- 05 -

265 49 6
                                    

Keesokan harinya, setelah melewati stepa yang luas, mereka berdua pun langsung menghentikan perjalanan segera setelah menemukan sebuah sungai.

Sungai itu tak begitu lebar. Airnya mengalir jernih, menampakkan dasarnya yang dangkal dan penuh bebatuan.

Daniel yang telah turun dari kuda terlebih dahulu pun meraih pinggang Jihoon dan menurunkannya. Daniel kemudian sibuk berbenah.

Memetik rerumputan dan mengarahkan kudanya ke sungai agar ia meminum airnya. Daniel seolah memberikan pelayanan pada kudanya yang telah bekerja semalaman penuh itu.

Kemudian Daniel langsung melepaskan jasad itu dari kain dan tali yang membalutnya. Lalu ia mengeluarkan seluruh alat dan bahan yang telah dibawanya itu dari kantung besar yang digendongkan ke badan kudanya. Alat dan bahan yang digunakan sangat sederhana, hanya wadah air berukuran sedang, serta dua botol air keras.

Lalu Daniel merendam rambut jasad itu ke dalam air keras yang telah dituangkannya ke dalam wadah. Ia sudah memastikan bahwa kepala jasad itu terletak lebih tinggi dari wadahnya, sehingga rambut-rambutnya terendam semua.

Minhyun sebelumnya telah memberi tahu Daniel dalam suratnya, bahwa cara ini setidaknya butuh waktu sekitar setengah atau seharian penuh untuk merubah warna rambut alami seseorang menjadi warna merah sempurna, namun memang hasilnya tak kan sesempurna warna rambut merah alami seperti milik Jihoon, tapi setidaknya lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Sementara itu, Jihoon tengah duduk tepat di atas bebatuan di pinggiran sungai, ia memeluk lututnya. Matanya bengkak, dan ia masih sesesekali terisak akibat tangisannya yang sepanjang jalan itu.

Dari kejauhan Jihoon memperhatikan gerak-gerik Daniel yang gesit mempersiapkan semuanya tadi. Daniel seolah menunjukkan bahwa mereka sungguh buru-buru dan tak memiliki banyak waktu tersisa untuk sampai ke Ilargia.

Sungguh, Jihoon cukup keheranan karena Daniel benar-benar tak terpengaruh dengan hal yang ia khawatirkan selama ini. Untuk pertama kalinya Jihoon melihat Daniel memang Prajurit sejati, ia kagum pada kekuatan mental dan fisik Daniel. Meskpipun memang kepolosannya itu terkadang menghancurkan imej kerennya sendiri.

"Ini minumlah Yang Mulia." Ujar Daniel mengasongkan wadah air minum yang telah diisi oleh air sungai pada Jihoon.

"Apa kau sudah merasa lebih baik?" Lanjut Daniel bertanya pada Sang Putera Mahkota yang tengah minum itu.

"Hm" Jawab Jihoon pendek menganggukan kepalanya sedikit.

"Syukurlah kalau begitu." Ucap Daniel, ia terdengar lega.

Daniel pun meminum air sungai dari wadah yang sama yang telah Jihoon minum sebelumnya itu. mereka berdua terdiam seolah menikmati pemandangan indah di sekitar sungai.

*Kruyukkkkkk~~~~~* Tiba-tiba terdengar bunyi keroncongan dari perut seseorang, tentu saja bunyi tersebut cukup kencang bahkan lebih kencang dari suara air sungai yang mengalir.

"Oh? Suara apa itu?" Tanya Daniel melihat ke arah Jihoon yang duduk di sampingnya itu, ia pura-pura tidak tahu jika suara itu berasal dari perut Jihoon.

"S-suara apa? Aku tak mendengar suara apa pun." Jihoon mengatakannya sembari memeluk perutnya sendiri seolah berusaha meredam suara yang ditimbulkan olehnya. Pipinya memerah, terlihat sekali Jihoon terlalu malu untuk mengakui bahwa ia sedang kelaparan hingga perutnya keroncongan begitu.

Daniel yang melihat reaksi malu-malu Jihoon itu pun kemudian terkekeh. Ia pikir benar juga Sang Putera Mahkota pun sama seperti manusia biasanya, bisa merasakan takut, bersalah, sedih, bahkan lapar juga.

Menyadari kelemahannya ini membuatnya sadar bahwa Jihoon saat ini tidak terlihat seperti seorang Putera Mahkota, ia bahkan terlihat seperti orang biasanya, seorang yang akrab, yang biasa ada di sekitarnya.

BLOOD MOON🌘 [NIELWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang