Prolog

153 12 8
                                    

Sore hari yang tenang dan damai. Matahari senja, dedaunan berguguran, kicauan burung-burung, deru air terjun dari kejauhan, membuat suasana hutan terasa menyenangkan.

Berbanding terbalik dengan keadaan pemuda yang kini dipapah seorang gadis. Kaki pemuda itu terluka parah karena dipatuk induk elang yang mengira telur-telurnya akan diambil pemuda tersebut.

"Arghh, ini menyakitkan," keluh si pemuda, disambut tatapan khawatir sang gadis.

"Bertahanlah, Elvan. Sebentar lagi kita sampai. Aku bisa melihat gubuk tempat tinggal kita di depan sana."

Elvan yang penasaran mendongakkan kepalanya, menatap lurus-lurus ke depan, lalu ia curiga. "Elle, aku tidak menemukan apapun di depan sana, kau tahu. Kau pasti memakai Eyespec-mu lagi, kan?"

Elle memegang pelipisnya, memeriksa sesuatu. "Ah, aku lupa mematikannya." Segera saja ia membaca mantra dan penglihatan supernya hilang seketika.

"Berpenglihatan seperti manusia itu tidak menyenangkan," decaknya pelan sambil mencebikkan bibir.

Elvan yang mendengar itu merasa tersindir dan menimpali, "Apa kau bermaksud menghinaku?"

Elle tersenyum jahil, "Syukurlah kalau kau merasa terhina."

Perjalanan berlangsung sunyi. Tidak mudah membawa Elvan dari ujung utara hingga selatan hutan belantara Qseiz kota Calveissere, membuat Elle lelah.

Tetapi, seakan takdir mengujinya, terdengar kepakan sayap dari belakang. Elang itu mengejar mereka. Dan jumlahnya tidak hanya satu, tetapi lumayan banyak!

Elvan menatap sekawanan elang itu dengan sebal. "Cih, apa mereka sebegitu dendamnya padaku?"

"La Vozanne Fliever!" lafal Elle keras, dan mantra itu membawanya serta Elvan melesat di udara.

Iaa menghentikan mantra ketika gubuk tempat tinggal mereka sudah di depan mata. Dengan terburu-buru ia masuk masuk sambil tetap memapah Elvan.

Masih dengan nafas terengah-engah, Elle mengambil air di belakang lalu membersihkan luka Elvan yang kini terduduk di sofa.

"Apakah masih sakit?" tanya Elle, khawatir karena tadi Elvan mengaduh-aduh kesakitan. Ia belum mengobati lukanya, hanya membalut dengan perban.

"Mungkin.. Sedikit."

"Aku bukannya lupa atau bagaimana, hanya saja sedari dulu aku tidak pernah berhasil menggunakan mantra penyembuh," jelas Elle pelan. "Jadi, aku akan keluar sebentar mencari bahan-bahan untuk meracik ramuan penyembuh."

"Tunggu!" Elvan menahan tangan Elle dan menariknya kembali. "Bukankah kau terlalu memaksakan diri? Kau butuh istirahat. Duduklah."

Elvan menatap mata Elle lekat-lekat. "Keadaanku sekarang tidak lebih penting daripada kau dan kandunganmu. Memang tanggung jawabmu untuk mengurusku, tetapi lebih pedulilah kepada dirimu sendiri," ujarnya, membuat Elle benar-benar terdiam tanpa kata.

***

15 menit berlalu sejak kejadian tadi. Elvan terlihat tertidur pulas. Elle memperhatikan wajah damai pasangannya sejak setahun lalu itu. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat.

Meski Elvan telah berkata seperti tadi, masih ada ketidak yakinan dalam hati Elle. Dengan memantapkan hati, ia nekat keluar gubuk mencari beberapa obat-obatan. Syukur-syukur bisa menemukan daun nemelcass.

Meski Elle telah mengaktifkan kembali Eyespec-nya, tetap saja tidak ada tumbuhan yang bersinar sepanjang perjalanan. Elle terus berjalan sampai tidak tau dirinya berada dimana. Di tengah hutan yang mencekam, sangat menyeramkan. Ia tersesat.

Psithyros AnathemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang