🍁🍁🍁
Langit hari itu sedang cerah, sama sekali tidak ada tanda-tanda akan turun hujan seperti beberapa hari kemarin. Tapi bukan itu yang membuat Jimi termenung begitu lama, melainkan karena dia merasa bahwa dia tetap dekat dengan keluarga Kusuma meski kini jarang tertentu jauh di antara mereka.Jimi memang tidak menyesal sudah meninggalkan semua yang dia miliki di sana. Tapi yang dia sesali sekarang adalah-- kepergiannya yang tidak meninggalkan kesan apa-apa. Dia tidak mengucapkan kata pamit yang layak, pun ucapan terimakasih pada Papa dan Mama yang sudah merawatnya selama ini tanpa pamrih.
Dia terlalu emosional semalam, sehingga tidak memikirkan hal lain selain menghilang secepatnya.
Katakanlah Jimi bodoh. Tidak apa-apa. Dia memang bodoh, seperti kata Yogas.
Anak itu apa kabar ya?
Apa dia sudah merasa bahagia? Apa dia bisa tertawa dengan lepas? Apa dia makan dengan baik? Apa dia senang tidak ada yang menyambutnya saat pulang sekolah dan selalu mengusiknya setiap waktu?
Harus Jimi akui sesulit ini rasanya jauh dari Yogas. Tapi demi anak itu, Jimi harus terbiasa. Dia tidak ingin lagi memaksakan semua hal seperti yang dia harapkan. Memaksa Yogas untuk terus berhadapan dengannya, memaksa dirinya sendiri untuk terus menahan sakit atas sikap yang dia terima selama belasan tahun.
Jimi merindukannya, tapi mustahil untuk mereka bertemu lagi. Lagipula, dia sudah berada di tempat yang tepat sekarang. Rumah lamanya. Satu-satunya tempat dimana Jimi selalu bisa kembali tanpa mengkhawatirkan apapun. Tidak ada kekayaan, tapi dia memiliki keluarga panti yang selalu siap menerimanya kembali.
"Kak Jimi! Ayo main!"
Jimi menoleh pada segerombolan anak yang sedang asik menggiring bola di halaman belakang panti, salah satunya melambai padanya. Jimi balas melambai dan tersenyum.
Kemudian pandangannya beralih pada seorang anak yang hanya duduk di ayunan dan memandang teman-temannya. Wajahnya murung, sama sekali tidak bersemangat. Jimi lantas beranjak menghampirinya.
"Hei, kenapa tidak ikut main?"
Anak itu mendongak, sedikit memberi senyum dan gelengan kepala.
"Kamu sakit ya?"
Yang lagi-lagi hanya dijawab gelengan kepala oleh anak laki-laki itu.
Jimi berpikir, mungkin dia hanya tidak terbiasa berinteraksi dengan orang baru. Apalagi Jimi tidak tidak pernah terlihat berkeliaran di panti sebelumnya.
Jimi berjongkok di hadapannya, bersikap selembut mungkin untuk menghilangkan ketakutan pada anak lelaki dengan gaya rambut mangkok itu.
"Nama kamu siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT BROTHER
Fanfic[ NEW VERSION ] Ada tiga hal yang Yogas benci di dunia ini. Pertama orang-orang payah, kedua musim hujan, dan ketiga manusia cacat bernama Jimi. First published : 2018 Republished : 2023 ©Lswaga, 2022