. Perutnya melilit tak karuan, disertai mata yang berkunang-kunang.

Namjoon bersungguh-sungguh akan perkataannya. Tak tersaji sedikitpun makanan di meja kecil samping ranjangnya.

Air. Dia sangat butuh air.

Dengan langkah sempoyongan, kaki jenjangnya menapak keramik dingin.

Seokjin berjalan pelan menuju toilet dengan memegang-megang dinding di sampingnya.

Dia putar keran wastafel dengan susah payah, dan menelan secara rakus air yang keluar dari selangnya.

Seketika, tenggorokannya mulai terasa dingin dan ia bisa sedikit merasa lega.

Kakinya kini terasa gemetaran. Air itu nyatanya tak bisa mengobati rasa laparnya.

Seokjin butuh sesuatu untuk dimakan. Sungguh.

Dengan menekan sedikit permukaan perutnya, ia berharap rasa sakitnya akan berkurang.

Seokjin meringkuk di bawah wastafel. Daya nya habis dan kini ia mulai menyesali keputusannya untuk mogok makan.

.

.

.

"Sudah menyerah, sayang?" Entah bagaimana caranya, kini Seokjin sudah berada di atas ranjang.

Mungkin Namjoon mengangkatnya saat Seokjin tak sadarkan diri tadi.

Kepala Seokjin terasa berkunang. Seokjin sudah tak sanggup lagi membela diri.

Tenaganya sudah diambang batas. Dia lemas kekurangan nutrisi.

"Mau isi perut?" Namjoon berkata tenang sekali.

Sudah siang.

Berarti ini hari ketiga perutnya tidak terisi. Rasanya seperti hampir mati.

Perih sekali.

Namjoon berdiri di samping ranjang dalam keadaan topless.

Dia terlihat membawa sebuah botol berukuran sedang berisi cairan.

Terlihat kental dan tercium aroma manis didalamnya.

Sirup maple? Madu hutan? Entahlah.

Dengan gerakan sensual, Namjoon menumpahkan sedikit liquid dari dalam botolnya ke atas lantai.

Tak berselang lama, Seokjin bangkit dari ranjang, menjatuhkan dirinya ke lantai dan menjilati cairan tersebut hingga habis.

"Good boy~bagaimana kalau begini?"

Namjoon sedikit mendesah dengan suara beratnya. Terdengar seksi sekali.

Namjoon membuka resleting celananya dengan gerakan perlahan dan menumpahkan sedikit demi sedikit cairan itu di atas kemaluannya yang mulai tegang.

"Wanna try?"

Kemaluan Namjoon kini berkilau diselimuti cairan manis.

Beberapa kali cairannya menetes dari ujung kemaluan ke atas lantai.

Seokjin melengoskan wajahnya.

Yang benar saja. Dulu, mereka memang pasangan serasi. Namun sekarang rasanya begitu salah.

Wajah Seokjin dipenuhi keraguan. Dia menunduk dalam dengan napas yang tersengal.

Sungguh. Rasanya lapar sekali.

Persetan dengan harga diri.

Dengan tangan gemetar, diraihnya kemaluan Namjoon dengan kedua lengannya.

Sedikit ragu, Seokjin mulai menjilati ujungnya.

Belum sempat menyesuaikan rasa pada indra pengecapnya, Namjoon malah menarik surai Seokjin kasar dan memaksakan kemaluannya untuk masuk ke dalam mulut Seokjin lebih dalam lagi.

"Yes, baby~"

"Hnghh...uhuk uhuk!!" Seokjin terbatuk karena ujungnya menyentuh telak langit-langitnya.

Rasanya Seokjin mulai mual dan ingin memuntahkan semuanya.

Ujung matanya pun mulai berair menahan perih.

Kemudian Namjoon menarik lengan kiri Seokjin, memaksanya untuk berdiri dan menghempaskannya ke atas ranjang.

Tarikannya yang tiba-tiba membuat kepala Seokjin terasa pening dan dia menggeleng kuat menetralkan rasa nyerinya.

"No free lunch, honey. Kau harus bayar dengan tubuhmu terlebih dahulu untuk makan siangmu kali ini."

Dan setelahnya, hanya terdengar erangan lemah yang keluar dari mulut Seokjin mengimbangi permainan brutal Namjoon.

.

.

.

A/n: aku tak sanggup nulis NC.🙈🙈 Semoga masih bisa menghibur.

Terima kasih untuk vote dan komennya juga.

Diharapkan terutama untuk komennya, agar kita bisa berinteraksi.

Terima kasih~💜

## PUNISHMENT ## [NamJin] - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang