Bagian Satu

128 11 3
                                    

Hari itu hujan kembali mengguyur ibukota padat penduduk. Di jalan raya terlihat lenggang akan kendaraan yang biasanya sangat padat. Di sebuah cafe yang cukup ramai seorang perempuan berseragam SMA duduk di meja dekat kaca favoritnya sambil memandang hujan dan kendaraan yang lalulalang yang bisa dihitung dengan jari. Di depannya sudah ada secangkir coklat panas kesukaannya yang selalu menemaninya saat hujan. Sebenarnya bukan hanya saat hujan saja coklat menemaninya namun setiap saat dan setiap waktu.

Kaia Luvena Maysun nama gadis itu. Seorang anak perempuan cantik yang selalu ceria. Banyak yang menjulukinya dengan sebutan sang gadis pencinta hujan dan semua olahan coklat. Menurutnya waktu paling menyenangkan adalah saat turun hujan, karena saat itu terjadi hal yang ia lakukan hanyalah duduk sambil memandangi hujan ditemani coklat panas seperti yang sekarang ia lakukan.

Satu lagi kesukaan gadis dengan panggilan Kaia yaitu Daffa Arya Ghossan seorang laki-laki dewasa kakak dari temannya, ia juga merupakan teman kakak laki-lakinya. Kaia bukan hanya menyukainya namun sangat tergila-gila terhadapnya. Namun laki-laki yang akrab dipanggil Daffa itu selalu menjauhkan dirinya saat Kaia mendekatinya. Menurut Kaia ia adalah laki-laki sempurna, bibir tipisnya, lesung pipinya, dan tinggi badannya begitu sempurna di mata Kaia.

Sangkin sukanya Kaia terhadap Daffa ia sampai tahu semua yang Daffa uja dan yang Daffa benci melebihi orang lain. Daffa sangat menyukai kopi hitam ditemani kue rasa stroberi yang masam namun menggoda sepertinya. Dan yang membuat Kaia sedih adalah hal yang Daffa benci yaitu semua yang dirinya sukai seperti hujan dan coklat. Hingga Kaia janji akan membuat Daffa menyukai salah satu kesukaannya.

Semua hal yang Kaia ketahui tentang Daffa tak lepas dari jasa sang sehabat yaitu Renata Sakhi yang merupakan adik Daffa. Seperti saat ini ia tengah menunggu sahabatnya untuk mencari informasi namun hujan tiba-tiba turun alhasil Sakhi tak bisa datang. Dan Kaia yang telah sampai lebih dulu hanya dapat menikmati secangkir coklat panasnya yang tinggal setengah seorang diri tanpa teman.

"Sakhi" ucap Kaia kesal. Ia hanya bisa menghela nafas pasrah di karenakan sang sahabat tak datang.

Jam di tangan kiri Kaia telah menunjukan angka tiga sore. Kaia memutuskan pulang takut sang kakak yang over protektif mencarinya. Ponsel yang ada dimeja ia masukan dalam tas anti air yang ia kenakan. Ia berjalan menuju kasir cafe guna membayar coklatnya.

"berapa mb?" tanya Kaia langsung, ia tak ingin terlalu lama di cafe karena banyak anak muda seumuran dengannya tengah duduk bersama teman atau bahkan kekasih mereka sambil menunggu hujan reda. Hal itu membuatnya sedikit risih.

"duapuluh rubu mb" jawab sang kasir ramah sepaket dengan senyum merekah. Kaia memberikan uang pecahan duapuluh ribuan pada sang kasir.

"terimakasih mb" ucap perempuan berseragam merah bercorak hitam itu dengan sopan.

Kaia keluar dengan berlari menembus hujan yang masih turun membasahi tanah panas Jakarta. Bahkan ia tak mempedulikan seragamnya yang basah.

Beruntung cafe itu dekat rumahnya dan bisa di jangkau hanya dengan jalan kaki sekitar duapuluh menit. Dalam perjalanan pulang sesekali Kaia memutar tubuhnya sambil merentangkan lebar kedua tangannya menikmati setiap air hujan yang menetes ditubuhnya. Bibir kecilnya bahkan tak berhenti bersenandung kecil menyanyikan lagu-lagu kesukaanya walau sebenarnya suaranya hilang tertelan akan suara hujan deras.

Pendek ya, maaf ini cerita pertamaku jadi tolong maklum ya, semoga aku bisa menyelesaikan cerita ini.

Salam dari penulis amatir.
Indria

Sahabat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang