****
Dalam remang pun aku tahu itu kamu. Apa kamu juga begitu? Mengingatku dengan baik setiap kali bertemu, seperti waktu itu.
****
Keya memutuskan untuk pamit dari rumah Nicky karena tidak mau makin bersalah dengan membohongi cowok itu terus-menerus. Ia menjadi kesal sendiri karena tidak bisa menceritakan masalah yang dimiliki dengan sahabatnya. Ini belum saatnya, belum waktunya ia membagi itu semua dengan Nicky, lagipula ia tidak mau membuat cowok itu khawatir saat mengetahui kebenaran mengenai dirinya yang sudah terjadi 2 tahun terakhir ini.
Keya sengaja memperlambat laju mobilnya, ia masih belum ingin pulang ke rumah apalagi kalau harus bertemu dengan tante Shovy. Ia sangat yakin kalau perempuan itu pasti belum pergi dari rumahnya. Maka ia bingung kemanakah tempat tujuan selanjutnya yang bisa membuat dia merasa lebih tenang?
Beberapa saat kemudian, dengan refleks Keya menginjak rem mobilnya saat melihat suatu tempat yang menarik perhatian. Ia menolehkan kepala ke belakang diikuti seulas senyum yang terukir di sudut bibirnya. Tanpa menunggu apapun, ia segera turun dari mobil dan membuka bagian bagasi mobil dan mengambil sebuah benda bulat berwarna orange. Ya, bola basket.
Cowok itu tidak dapat menyembunyikan rasa bahagia saat menemukan lapangan basket yang tidak lain berada di kompleks rumah Nicky. Dengan pencahayaan yang terbatas Keya dengan senang mendrible bola basketnya menuju ke lapangan yang berjarak sekitar 7 meter dari mobilnya berada.
Salah satu hobi yang membuat dirinya bisa melupakan semua masalahnya yaitu basket. Meskipun papanya melarang ia untuk masuk tim basket sekolahnya di Jerman, tidak mematahkan semangat cowok itu untuk tetap menggemari olahraga yang membuat para gadis menggila karena aksi para cowok di lapangan.
Karena tidak memiliki lawan yang bisa diajak bertanding, Keya hanya mendrible bola dan melakukan shoot dengan berbagai sudut. Ia juga ingin menguji kemampuannya apakah masih bisa bermain olahraga tersebut. Tapi, nyatanya ia mengakui malah bisa mengalahkan Michael Jordan.
Bola yang di lempar Keya ke ring kali itu membentur dan tidak berhasil masuk, alhasil bolanya menggelinding keluar dari lapangan. Keya kelelahan dengan napas yang menderu keras dan membuat dadanya nyeri. Ia membungkuk memegangi lutut berusaha menormalkan dirinya kembali. Berkali-kali mendesah dan merintih kesakitan selama beberapa saat. Itulah kenapa papanya melarang Keya untuk tidak ikut basket, karena baru beberapa menit saja ia sudah kelelahan dan salah satu anggota tubuhnya berhasil membuat dirinya menderita.
Bersamaan dengan itu, Keya seperti mendengar sebuah suara di sekitar lapangan. Karena sedang kesakitan, ia tidak berpikir panjang darimana suara itu berasal. Beberapa detik kemudian dengan napas yang masih memburu, Keya memutuskan untuk mencari sumber suara seraya mencari keberadaan bolanya yang pergi tadi.
"Bang, lo dimana? Gue tadi ke cafe mama ternyata udah tutup. Gue takut nih mau pulang. Lo kenapa sih nggak angkat telepon gue" suara perempuan yang sedikit jelas bisa dijangkau oleh Keya. Ia juga melihat siluet cewek yang berjalan tidak jauh dari mobilnya berada sedang memainkan ponsel di tengah remang-remang cahaya.
Keya berdiri di pinggir lapangan memperhatikan cewek yang terlihat familiar dimatanya. Cewek yang memakai luaran plaid dress yang dipadu padan kaos tebal panjang dan memakai sepatu kets lengkap dengan sling bag yang menggantung di tubuhnya. Cewek itu, cewek yang ia temui di toko buku tadi. Keya sempat terkejut tapi kalau diperhatikan lagi, gaya berjalan dan suaranya memang cocok.
Ia memutuskan untuk keluar lapangan dengan mendrible bolanya lagi "Lo ngapain disini? Nggak pulang?" tanya Keya seperti sudah akrab. Ia tidak menghampiri cewek itu dan berjalan menuju bagasi mobil.
Cewek itu menghentikan langkah kakinya dan terlihat terkejut mengetahui keberadaan Keya "Lo siapa? Dan lo ngapain disini?" pertanyaan dengan suara takut keluar dari mulutnya "Lo main basket malem-malem gini?" tanyanya tidak percaya.
Senyum miring terulas di bibir kecil Keya. Ia membuka bagasi mobilnya dan memasukkan bola basketnya ke dalam sana. Posisinya saat ini memunggungi gadis itu yang berada sekitar 3 meter di belakangnya. Dirinya ataupun gadis itu tidak saling mengetahui wajah masing-masing, jadi Keya tidak tahu pasti apakah cewek itu yang ia temui di toko buku tadi, ia hanya memastikan lewat suaranya "Enggak, gue udah mau pulang. Kenapa? Lo mau ikut?" tanya Keya menggoda.
"Kok gue kayak pernah denger suara itu sih?" desis gadis itu yang terdengar jelas oleh telinga Keya "Ih sorry ya, nggak usah ganggu gue. Kalo lo mau pulang, pulang aja sendiri. Nggak usah ajak-ajak gue" ujarnya menolak permintaan Keya dengan tegas meskipun diiringi suara yang masih takut.
Keya menahan tawa mendengar itu. Ia seperti sedang mengalami de javu, kejadian ini juga ia alami di toko buku tadi siang. Meskipun perkataannya tidak sama namun sikap gengsi cewek itu kentara sekali "Oke kalo lo nggak mau. Tapi lo hati-hati ya disini. Tadi gue denger suara aneh gitu pas lagi maen basket, lo buruan pulang. Takutnya nanti ada yang muncul tiba-tiba. Yaudah gue balik dulu" ujar Keya menakut-nakuti. Ia berjalan ke bagian kemudi stir dan bersiap menyalakan mesin mobilnya.
"Yaaak, lo ngapain ngomong kayak gitu" gadis itu berteriak marah kepada Keya.
Keya melirik sekilas dari spion kaca mobilnya dengan menahan tawa mengetahui kekesalan gadis itu.
"Gue catet nomor plat mobilnya. Gue harus catet" desis cewek itu mengetikkan nomor plat mobil Keya yang sudah pergi beberapa detik lalu.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise Heart
Teen FictionAlexander Keyaka Harlian. Cowok yang dipanggil Keya itu memiliki banyak hal misteri di hidupnya. Kembali ke lingkungan setelah 2 tahun pergi seperti pecundang. Semua itu untuk kebaikannya, kata Raka, papanya. Bertemu dengan orang-orang asing yang te...