Hai! Long time no see!! Ada yang kangen saya? Ada yang menunggu cerita ini? Semoga ada ya🙂
Selamat Membaca 😀
--
Jihoon POV
PLAK!
Tamparan itu lagi yang gue terima.
"PARK JIHOON!"
"Abeoji?" tanya gue.
"NILAI KAMU LAGI-LAGI TURUN! KENAPA BISA?" bentak Abeoji.
"Abeoji ... Bisakah kita bicara baik-baik?" tanya Woojin.
"Woojin! Kau masuk ke kamar mu! SEKARANG!"
Woojin melihat kearah gue, dengan segera gue memberikannya kode untuk menuruti perintah abeoji.
"PARK JIHOON! Saya meyuruh kamu masuk jurusan IPS ada sebabnya ya! Jangan main-main kamu!"
Gue hanya bisa menunduk, dalam seminggu, bisa tiga kali gue mendapatkan bentakan, omelan, bahkan terkadang tamparan dari abeoji gue sendiri. Dalam seminggu, abeoji selalu menyempatkan diri buat melihat keadaan gue sama Woojin. Walaupun, sebenarnya kedatangannya hanya untuk memarahi gue yang nilai-nilainya turun.
"Kamu penerus perusahaan saya Jihoon! Kamu enggak bisa main-main dengan sekolah kamu! Belajar yang baik! Lulus sekolah, kuliah lalu perusahaan saya akan jadi hak milik kamu!" ucap abeoji.
"Bagimana dengan Woojin? Dia anak abeoji juga! Apa dia enggak ada hak?" tanya gue.
"Woojin punya mimpinya sendiri Jihoon. Biarkan dia bahagia dengan mimpinya."
Saat itu juga, kesabaran gue habis, "Lalu bagaimana dengan Jihoon? Apa Jihoon enggak boleh punya mimpi? Apa Jihoon enggak boleh memilih jalan hidup Jihoon sendiri? Apa Jihoon enggak boleh bahagia sama mimpi-mimpi Jihoon?"
"Bagi saya, anak sulung adalah yang harus berkorban. Mengorbankan mimpinya, mengorbankan kebahagiannya, mengorbankan jalan pilihan hidupnya dan membiarkan adiknya bahagia," ucap abeoji. "Saya pulang dulu. Ingat! Belajar yang benar! Saya mau nilai-nilai kamu naik!"
Abeoji pergi dari apartemen gue. Menyisahkan gue dengan berbagai macam pertanyaan. Setelahnya, gue langsung masuk kamar, tanpa melihat Woojin terlebih dahulu. Karena gue tahu, Woojin pasti mendengarkan apa yang dibicarakan abeoji. Gue tahu dari tadi Woojin mengintip dari celah kamarnya yang tidak ia tutup rapat.
Itulah hari-hari melelahkan gue. Penuh dengan segala macam paksaan dan tekanan yang abeoji berikan. Gue pernah sekali memohon ke eomma untuk ngomong baik-baik ke abeoji tentang masa depan yang gue inginkan. Tapi, eomma sendiri juga takut. Abeoji adalah orang yang paling enggak suka jika keinginannya dibantah. Dia akan menghalalkan segala cara biar keinginannya bisa tercapai. Termasuk merampas kebahagian gue, merampas rencana masa depan gue yang sudah gue atur berdua Woojin dulu.
Kalian pasti pernah dengar ini, terkadang orang yang tertawa paling keras, justru yang paling merasa kesepian. Itu yang gue rasain.
Semua yang gue lakuin, termasuk menjadi sosok yang playboy, karena gue mencoba untuk kabur dari segala macam paksaan itu. Gue mencoba membuat kesenangan sendiri.
Setelah abeoji pergi dari apartemen gue, yang gue lakuin saat ini dikamar adalah menangis tanpa suara. Tolong jangan ngetawain gue, karena bagaimanapun, walaupun gue laki-laki, gue juga manusia biasa. Laki-laki juga boleh nangis, bukan?
Gue, Park Jihoon. Ingin bilang ke dunia kalau gue lelah. Hidup dibawah tekanan orang lain, sangat melelahkan. Gue harus siap jika orang itu kecewa dengan gue. Lalu, tiba-tiba menjadi bangga jika apa yang dia mau tercapai.
Terkadang, gue iri sama Woojin, Kayla, dan Guanlin yang bisa menentukan masa depan mereka sendiri, atau Baejin yang ikhlas menjalani paksaan juga dari abeojinya. Kenapa gue enggak bisa ikhlas?
🌈🌈🌈
'Gue jalan duluan ya. Sarapannya dimakan. Jangan bolos lo!'
Gue memandang kosong sticky note dari Woojin dan roti isi isi selai kacang serta susu rasa coklat kesukaan gue. Setiap gue dan abeoji habis adu mulut, keesokan paginya Woojin selalu seperti ini. Menyiapkan sarapan dan pergi ke sekolah duluan.
"Woojin pergi duluan. Gue juga ditinggal. Lo ngapain bengong dah!" ucap Baejin diambang pintu. "Buruan sarapan! Pergi bareng gue!"
Gue langsung melahap roti isi itu dalam diam.
"Abeoji lo lagi?" tebak Baejin.
"Kok tau? Woojin cerita?" tanya gue.
"Kedengeran Hoon. Walaupun enggak jelas ngomong apa. Tapi teriakan abeoji lo itu kedengeran," ucap Baejin.
"Cara lo gimana? Biar bisa ikhlas?" tanya gue.
"Pertama, lo harus mikir kalau ini demi kebaikan lo. Kedua, lo harus benar-benar mengerjakan semuanya dari sini," Baejin menunjuk hatinya. "Dari hati lo. Kalau semuanya sudah. Tinggal menunggu waktu, cepat atau lambat lo bakal ikhlas dengan sendirinya dan yang terakhir adalah yang paling sulit. Mengubur mimpi-mimpi lo bersama Woojin."
Gue terdiam, mencerna kata demi kata yang Baejin ucapkan.
"Gue yakin Hoon. Kalau lo melakukan yang terakhir, lo pasti bakal ikhlas dengan sendirinya. Kalau gue, ketika paksaan itu datang, gue masih belum punya rencana untuk kehidupan gue yang akan datang, jadi gue anggap paksaan itu adalah masa depan gue. Hoon, lo coba pikirin deh. Lo jadi pemilik perusahaan, Woojin jadi arsitek. Kalian berdua bisa kerja sama nantinya. Iya kan?" lanjut Baejin. "Sudah ayo! Berangkat!"
Gue menggeleng, "Gue belum mandi Bae Jinyoung!"
"Astaga Park Jihoon! Buruan sana mandi! Yang cepat!" ucap Baejin sembari mendorong gue masuk kamar mandi.
Dikamar mandi, gue melihat pantulan diri gue sendiri di cermin, "Ikhlas Park Jihoon! Ikhlas!"
Bersambung ...
Puas enggak kalian sama ceritanya Jihoon?
Belum selesai kok ceritanya Jihoon 😁
![](https://img.wattpad.com/cover/160119196-288-k20861.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Remember (PARK WOOJIN)
FanfictionAku akan mengingat namamu. Bahkan saat waktu berlalu dan aku menjadi dewasa. Aku akan melindungimu. - I'll Remember